Apakah Driver Online Termasuk Musafir?
Ilustrasi: NikkeiAsia
Pertanyaan (Robi):
Sebagai driver online, saya sering terlewat untuk menunaikan salat karena harus mengantar penumpang dan sering terjebak kemacetan. Misalnya, ketika masuk waktu Magrib yang waktunya pendek, kemudian terjebak macet sampai waktu Isya. Apakah saya bisa dikategorikan sebagai musafir, mengingat pekerjaan saya menuntut saya di jalanan dan harus menempuh jarak ratusan kilometer, bahkan harus keliling ke beberapa kota?Jawaban (Ustadz Abdul Walid, MHI. Alumnus Ma’had Aly PP Syalafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo):
Seseorang bisa disebut musafir apabila ia sedang melakukan perjalanan jauh. Para ulama berbeda pendapat terkait seberapa jauh jarak yang harus dilewati seseorang hingga ia dapat disebut musafir.
Imam Al-Awza’i, misalnya, menyebut bahwa musafir adalah mereka yang melakukan perjalanan sejauh perjalanan yang memakan waktu satu hari jalan kaki (empat farsakh). Sementara itu, Imam Syafii dan Imam Ahmad bin Hambal, mengatakan bahwa musafir adalah mereka yang melakukan perjalanan sejauh perjalanan kaki dua hari dua malam (16 farsakh).
Berbeda dengan beberapa ulama di atas, Imam Abu Hanifah dan Imam Al-Tsauri mengatakan bahwa musafir adalah mereka yang melakukan perjalanan sejauh perjalanan kaki selama tiga hari tiga malam (24 farsakh).
Lalu apa itu farsakh dalam istilah fikih?
Farsakh adalah satuan ukuran jarak tempuh. Menurut Subhi Shalih dan Wahbah Al-Zuhaily, satu farsakh sama dengan jarak 3 mil, 5444 meter (5,544 Km), 12.000 langkah, atau sekitar perjalanan (kaki) yang memakan waktu 1,5 jam.
Sementara itu, menurut Imam Al-Awza’i, agar seseorang bisa disebut sebagai musafir, ia harus menempuh jarak 4 farsakh. Itu sama dengan jarak tempuh sejauh 22,176 Km. Jika jaraknya 16 farsakh, maka sama dengan 88,704 Km. Jika jaraknya 24 farsakh, maka sama dengan 133,056 Km.
Nah, terkait pertanyaan sahabat KESAN di atas, maka saudara hitung sendiri, berapakah jarak yang saudara tempuh sebagai seorang driver taksi atau ojek online dalam beraktivitas. Jika telah mencapai jarak yang telah disebutkan di atas, maka saudara bisa dikategorikan sebagai musafir dengan syarat bahwa dia telah keluar dari batas desanya (bisa gapura, dll).
Apa keuntungan yang didapat sebagai seorang musafir?
Syeikh Zainuddin Al-Malibari mengatakan bahwa seorang musafir bisa mendapatkan rukhshah (keringanan hukum) dengan melakukan qashar (meringkas rakaat salat) salat atau jama’ (menggabung dua salat wajib dalam satu waktu) salat.
Penjelasannya adalah, bila saudara berangkat kerja di waktu Subuh, maka saudara salat Subuh terlebih dahulu, kemudian barulah “bismillah” berangkat kerja. Ketika masuk waktu Zuhur dan orderan penumpang kosong atau sepi, maka lakukanlah salat Zuhur empat rakaat, lalu pada waktu yang sama dilanjutkan dengan salat Asar. Salat seperti ini disebut sebagai salat jama’ taqdim (menggabungkan salat yang dilakukan di awal waktu salat) dalam fikih.
Di sisi lain, saudara juga bisa meng-qasar salat Zuhur yang empat rakaat menjadi dua rakaat dan asar yang empat rakaat menjadi dua rakaat dalam satu waktu di waktu Zuhur. Ini disebut sebagai jama’ taqdim qashar.
Sementara itu, jika pada saat Zuhur orderan sangat padat dan ramai hingga masuk waktu asar, saudara bisa melakukan salat Zuhur di waktu Asar. Dengan catatan, salat Asar dikerjakan terlebih dahulu empat rakaat, lalu disusul salat Zuhur empat rakaat. Salat seperti ini dalam fikih disebut jama’ ta’khir.
