Bedah Aturan PSE Kominfo, Banyak 'Pasal Karet' dan Bikin Resah?
Ilustrasi foto: Sara Kurfeß @stereophototyp/Unsplash
Uzone.id - Warganet Indonesia bersama dengan pakar siber SAFEnet bersatu melakukan protes terkait aturan Kominfo soal pendaftaran ulang PSE Lingkup Privat asing maupun domestik.
Sebelumnya, menanggapi Permenkominfo 5/2020, SAFEnet menaikkan tagar #ProtesNetizen dan membagikan petisi ‘Surat Protes Netizen’ sebagai bentuk penolakan terhadap aturan yang dinilai merugikan masyarakat. Petisi ini masih terus terbuka dan telah ditandatangani oleh ribuan warga Indonesia yang turut menolak aturan Kominfo.Tahu ga sih?
— SAFEnet #ProtesNetizen #BlokirKominfo (@safenetvoice) July 17, 2022
Berdasarkan aturan @kemkominfo Permenkominfo No.5/2020 dan amandemennya No.10/2021, berbagai macam Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) lingkup privat atau platform digital akan diblokir oleh pemerintah jika tidak melakukan registrasi hingga 20 Juli 2022. pic.twitter.com/ec2HCftL1j
Setelah menaikkan tagar #ProtesNetizen di berbagai media sosial khususnya Twitter, pakar siber SAFEnet kembali mengajak warganet yang menolak peraturan ini untuk menaikkan tagar #BlokirKominfo untuk menyuarakan keresahan terkait berbagai polemik yang ada di Permenkominfo.
“Mau ngasih tahu aja nih, masalah dari aturan Penyelenggara Sistem Elektronik lingkup privat ini bukan cuma urusan registrasi atau tidak registrasi saja, bukan cuma urusan pendataan platform digital saja. Lebih jauh dari itu, isi dari Permenkominfo 5/2020 itu berpotensi melanggar hak-hak kita sebagai pengguna,” tulis SAFEnet dalam postingan Instagramnya.
Baca juga: Sudah Mulai Daftar PSE, Google, Netflix dan Meta Tak Jadi Diblokir
Sementara itu, SAFEnet juga membagikan 5 hal yang dianggap merugikan dan menjadi masalah dari Permenkominfo 5/2020. Berikut diantaranya:
- Bukan hanya pihak media sosial yang kena namun juga berlaku untuk semua platform digital, hal ini tercantum pada pasal 1 ayat 5-7: Definisi PSE bukan hanya aplikasi media sosial namun juga game online, situs belajar, media UGC dll, baik itu milik perseorangan, badan usaha maupun masyarakat.
- Pasal yang dinilai karet dan multitafsir, seperti jangkauan yang ‘dilarang’ dalam pasal 9 ayat 3, 4, 6 dianggap amat luas dan penafsirannya karet. Seperti bunyi ayat 4b “Platform digital yang sudah daftar wajib memutus akses (take down) konten yang dianggap “meresahkan masyarakat dan mengganggu ketertiban umum” yang bersifat mendesak. Kalau tidak akan diberi sanksi pemutusan akses oleh Kominfo. Kalimat yang diberi tanda kutip masih dipertanyakan standar dan ukuran penentuannya.
- Platform digital akan sering menghapus konten, hal ini tercantum dalam pasal 11 poin c: Platform digital tidak akan dikenai sanksi pemutusan akses kalau sudah melakukan pemutusan akses pada konten yang dilarang. Aturan ini dinilai akan mendorong platform digital rajin menghapus konten agar tidak terkena peringatan.
- Platform digital wajib hapus konten dalam 1x24 jam, ini tercantum dalam pasal 14: Platform digital wajib hapus konten dalam waktu 1x24 jam sejak di kontak Kominfo, Untuk konten mendesak, harus dihapus dalam tempo 4 jam. Kalau tidak dihapus, Menkominfo akan meminta provider untuk memblokir akses ke platform digital tersebut. Dalam peraturan terpisah, platform digital akan terkena sanksi apabila tidak menghapus konten tersebut.
- Platform digital wajib memberi akses ke Kementerian dan aparat penegak hukum, hal ini tercantum dalam pasal 21 dan 36: Platform digital wajib memberikan akses Sistem Elektronik dan Data Elektronik ke kementerian/lembaga untuk pengawasan dan APH untuk penegakan hukum. Bahkan di pasal 36, APH dapat meminta platform digital memberi akses untuk melihat isi komunikasi privat.