Home
/
Film

'Fireflies', Film Indonesia Pakai Animasi Stop Motion

'Fireflies', Film Indonesia Pakai Animasi Stop Motion

Tomy Tresnady17 April 2019
Bagikan :

Ruksima (kiri) dan Cheverly Amalia (Foto: Tomi Tresnady/Uzone.id) 

Uzone.id - Kalau kamu pernah menonton 'Isle of Dog' atau 'Kubo', kedua film tersebut menggunakan teknik animasi stop motion.

Animasi stop motion adalah teknik animasi untuk bikin manipulasi fisik objek atau persona terlihat bergerak sendiri.

Objek bergerak sedikit demi sedikit antara frame foto, memberikan ilusi bahwa objek bergerak sendiri ketika semua frame foto dimainkan berurutan secara kontinu.

Nah, sineas Indonesia juga sudah bikin film animasi stop motion yang diberi Judul filmnya ‘Fireflies’.

Tapi, 'Fireflies' belum dirilis secara komersil di bioskop. Film tersebut lebih dulu dipersiapkan untuk tayang di festival-festival film bergengsi di luar negeri.

Baca juga: Politik Uang, Tina Toon: Rp50 Ribu untuk 5 Tahun Gak Ada Artinya

Nah, di balik 'Fireflies' ini ada tangan dingin seorang animator dan stopmotion artist, Ruksima (28), bekerja sama dengan kakaknya sekaligus jadi sutradara, Ceverly Amalia ('London Virginia', 'Tes Nyali')

Kata Ruksima, dia sudah mendaftarkan film untuk anak-anak yang menceritakan tokoh Laila dan Zakia itu di Festival Film Cannes dan Festival Film Sundance.


Sinopsis pendek 'Fireflies' menceritakan tentang sebuah persahabatan. Persahabatan yang begitu indah sampai lupa akan keberadaannya di dunia.

“Jadi pas aku screening semua pada datang karena pengen liat. Semua dari film maker, dari fotografi sampe screen writer pengen liat, karena hal baru belum ada yang buat karena kan waktunya sedikit jadi mereka tuh gak percaya kalau aku bisa buat itu,” tutur Ruksima didampingi Cheverly berbincang dengan Uzone.id di Permata Hijau, baru-baru ini.

'Fairplace' merupakan proyek final Ruksima saat bersekolah seni di New York. Dia sempat bertanya kepada kakaknya, Cheverly Amalia, yang menjadi sutradara Fairplace, teman dan gurunya agar menyumbang saran, apakah bikin film 3D atau stop motion.

“Semua bilangnya suruh bikin stop motion karena ini gak ada. Di sekolah itu pun gak ada yang bikin stop motion. baru aku pertama kali,” kata Ruksima bangga.

Bikin animasi stop motion

Ruksima menjelaskan perbedaan cara membuat animasi stop motion dengan animasi lainnya, yakni pertama bikin puppet dari silikon, kemudian dicetak pakai semen.

Setelah itu, dibungkus pakai silicon dan di dalamnya ada materi sebagai kerangka.

“Jadi bonekanya bisa digerak-gerakin. Itu kelebihannya, kita mesti bikin kayak mur gitu di bawah kakinya. Jadi dia kalo mau jalan itu mesti frame by frame. Satu-satu digerakin paki tangan beneran.

“Kelebihannya tuh sebenernya kalo 3D itu kita kan pakai key frame. Ya, jadi udah di dalam komputer semuanya. Jadi kita nggerakin semua bikin filmnya di dalam komputer dalam software. Kalo ini tuh bener kita harus bikin set beneran. Jadi rumahnya rumah beneran, rumah-rumahan, miniatur rumah gitu,” beber Ruksima.

Tertarik belajar animasi stop motion

Ruksima merupakan lulusan fashion designer di Esmod. Setelah itu dia sempat mendesain baju-baju untuk bisnisnya bersama teman pada tahun 2012.

Kemudian, pada tahun 2013, Ruksima mendapat tawaran sekolah untuk jadi animator di NYFA college of art Los Angeles USA., lulus menyandang gelar Bachelor of fine art.

“Aku yang ‘oh boleh, mau banget’. Jadi sekolah animasi karena aku dari dulu emang suka banget nonton film kartun, jadi pas mereka tawarin, ak mau dong,” kenang Ruksima.

Padahal, Ruksima mengaku tak tahu software sama sekali. Dia tak tahu software animasi editing dan semacamnya. Dia cuma tahunya bikin baju.

Baca juga: 'The Avengers: End Game' Telah Bocor, Russo Brothers Bereaksi

“Pas di sana ternyata pas lihat software-nya aku sempet blank karena kan gak pernah bikin kan. At least kan itu kayak misalnya motion graphic gak apa-apa deh langsung ke animasi ini. Dari fashion design ke animasi kan blank,” tuturnya.

Ruksima butuh 1,5 tahun mempelajari software dan lama-lama jadi nyaman di situ. Sampai dia meminta guru untuk memberikan pekerjaan rumah.

“Malahan kalau gak ada PR, aku yang nanya sama gurunya. ‘Aku kasih PR dong biar aku mau ngerjain PR-nya. Karena tantangan setiap kali masuk kelas tuh, selalu pegen sesuatu yang baru. Pengen belajar sesuatu yang baru,” kata dia.

populerRelated Article