Salat jama’ ta’khir ini bisa juga di-qashar masing-masing dua rakaat sama seperti salat jama’ taqdim. Dalam istilah fikih ini disebut sebagai salat jama’ ta’khir qashar.
Begitu seterusnya, salat Isya bisa dilaksanakan pada waktu Maghrib dan sebaliknya, salat Maghrib bisa dikerjakan pada waktu salat Isya dengan niat salat jama’. Akan tetapi dalam konteks qashar antara Magrib dan Isya atau Isya dan Magrib, yang bisa di-qashar hanyalah salat Isya-nya saja, sementara salat Magrib tetap tiga rakaat. Adapun untuk salat Subuh, ia tidak bisa dijamak, juga tidak bisa di-qashar. Ia dilaksanakan sebagaimana biasanya.
Berikut lafaz niat salat jama’:
Lafaz niat salat Zuhur di waktu Zuhur (jama’ taqdim):
أُصَلِّي فَرْضَ الظُّهْرِ اَرْبَعَ رَكَعَاتٍ جَمْعًا عَلَيْهِ الْعَصْرُ جَمْعَ تَقْدِيْمٍ لِلّهِ تَعَالَى
Lafaz niat salat Asar di waktu Zuhur (jama’ taqdim):
أُصَلِّي فَرْضَ الْعَصْرِ اَرْبَعَ رَكَعَاتٍ جَمْعًا عَلَي الظُّهْرِ جَمْعَ تَقْدِيْمٍ لِلّهِ تَعَالَى
Lafaz niat salat Asar di waktu Asar (jama’ ta’khir):
أُصَلِّي فَرْضَالْعَصْرِ اَرْبَعَ رَكَعَاتٍ جَمْعًا عَلَيْهِالظُّهْرُ جَمْعَتَأْخِيْرٍ لِلّهِ تَعَالَى
Lafaz niat salat Zuhur di waktu Asar (jama’ ta’khir):
أُصَلِّي فَرْضَالظُّهْرِ اَرْبَعَ رَكَعَاتٍ جَمْعًا عَلَيالْعَصْرِجَمْعَتَأْخِيْرٍلِلّهِ تَعَالَى
Lafaz niat salat Magrib di waktu Magrib (jama’ taqdim):
أُصَلِّي فَرْضَالْمَغْرِبِثَلَاثَ رَكَعَاتٍ جَمْعًا عَلَيْهِ الْعِشَآءُ جَمْعَ تَقْدِيْمٍ لِلّهِ تَعَالَى
Lafaz niat salat isya di waktu magrib (jama’ taqdim):
أُصَلِّي فَرْضَالْعِشَآءِ اَرْبَعَ رَكَعَاتٍ جَمْعًا عَلَي الْمَغْرِبِ جَمْعَ تَقْدِيْمٍ لِلّهِ تَعَالَى
Lafaz niat salat Isya di waktu Isya (jama’ ta’khir):
أُصَلِّي فَرْضَالْعِشَآءِاَرْبَعَ رَكَعَاتٍ جَمْعًا عَلَيْهِالْمَغْرِبُجَمْعَتَأْخِيْرٍ لِلّهِ تَعَالَى
Lafaz niat salat Magrib di waktu Isya (jama’ ta’khir):
أُصَلِّي فَرْضَالْمَغْرِبِثَلَاثَرَكَعَاتٍ جَمْعًا عَلَي الْعِشَآءِ جَمْعَتَأْخِيْرٍ لِلّهِ تَعَالَى
Wallahu a'lam bish-shawabi.
Referensi: Rawai’ Al-Bayan (Ali Al-Shabuni), Fath Al-Muin.
###
*Jika konten atau artikel di aplikasi KESAN dirasa bermanfaat, jangan lupa share ya. Semoga dapat menjadi amal jariyah bagi kita semua. Aamiin. Download aplikasi KESAN di Android dan di iOS. Gratis, lengkap, dan bebas iklan.
**Punya pertanyaan terkait Islam? Jangan ragu mengirimkannya kepada kami di [email protected] Insya Allah akan kami teruskan kepada para ustadz dan kiai untuk dicarikan jawabannya. Jawaban dari pertanyaan akan diterbitkan—pada umumnya—berdasarkan yang lebih dahulu masuk.