5 Band Indonesia yang Masih Eksis dan Tak Pernah Ganti Personel
Mempertahankan personel asli dalam sebuah band bukanlah hal yang mudah. Bahkan, band legendaris seperti Slank saja sampai saat ini sudah berganti formasi sebanyak 14 kali, begitu juga dengan Dewa 19 yang telah berganti formasi sampai 7 kali sepanjang kariernya.
Meski demikian, ada segelintir grup musik Indonesia yang tetap sukses mempertahankan formasi dan tetap terkenal. Malah, ada band yang telah berkarier selama lebih dari 10 tahun.kumparan (kumparan.com) telah merangkum lima band yang tak pernah berganti personel dan masih terkenal sampai sekarang. Ini dia.
1. Superman Is Dead
Seperti yang Superman Is Dead tulis di lirik lagu ‘Kita Luka Hari Ini Mereka Luka Selamanya’-- “Takkan menyerah dan tak pernah berubah,”--hingga hari ini, tiga punk rockers asal Bali, Bobby Kool, Eka Rock, dan Jerinx, masih terus menyuarakan perlawanan atas penindasan sejak 1994 dalam bentuk musik.
Memanfaatkan Twice Bar milik keluarga Jerinx yang berlokasi di Jalan Poppies II, Kuta, Bali, sebagai tempat berekspresi, Superman Is Dead yang 24 tahun lalu belum memiliki banyak karya orisinil biasa membawakan lagu-lagu punk milik NOFX dan Green Day.
Mereka baru merilis album perdana berjudul ‘Case 15’ di tahun 1997. Hingga kini, ketiganya telah menelurkan lebih dari lima album.
Selama berkarier, Superman Is Dead telah memenangkan tiga AMI Awards di tahun 2003, 2006, dan 2014, serta terpilih sebagai ‘Group/Band/Duo of The Year’ di Indonesian Choice Awards 2014 berkat album terakhir mereka, ‘Sunset Di Tanah Anarki’ (2013).
Saat ini, semua personel Superman Is Dead sedang aktif berperan di gerakan Bali Tolak Reklamasi (BTR) dan sudah jarang tampil di layar kaca. Tapi Superman Is Dead memiliki fans fanatik yang militan. Hal itu terbukti dari sesaknya JIExpo Kemayoran, Jakarta, kala mereka tampil di acara Big Bang Jakarta pada penghujung tahun lalu.
2. Shaggydog
Enam lelaki pecinta musik reggae/ska asal Sayidan, Yogyakarta, ini mungkin tak pernah mengira bisa terus eksis sampai detik ini. Mereka adalah Heru, Richard, Raymond, Bandizt, Lilik, dan Yoyo, yang mendirikan Shaggydog pada 1 Juni 1997.
Meski sang frontman, Heru, tengah asyik menjalankan proyek duo DJ bernama Dubyouth Soundsystem, Shaggydog masih aktif di industri dengan merilis album secara independen bertajuk ‘Putra Nusantara’ pada 2016 lalu.
Artinya, bermula dari album perdana mereka ‘Shaggydog’ (1999) hingga saat ini, band asal Kota Gudeg ini sudah memiliki enam album. Mereka juga masih tampil di berbagai acara on air maupun off air.
Sudah banyak prestasi yang Shaggydog torehkan, beberapa di antaranya adalah berhasil tampil di Festival Mundial Belanda pada 2006 dan Darwin Festival Australia pada 2009.
Selama lebih dari dua dekade menciptakan karya musik reggae/ska yang apik dan unik, Shaggydog tetap memiliki banyak fans yang terus setia menemani perjalanan mereka. Meski tergolong sebagai band lawas, konser Shaggydog di Wonogiri tetap dipadati penonton, terlihat dari foto yang diunggah ke akun Instagram resmi mereka pada 13 Januari lalu.
3. Mocca
Bermodalkan diksi yang kaya dan kemampuan bermain flute yang mumpuni, adik Dewi Dee Lestari, Ariana Ephipania, sukses mempertahankan eksistensi Mocca bersama tiga personel lainnya, Riko Prayitno, Achmad Pratama, dan Indra Massad, sejak 1997.
Merdunya lagu-lagu yang diciptakan oleh para alumni Institut Teknologi Nasional (ITENAS) ini telah menghibur tiga generasi di Indonesia. Musik pop jazz vintage yang mereka ciptakan juga membuat penampilan Mocca terasa penuh kenangan.
