icon-category Health

Bayi Meninggal di Banyuasin Bukan Karena Asap Karhutla

  • 18 Sep 2019 WIB
Bagikan :

Kasus kematian bayi berusia empat bulan di Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan, tidak terkait kasus kabut asap.

Setidaknya begitu kata Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, dr. Anung Sugihantono, M.Kes, dalam acara media briefing di Gedung Kemenkes, Selasa(17/9/2019).

"Saya sudah mendapatkan laporan lengkapnya. Sebenarnya diagnosis yang dibangun oleh teman-teman di lapangan, tidak ada hubungan langsung dengan asap karena keluhan pertamanya panas, dan sesak itu akibat (panas)," kata Anung.

Seperti diberitakan sebelumnya, seorang bayi bernama Elsa Pitaloka mengalami sesak napas sebelum akhirnya mengembuskan napas terakhir di RS Ar-Rasyid Palembang.

Almarhumah bayi Elsa tinggal di Desa Talang Buluh, Kecamatan Talang Kepala, Kabupaten Banyuasin. Desa Talang Buluh sendiri telah dilanda kabut asap karhutla sejak musim kemarau tiba.

Meski begitu, Anung mengatakan bahwa ada kelompok risiko rentan terhadap masalah yang diakibatkan oleh kabut asap. Mereka diantaranya adalah orang tua dan bayi prematur.

"Kalau bayi prematur risikonya besar (terkena ISPA) mungkin kena asap tidak sampai lima menit saja dia sudah batuk, pilek atau kemudian ISPA," tambahnya.

Ketika ditanya berapa waktu seseorang bisa merasakan sesak saat terpapar asap, Anung mengatakan jawabannya berbeda-beda, tergantung individu.

"Usia dewasa kemungkinan masih kuat, paling pusing-pusing. Ini kan beda-beda, sangat individual. Tapi secara umum, kalau (udara) merah, gak ada yang bisa lebih dari 12 jam terpapar."

Untuk itu ia dan Kementerian Kesehatan mengimbau masyarakat untuk tidak bepergian keluar rumah dan menggunakan barrier berupa masker N95.

 

Berita Terkait:

Biar gak ketinggalan informasi menarik lainnya, ikuti kami di channel Google News dan Whatsapp berikut ini.

Bantu kami agar dapat mengenal kalian lebih baik dengan mengisi survei di sini