Alasan 30 Maret Jadi Hari Film Nasional
-
Usmar Ismail (Instagram)
Uzone.id - Selamat Hari Film Nasional Ke-69 ya gaes. Beragam kegiatan dilakukan untuk menyemarakkan Hari Film Nasional yang jatuh pada hari ini, Sabtu (30/3/2019).Wakil Presiden Jusuf Kalla misalnya, telah memberikan apresiasi kesetiaan kepada 10 orang yang berjasa dalam perfilman nasional di acara puncak Perayaan Hari Film Nasional di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, Jumat (29/3).
Mereka adalah aktor Aminah Cendrakasih; sutradara Heru S Sujarwo, aktor Nana Awaludin, direktur fotografi Soleh Ruslani, (almarhum) budayawan Sujoko Danusubroto, pengemudi Ambar, pengisi suara Eti Sumiyati.
Baca juga: 'My Stupid Boss 2' Lebih Laku dari Film Pertama
Selain itu, Hari Film Nasional juga dimeriahkan dengan diputarnya film pendek fiksi berdurasi 13 menit berjudul ABRI Masuk Desa (AMD) yang digarap oleh Pusat Pengembangan Perfilman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) bekerja sama dengan Jaringan Kerja Film Banyumas Raya (JKFB) dan Cinema Lovers Community (CLC) Purbalingga.
Menurut Sutradara AMD, Bowo Leksono, pemutaran perdana AMD sebagai program pemutaran bulanan CLC Purbalingga Bioskop Rakyat sekaligus dalam rangka Hari Film Nasional.
Sejarah Hari Film Nasional
Btw, kenapa Hari Film Nasional jatuh pada tanggal 30 Maret ya? Ada yang tahu gak.
Berawal dari sutradara kenamaan Indonesia, Usmar Ismail, lewat perusahaannya sendiri, Perfini, memproduksi film berjudul Darah dan Doa atau The Long March (of Siliwangi) atau Blood and Prayer.
Usmar Ismail mengambil gambar pertamanya di tanggal 30 Maret 1950. Tanggal itu jadi hari yang sangat bersejarah.
Presiden B.J. Habibie melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1999 menetapkan tanggal tersebut sebagai Hari Film Nasional. Usmar Ismail memang dikenal sebagai Bapak Perfilman Indonesia.
Tentu saja ada alasan kuat di balik terpilihnya film 'Darah dan Doa' untuk mengacu pada Hari Film Nasional.
Pasalnya, film ini merupakan film Indonesia pertama yang secara resmi diproduksi oleh Indonesia setelah terbentuk sebuah negara kesatuan dan berakhirnya Perang Kemerdekaan Indonesia.
Menurut Wikipedia, kisah film ini berasal dari skenario penyair Sitor Situmorang (butuh rujukan) yang menceritakan seorang pejuang revolusi Indonesia yang jatuh cinta kepada salah seorang gadis Jerman yang bertemu dengannya di tempat pengungsian.
Sinopsis 'Darah dan Doa' mengisahkan perjalanan panjang (long March) prajurit divisi Siliwangi RI, yang diperintahkan kembali ke pangkalan semula, dari Yogyakarta ke Jawa Barat setelah Yogyakarta diserang dan diduduki pasukan Kerajaan Belanda lewat Aksi Polisionil.
Rombongan hijrah prajurit dan keluarga itu dipimpin Kepten Sudarto (Del Juzar). Perjalanan ini diakhiri pada tahun 1950 dengan diakuinya kedaulatan Republik Indonesia secara penuh.
Film berdurasi 128 menit ini lebih difokuskan pada Kapten Sudarto yang dilukiskan bukan sebagai pahlawan tetapi sebagai manusia biasa.
Baca juga: 'Lukisan Ratu Kidul': Ussy Sulistiawaty Patah Kuku hingga Kesurupan
Meski sudah beristri di tempat tinggalnya, selama di Yogyakarta dan dalam perjalanannya ia terlibat cinta dengan dua gadis. Ia sering tampak seperti peragu. Pada waktu keadaan damai datang, ia malah harus menjalani penyelidikan, karena adanya laporan dari anak buahnya yang tidak menguntungkan dirinya sepanjang perjalanan.
Meskipun Usmar Ismail menjadi orang pertama yang meletupkan industri perfilman Indonesia, namun sampai sekarang lelaki kelahiran Bukittinggi, 20 Maret 1921 dan meninggal dunia pada 2 Januari 1971 itu tak kunjung diberi gelar pahlawan.
Sebelum Darah dan Doa, Usmar Ismail sudah menggarap dua film berjudul Harta Karun (1949) dan Tjitra (1949).
Sayangnya, tahun 1954-1955, Perfini mengalami krisis finansial sehingga film Krisis (1953) yang disutradarai Usmar Ismail gak sanggup menutup utang bank meski pun sukses secara komersil.
Maka dari itu, muncul ide mendirikan Persatuan Perusahaan Film Nasional (PPFN) yang dipelopori Usmar Ismail dan Djamaludin Malik. Mereka juga menjadi anggota Federation of Motion Picture Producers in Asia (FPA).
Usmar Ismail Belum Jadi Pahlawan Nasional
Pada tahun 2018, Jusuf Kalla dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sempat membahas usulan gelar pahlawan bagi Usmar Ismail.
Anies memang yang mengusulkan agar Usmar Ismail mendapat gelar Pahlawan Nasional. Menurut Jusuf Kalla, usulan memang harus dari daerah asal.
Jusuf Kalla bilang, Usmar Ismail pantas dapat gelar Pahlawan Nasional karena kiprahnya di bidang perfilman. Namun, saat di tahun itu pemberian gelar Pahlawan Nasional bagi Usmar Ismail belum bisa dilakukan karena alasan waktu yang singkat.