Aturan PSE Kominfo Ancam Google dkk Diblokir, yang Rugi Pengguna?
Uzone.id – Separuh tahun 2022 akan segera berakhir dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memanfaatkan momen ini untuk kembali memperingatkan kepada para perusahaan teknologi asing seperti Google, Twitter, Meta, Netflix, dan lain-lain untuk segera mendaftarkan diri sebagai PSE (Penyelenggara Sistem Elektronik). Jika sampai 20 Juli mendatang belum juga, mereka terancam diblokir.
Pihak Kominfo tampak cukup geram karena peraturan ini sudah diresmikan sejak 2020. Dua tahun molor, akhirnya Kominfo memberanikan untuk memberi ultimatum kepada Google, Meta, Netflix, dan lainnya sampai 20 Juli 2022.Lantas, kira-kira bagaimana nasib pengguna dengan adanya aturan PSE Kominfo ini?
“Proses pemblokiran terhadap PSE ini tentunya bisa merugikan pengguna, apalagi dengan melakukan registrasi, berarti PSE harus comply dengan semua pasal yang ada di Permenkominfo Nomor 5 Tahun 2020,” ungkap Kepala Divisi Kebebasan Berekspresi SAFEnet, Nenden Sekar Arum saat dihubungi Uzone.id, Rabu (29/6).
Ia melanjutkan, “di dalam peraturan ini pun masih banyak ditemukan pasal bermasalah yang juga berpotensi mengancam hak atas privasi dan hak atas ekspresi pengguna.”
Menurut Nenden, meskipun Kominfo kerap mengatakan kalau registrasi PSE ini dilakukan demi kepentingan pengguna, bukan berarti pemerintah bisa membuat aturan yang berpotensi bermasalah di kemudian hari.
“Niat baik harus dilakukan dengan cara-cara yang baik juga. Dalam konteks ini, harus dipastikan lagi bahwa aturan yang dibuat sudah menjunjung tinggi hak asasi manusia, bukannya ‘menghalalkan segala cara’,” imbuh Nenden.
PSE lingkup privat ini diatur di dalam PP No. 71 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik dan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2020 Tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat.
Sebelumnya, di dalam situs resmi SAFEnet, mereka pernah secara terbuka meminta pemerintah agar mencabut Permenkominfo ini karena dianggap berpotensi menghalangi kebebasan berekspresi dan berpendapat.
“Koalisi Advokasi Permenkominfo No.5/2020 menghimbau pada Presiden Indonesia Joko Widodo, beserta Kementrian Komunikasi dan Informasi untuk mencabut Peraturan Menteri Komunikasi dan Informasi No. 5 tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat (PSE Lingkup Privat) karena berpotensi menghalangi kebebasan berekspresi dan berpendapat serta meningkat resiko kriminalisasi pembela Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia,” tulis mereka pada 2021.
Menurut pihak SAFEnet, pada dasarnya aturan PSE Kominfo cukup mengejutkan karena regulasi ini muncul di tengah desakan publik kepada pemerintah agar segera menuntaskan pembahasan dan pengesahan RUU Perlindungan Data Pribadi.
“Pemerintah justru mengatur lebih nan teknis terkait sistem elektronik lingkup privat. Karena lingkup privat, tentunya akan punya konsekuensi hukum sekaligus masalah yang sangat mungkin terjadi, terutama dampak yang ditimbulkan dari sisi bukan semata aturan yang tidak sesuai standar, teori hukum maupun prinsip-prinsipnya, melainkan pula masalah dasar kebebasan dan hak-hak asasi manusia, khususnya di ranah digital atau online,” tulis SAFEnet.
Mereka melanjutkan, “Permenkominfo 5/2020 ini perlu dikaji dan diletakkan dalam kerangka analisis hukum, terutama hukum yang terkait dengan hak-hak digital sebagai bagian penting hak asasi manusia di tengah masyarakat digital, dan sekaligus dalam menganalisis lebih mendalam posisinya sebagai salah satu aturan dalam hierarki peraturan perundang-undangan.”
Hingga saat ini, diketahui ada sebanyak 4.634 PSE yang terdaftar di Kominfo, yang mencakup 4.559 PSE domestik dan 75 PSE global.
PSE domestik ini mencakup Gojek, OVO, Traveloka, Bukalapak dan lainnya. PSE global mencakup platform seperti WhatsApp, Google, Facebook, TikTok, Linktree, Spotify dan lainnya. Ada sekitar 2.569 perusahaan yang perlu memperbarui data-datanya atau mendaftarkan ulang.
Jika sampai 20 Juli 2022 belum mendaftarkan sebagai PSE, maka Kominfo tak segan memblokir layanan mereka.