All About Aplikasi Mastodon: Dari Fitur Hingga Cara Kerja Mirip Twitter
Uzone.id - Mastodon menjadi salah satu aplikasi yang naik pamor ketika ada kisruh Twitter dan Elon Musk. Yap, ketika Twitter disebut akan runtuh, Mastodon menjadi aplikasi alternatif yang diserbu karena fiturnya yang hampir mirip dengan aplikasi burung biru ini.
Sebagai salah satu pengguna setia Twitter, saya ikut resah dan takut Twitter benar-benar tak bisa diakses. Maka dari itu, beberapa waktu terakhir saya mulai mencoba aplikasi Mastodon.Walaupun belum sepenuhnya paham dengan aplikasi ini, saya akan sedikit berbagi apa saja yang saya rasakan ketika masuk dan bermain di media sosial yang sudah memiliki lebih dari 7 juta user ini.
Cara login ke Mastodon
Berbeda dengan Twitter yang hanya terdiri dari satu kesatuan pengguna, Mastodon ini merupakan sebuah situs dengan berbagai server di dalamnya.
Ketika mendaftar, kalian akan diminta untuk memilih server atau ‘Instance’ yang bakal jadi ‘rumah’ kalian saat membuka aplikasi. Kalian akan mendapatkan asupan konten dari sesama pengguna yang ada di server tersebut.
Baca juga: Mastodon Jadi Tempat 'Hijrah' Pengguna Twitter, Keamanannya Diragukan?
Contohnya, untuk server khusus pengguna di Indonesia ada mstdn.id, ada juga komunitas lain berdasarkan wilayah, seni, musik, jurnalis, teknologi, pendidikan dan lainnya. Ingat, kalian hanya bisa memilih satu server saja untuk satu akun.
Selanjutnya, seperti media sosial lainnya, kalian diminta untuk mendaftar menggunakan email dan password, memasukkan foto dan juga username. Beginilah kira-kira tampilan profil di Mastodon. Serupa dengan Twitter dan media sosial lainnya, tapi beda….
Fitur-fitur Mastodon: masih terbatas dan bikin bingung
Ketika masuk, saya langsung disuguhkan dengan timeline yang terdiri dari orang-orang yang satu server atau satu Instance. Sedikit mengisi kekosongan timeline saya yang masih belum follow siapa-siapa.
Lagi dan lagi, Mastodon memang mirip sekali dengan Twitter dalam hal penampilan, untuk ikon home, pencarian, profil, membuat postingan dan notifikasi ada di bagian bawah layar.
Selanjutnya, kalau Twitter punya Retweet, Mastodon punya Reblog. Di Twitter ada Likes, di Mastodon ada Favorites. Fitur Reply-nya juga mirip dengan Twitter versi jadul yang masih memasukkan nama pengguna yang ikut dalam percakapan.
Selanjutnya, di bagian Pencarian, Mastodon memberikan ruang terbuka yang lebih luas lagi dibandingkan Timeline.
Salah satu menu yang menurut saya paling menyenangkan adalah berbagai bar yang ada di Pencarian ini, karena lebih banyak interaksi dan konten di dalamnya. Terdapat menu Posts, Hashtag, News, Community dan rekomendasi akun untuk pengguna di menu For You.
Jujur saja, saya masih belum bisa membedakan antara Timeline, Posts dan Community yang sama-sama membagikan postingan dari anggota server. Fitur Hashtags juga masih belum jelas apakah hashtag teratas merupakan hastag yang sedang trending atau bukan.
Baca juga: Lelah Dengan Elon Musk, Warga Twitter Hijrah ke Medsos Baru?
Agak sedikit susah untuk mencari teman yang kita kenal di platform ini karena tak ada algoritma rekomendasi atau suggestion untuk pengguna baru, tak ada juga teman sesama kontak atau rekomendasi akun terkenal yang ada di media sosial lain.
Tapi, untuk memudahkan kalian mencari teman, kalian bisa menggunakan hastag yang digunakan warganet Twitter untuk ‘migrasi’ ke Mastodon. Atau kalian bisa janjian dengan mutual di Twitter untuk saling follow di Mastodon.
Selebihnya, kinerja platform ini sama dengan Twitter dimana kalian bisa memposting foto atau caption yang ingin kalian bagikan. Mastodon memiliki lebih banyak karakter limit yaitu 500 karakter untuk satu kali posting.
Salah satu fitur yang mungkin tak ada di Twitter adalah fitur dengan ikon speech bubble yang digunakan untuk menulis sebuah postingan tersembunyi ‘What’s on your mind’.
Setelah di posting, untuk membuka pesan tersebut, kalian hanya menekan tulisan ‘Tap to reveal’ yang ada dibawah tulisan pembuka.
From this:
To this:
First impression ketika masuk Mastodon: Saya ada dimana?
Saat membuka Twitter dan media sosial lain yang sudah familiar, mungkin kita langsung dihadapkan dengan komunitas terbuka yang terdiri dari semua pengguna Twitter (baik itu lokal maupun internasional) yang kebanyakan kita ketahui.
Pengguna juga harus masuk ke sebuah server atau komunitas yang akan menjadi rumah mereka. Karena saya ingin berkawan dengan sesama orang Indonesia, saya mencoba masuk ke server ‘mstdn.id’ yang memiliki anggota under 1000.
Karena masih pengguna baru, Mastodon membuat saya merasa bingung dan ‘sendirian’ di platform. Selain karena penggunanya yang sedikit, Mastodon juga tidak merekomendasikan akun yang kemungkinan dikenal banyak orang.
Alhasil, saya harus memfollow dulu orang-orang yang saya kenal dari media sosial lain agak timeline saya terasa lebih familiar.
Selain itu, impresi lain yang saya dapatkan setelah bermain di platform ini adalah mirip dengan fitur ‘Community’ yang ada di Twitter. Bedanya, di Twitter kita bisa men-switch antara komunitas dan timeline general, di Mastodon komunitas ini menjadi timeline utama pengguna.
Jika ada yang bilang Mastodon adalah alternatif dari Twitter, saya akan bilang 50 persen setuju. Karena secara tampilan, Mastodon mengingatkan saya dengan tampilan Twitter yang lama.
Walaupun dengan fitur dan pengguna yang masih serba terbatas, akan sangat menyenangkan jika banyak pengguna yang kita kenal muncul di Mastodon.
Selain itu, seperti yang disebutkan oleh saya sebelumnya, saya masih bingung dengan beberapa fitur yang hampir sama gunanya, seperti fitur Post dan Community di tab Pencarian yang menurut saja mirip, yaitu sama-sama membagikan postingan dari anggota server.
Saya juga masih bingung apakah Mastodon punya fitur pesan pribadi (DM) atau tidak, karena selama saya menggunakan aplikasi ini, saya tidak menemukan ikon untuk mengirim pesan secara personal.
Selebihnya, untuk aplikasi yang masih terbilang baru digemari, Mastodon menyediakan fitur dasar yang memang menjadi tujuan pengguna, yaitu Post, Reblog, dan Favorites serta interaksi terbuka antar pengguna. Fitur yang terbilang cukup untuk menjadikan Mastodon sebagai alternatif dari Twitter.
Saya tak sabar untuk melihat banyak pengguna bergabung ke Mastodon (walaupun kemungkinan akan sulit karena Twitter tak jadi ditutup), saya juga ingin melihat pembaruan apa yang akan dihadirkan di Mastodon.
Bagi kalian yang ingin merasakan alternatif dari Twitter, aplikasi Mastodon ini sudah tersedia di App Store, Play Store dan juga dalam bentuk web.