AS Batasi 5G karena Ancam Penerbangan, Indonesia Gimana?
Uzone.id - Pemerintah Amerika Serikat telah membuat keputusan membatasi pergelaran jaringan 5G di pita frekuensi 3,7 GHz secara terbatas negaranya, khususnya di area sekitar bandara.
Hal itu pun berimbas pada isu pergelaran 5G yang tengah digalakkan di Indonesia. Sehingga, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate langsung memberi klarifikasi atas munculnya isu tersebut di media, beberapa hari terakhir ini.Johnny mengatakan, di Indonesia layanan 5G sudah beroperasi secara komersial oleh tiga operator seluler nasional kita, yakni Telkomsel, Indosat dan XL.
BACA JUGA: 5G, PayLater hingga NFT Diramalkan Bakal Hebohkan 2022
"Para operator itu menggunakan dua pita seluler existing, yaitu pita frekuensi 1,8 Ghz dan 2,3 Ghz. Untuk pita frekuensi baru yang sedang dalam proses farming dan refarming guna memberikan tambahan bandwidth dan variasi use case sehingga bermanfaat pada masyarakat dan pelaku usaha," kata Johnny saat jumpa pers 'Dampak Keselamatan 5G Terhadap Penerbangan dengan Studi Kasus Amerika Serikat' di kantor Kominfo, Jakarta Pusat, Rabu (19/1/2021).
Adapun farming dan refarming spektrum baru tersebut sebagai berikut:
- Low band pada pita frekuensi 700 MHz
- Middle band pada pita frekuensi 3,5 GHz dan 2,6 GHz
- High band pada pita frekuensi 26 GHz dan 28 GHz
Kasus yang terjadi di AS, kata Johhnny, konteksnya adalah untuk jaringan 5G yang bekerja pada pita frekuensi 3,7 GHz atau tepatnya pada rentang 3,7 hingga 3,98 GHz.
Sistem yang dikhawatirkan terganggu adalah sistem radio altimeter yang bekerja pada pita frekuensi 4,2 GHz hingga 4,4 GHz.
"Sistem radio altimeter ini merupakan sistem keselamatan utama dan penting dalam pengoperasian pesawat udara guna menentukan ketinggian posisi pesawat udara terbang di atas tanah," ujarnya.
Menurutnya, informasi yang dimanfaatkan pengguna radio altimeter sangat penting dalam mendukung operasi penerbangan terkait dengan keselamatan penerbangan atau flight safety.
Begitu juga dengan fungsi navigasi pada semua pesawat udara, seperti misalnya aircraft collision avoidance, wind shear detection, flight control serta fungsi-fungsi lainnya untuk mendaratkan pesawat secara otomatis.
"Berdasarkan statement by Presiden Biden on 5G agreement yang dirilis oleh situs whitehouse.gov pada 18 Januari 2022, disebutkan penggelaran 5G di AS untuk sementara waktu ditunda pada sejumlah kawasan terbatas, khususnya di bandara utama atau disebut dengan key airport, namun demikian pemerintah AS tetap mengizinkan penggelaran jaringan 5G sesuai jadwal yang telah ditentukan pada wilayah yang berada di luar bandara tersebut," beber Johnny.
Dia menambahkan, hal itu bisa disimpulkan bahwa 90 persen dari rencana penggelaran jaringan 5G tidak terhambat dari pembatasan tersebut. Paralel dengan pembatasan tersebut, solusi teknis bersifat praktis terus dicari dan diupayakan oleh para stake holder terkait di AS.
BACA JUGA: Mitra Driver Gojek Bisa Sewa Motor Listrik Rp45 Ribu per Hari
Bagaimana dengan Indonesia?
Johnny mengatakan, "Untuk konteks Indonesia, perlu kami jelaskan bahwa Indonesia tidak ada rencana untuk menggunakan pita frekuensi 3,7 Ghz dalam rangka implementasi 5G."
Pemerintah dalam hal ini Kementerian Kominfo akan tetap menggunakan pita frekuensi 3,7 Ghz sampai 4,2 Ghz guna keperluan komunikasi satelit, dan bukan untuk 5G.
Dia menyampaikan, untuk 5G rencananya akan memanfaatkan pita frekuensi yang lebih rendah, yaitu pada pita frekuensi 3,5 Ghz yang berada pada rentang 3,4 Ghz hingga 3,6 Ghz.
"Dengan membandingkan pengaturan frekuensi 5G di AS, yang menggunakan pita frekuensi 3,7 Ghz sampai 3,98 Ghz, sedangkan Indonesia pada rentang 3,4 Ghz sampai 3,6 Ghz," katanya.
Pengaturan 5G di Indonesia, menurutnya, dikatakan relatif aman. Hal ini disebabkan tersedianya guard band sebesar 600 Mhz yang membentang mulai dari frekuensi 3,6 Ghz sampai 4,2 Ghz guna membentengi radio altimeter dari sinyal jaringan 5G
"Guard band sebesar itu hampir 3 kali lipat lebih besar dibandingkan dengan yang disediakan di Amerika Serikat," kata dia lagi.
Potensi interferensi antara 5G dengan radio altimeter telah dan saat ini sedang dikaji kementerian Kominfo dengan melibatkan para akademisi serta bekerja bersama Kementerian Perhubungan.
"Kementerian Kominfo akan selalu menjaga setiap komunikasi yang memanfaatkan sumber daya spektrum frekuensi radio bebas dari gangguan atau interferensi, terlebih radio altimeter, suatu sistem yang berkaitan erat dengan keselamatan penerbangan," jelasnya.