Mocca mulai terkenal semenjak memprakarsai original soundtrack film ‘Catatan Akhir Sekolah’ (2005) karya Hanung Bramantyo. Sampai sekarang, Mocca juga tetap setia di jalur indie. Dengan modal uang secukupnya, kecerdasan semua personel Mocca yang awet tak terganti nyatanya mampu menghadirkan empat album, ‘My Diary’ (2002), ‘Friends’ (2004), ‘Colors’ (2007), dan ‘Home’ (2014).
Walau di Indonesia musik Mocca hanya didengarkan oleh kalangan tertentu, Ariana cs membuktikan bahwa musik bersifat universal. Mocca sangat terkenal di Korea Selatan, di saat musik dan serial drama Korea menjamur di kalangan remaja milenial Tanah Air.
Selain itu, demi menunjukkan eksistensi mereka di industri musik indie Indonesia, pada 1 Januari lalu melalui YouTube, Mocca mengunggah video live acoustic session lagu ‘When We Were Young’ yang berkolaborasi dengan Vicky Mono, vokalis band metal Burgerkill.
4. The S.I.G.I.T
Siapa sangka Rektivianto ‘Rekti’ Yoewono mengabadikan nama ayahnya untuk nama band yang ia dirikan bersama Farri Icksan, Aditya Bagja, dan Donar ‘Acil’ Armando, pada 2002?
The S.I.G.I.T (Super Insurgent Group of Intemperance Talent) merupakan band garage rock ala Led Zeppelin asal Kota Kembang yang liar, nakal, dan tak terhentikan loyalitasnya. Selama 15 tahun, anggota The S.I.G.I.T tak pernah berubah, tetapi kualitas dan repetoar musik mereka kian meningkat dan berkembang.
Bermodalkan skill otodidak, empat cowok gondrong itu telah melahirkan dua album dan dua Extended Play (EP). Meski terkesan sedikit, single-single di semua rilisan resmi The S.I.G.I.T selalu menarik untuk didengarkan.
The S.I.G.I.T juga punya atraksi panggung yang luar biasa. Hal itu juga yang menjadikan band yang melantunkan 'Black Amplifier' ini sebagai raja pentas seni berbagai sekolah dan kampus di era milenial.
Sempat satu kali menjadi nominasi AMI Awards 2008 untuk kategori ‘Pendatang Baru Terbaik’, The S.I.G.I.T lebih banyak dapat panggung di negara tetangga Indonesia, Australia. Rangkaian tur di 11 lokasi bertajuk ‘Cognition Tour’ yang digelar mulai dari 27 April 2016 sampai 9 Mei 2016 menjadi bukti kecintaan Australia pada band tersebut.
5. The Changcuters
Rambut klimis dan gaya flamboyan khas pria Inggris serta musik rock and roll klasik adalah hal yang tak bisa dilepaskan dari The Changcuters sejak 2004. Hingga kini, The Changcuters tetap digawangi oleh Tria, Iqbal, Qibil, Alda, dan Dipa.
Tak mau berlama-lama, The Changcuters dibantu oleh Uki 'NOAH' sebagai produser langsung tancap gas merilis album ‘Mencoba Sukses’ pada 2006. Tertarik melihat keunikan musik The Changcuters, label Sony BMG langsung menggaet dan menghadiahi mereka album repackage ‘Mencoba Sukses Kembali’ di tahun 2008.
Dengan dirilisnya album ‘Binauralis’ pada 2016, The Changcuters sudah memiliki enam album. Meski liriknya lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia, semua komposisi musik The Changcuters banyak terinspirasi dari berbagai band lintas generasi asal Inggris, seperti The Beatles, The Doors, The Strokes, Bloc Party dan Arctic Monkeys.
Banyak penghargaan musik dan prestasi yang telah didapatkan oleh band asal Bandung ini, salah satu yang terbesar adalah memenangkan kategori ‘Pendatang Baru Terbaik’ di AMI Awards 2008. Selain itu, kelima anggota juga dipercaya untuk bermain film layar lebar, yakni dengan menjadi tokoh-tokoh utama di trilogi film ‘The Tarik Jabrix’.
Tak hanya itu, The Changcuters juga pernah mendapat kesempatan untuk menghibur masyarakat Jepang kala terpilih sebagai salah satu penampil di hari pertama Summer Sonic Festival 2015. Di hari itu, band yang menyanyikan lagu 'Main Serong' ini bersanding dengan musisi-musisi besar seperti The Chemical Brothers, Manic Street Brothers, dan Marilyn Manson.