Home
/
News
Anda Beli Buku 'Jokowi Undercover' Lewat FB? Siap-Siap Dilacak
Siswanto03 January 2017
Bagikan :
Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia menelusuri distribusi buku 'Jokowi Undercover' tulisan Bambang Tri Mulyono.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Komisaris Besar Rikwanto mengatakan penyidik juga melacak siapa saja yang membeli buku yang dijual lewat Facebook tersebut.
"Kami cari dulu (buku-bukunya), berapa banyak, siapa yang menerima," ujar Rikwanto di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Selasa (3/1/2017).
Rikwanto mengatakan penyidik juga sedang melacak tempat buku tersebut dicetak.
"Dia mencetak sendiri, dipesankan lewat internet juga, kami sedang lacak cetaknya dimana tempatnya, dia juga promosikan lewat internet, sore ini kita akan periksa, sudah berapa pemesan siapa saja, tentunya ada alamat lewat internet. Yang bersangkutan juga dalam pengakuan pernah melakukan penerbit tertentu ditolak, karena sama sekali tidak bisa dipertanggungjawabkan isinya," katanya.
Penyidik telah memeriksa Bambang Tri Mulyono dan sekarang dia ditahan di kantor polisi.
Menurut hasil pemeriksaan, Bambang menulis buku tersebut dengan bahan yang diolah dari kumpulan konten di media sosial dan internet.
"Dia analisa sendiri dia kumpulkan, kemudian dia simpulkan sendiri, sehingga dia menjadi narasi-narasi yang seolah-olah itu sebuah kebenaran yang dituangkan dalam sebuah buku," kata dia.
Foto-foto yang dipakai dalam buku, katanya, berasal dari dunia maya atau dari Google.
"Kita tanya dari mana, saudara Bambang memiliki kemampuan itu, dia cari di Google, dari Google ada petunjuknya, kemudian dia membandingkan foto satu dengan foto lainnya dengan caranya sendiri, sehingga dia simpulkan cocok oleh dirinya sendiri," kata Rikwanto.
Dalam menangani kasus ini, polisi melibatkan para pakar.
Kasus ini pertamakali dilaporkan Michael Bimo ke Badan Reserse Kriminal Mabes Polri.
"Kami cari dulu (buku-bukunya), berapa banyak, siapa yang menerima," ujar Rikwanto di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Selasa (3/1/2017).
Rikwanto mengatakan penyidik juga sedang melacak tempat buku tersebut dicetak.
"Dia mencetak sendiri, dipesankan lewat internet juga, kami sedang lacak cetaknya dimana tempatnya, dia juga promosikan lewat internet, sore ini kita akan periksa, sudah berapa pemesan siapa saja, tentunya ada alamat lewat internet. Yang bersangkutan juga dalam pengakuan pernah melakukan penerbit tertentu ditolak, karena sama sekali tidak bisa dipertanggungjawabkan isinya," katanya.
Penyidik telah memeriksa Bambang Tri Mulyono dan sekarang dia ditahan di kantor polisi.
Menurut hasil pemeriksaan, Bambang menulis buku tersebut dengan bahan yang diolah dari kumpulan konten di media sosial dan internet.
"Dia analisa sendiri dia kumpulkan, kemudian dia simpulkan sendiri, sehingga dia menjadi narasi-narasi yang seolah-olah itu sebuah kebenaran yang dituangkan dalam sebuah buku," kata dia.
Foto-foto yang dipakai dalam buku, katanya, berasal dari dunia maya atau dari Google.
"Kita tanya dari mana, saudara Bambang memiliki kemampuan itu, dia cari di Google, dari Google ada petunjuknya, kemudian dia membandingkan foto satu dengan foto lainnya dengan caranya sendiri, sehingga dia simpulkan cocok oleh dirinya sendiri," kata Rikwanto.
Dalam menangani kasus ini, polisi melibatkan para pakar.
Kasus ini pertamakali dilaporkan Michael Bimo ke Badan Reserse Kriminal Mabes Polri.
Sebelumnya, Rikwanto mengatakan tuduhan yang dimuat dalam Jokowi Undercover didasarkan atas sangkaan pribadi Bambang. Sementara analisa fotometrik yang diungkap tidak didasari keahlian apapun, melainkan hanya persepsi dan perkiraan pribadi.
"Motif tersangka sebagai penulis hanya didasarkan atas keinginan untuk membuat buku yang menarik perhatian masyarakat," katanya.
Perbuatan Bambang dianggap menebarkan kebencian kepada keturunan Partai Komunis Indonesia yang tidak tahu menahu tentang peristiwa G 30 S/PKI Madiun 1948 dan 1965.
Perbuatan Bambang, kata Rikwanto, juga dinilai menebarkan kebencian kepada kelompok masyarakat yang bekerja di dunia pers terkait pernyataan Bambang pada halaman 105 yang menyatakan bahwa Jokowi-Jusuf Kalla adalah pemimpin yang muncul dari dan dengan keberhasilan media massa melakukan kebohongan kepada rakyat.
"Selain itu, pada halaman 140, ia menyebut Desa Giriroto, Ngemplak, Boyolali adalah basis PKI terkuat se-Indonesia, padahal tahun 1966 PKI sudah dibubarkan," katanya.
"Motif tersangka sebagai penulis hanya didasarkan atas keinginan untuk membuat buku yang menarik perhatian masyarakat," katanya.
Perbuatan Bambang dianggap menebarkan kebencian kepada keturunan Partai Komunis Indonesia yang tidak tahu menahu tentang peristiwa G 30 S/PKI Madiun 1948 dan 1965.
Perbuatan Bambang, kata Rikwanto, juga dinilai menebarkan kebencian kepada kelompok masyarakat yang bekerja di dunia pers terkait pernyataan Bambang pada halaman 105 yang menyatakan bahwa Jokowi-Jusuf Kalla adalah pemimpin yang muncul dari dan dengan keberhasilan media massa melakukan kebohongan kepada rakyat.
"Selain itu, pada halaman 140, ia menyebut Desa Giriroto, Ngemplak, Boyolali adalah basis PKI terkuat se-Indonesia, padahal tahun 1966 PKI sudah dibubarkan," katanya.
Preview
Berita Terkait:
Sponsored
Review
Related Article