Begini Jadinya Kalau Orang Indonesia Main NFT dan Kripto karena FOMO
Uzone.id - Aset digital macam Non-Fungible Token atau NFT dan kripto masih terbilang hal baru bagi masyarakat Indonesia. Saat ini, laju perkembangan aset digital diibaratkan seperti mobil yang meluncur di jalan tol dengan kecepatan tinggi.
Sebagian masyarakat Indonesia yang FOMO atau fear of missing out, yang artinya seseorang takut kalau sampai tertinggal dengan segala hal. Cuma-gara-gara ikutan, tak sedikit yang malah mendapat kerugian.Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika, Semuel Abrijani Pangerapan, menilai hal tersebut tak masalah karena memang butuh proses.
BACA JUGA: Bye YouTube Originals, Konten Asli YouTube Resmi Ditiadakan
"Ini hal baru, biarkan, nanti masyarakat belajar dari pemberitaan, jadi NFT itu adalah metode baru untuk jual beli, sebenarnya dia marketplace barang-barang digital ya," kata pria yang akrab disapa Sammy ini kepada Uzone.id di acara 'Peluncuran Indeks Literasi Digital 2021' di Jakarta Pusat, Kamis (20/01/2022).
Dia mengakui bahwa saat ini memang sedang marak foto selebritis, sport, orang-orang hebat, atlet hingga orang yang punya foto-foto unik diperdagangkan dengan platform NFT. Selain itu, sekarang sudah ada lukisan dan bahkan lagu dijadikan NFT.
"Karena pemilik aslinya itu sudah tercatat, dan ini siapa pemiliknya dibeli oleh siapa, itu dicatat semua. Jadi sudah tahu kalau ada satu barang, barangnya ini didistribusikan, itu dicatat. Pertama, karena barangnya itu sudah unik, ada kodenya lah, gak mungkin ada pemalsuan. Kedua adalah setelah barang itu berpindah-pindah tercatat karena menggunakan teknologi blockchain," jelas Sammy.
BACA JUGA: Seminggu Berlalu, Ghozali Everyday (Masih) Disorot Kominfo
Banyak hal baru di dunia maya, Sammy mencontohkan teknologi video conference sebetulnya sudah lama hadir, namun semua orang saat ini sudah tahu karena terbentur dengan kondisi.
"Karena memang itulah yang diharapkan dengan pemberitaan-pemberitaan ini makin menumbuhkan wawasan, selain tadi, literasi ya. Begitu ada pemberitaan, itu bagian edukasi kepada masyarakat.
Meskipun masih banyak yang cuma ikut-ikutan tren alias FOMO, Sammy melihat literasi kunci utama bagi masyarakat. Menurutnya, masyarakat harus diberi pemahaman tentang apa itu ruang digital, dan bagaimana cara kerjanya.
"Akhirnya mereka akan berpikir oh ini bisa, ini bisa, jadi mengetahui cara kerja ruang digital, kayak kita mengetahui cara kerja di ruang fisik, nyebrang tuh ada tempatnya atau kita kalau mau beraktivitas harus ada skill-nya, panjat tebing misalnya. Sama juga kalau di ruang digital, kalau kita pahami, itu dengan sendirinya kita akan mempelajarinya dengan baik," ujarnya.
Sammy berharap dengan adanya literasi digital yang dibekali oleh pemerintah kepada masyarakat, akhirnya masyarakat sendiri yang belajar. "Jadi kita namanya unlock the potential, oh ternyata bisa ya, dan akhirnya dia mikir sendiri."
Budaya digital membaik
Sementara itu, budaya digital mendapat skor tertinggi dalam pengukuran Indeks Literasi Digital Indonesia 2021. Pilar Budaya Digital (digital culture) tercatat dengan skor 3,90 dalam skala 5 atau baik.
Selanjutnya, pilar Etika Digital (digital etics) dengan skor 3,53 dan Kecakapan Digital (digital skill) dengan skor 3,44. Sementara itu, pilar Keamanan Digital (digital safety) mendapat skor paling rendah (3,10) atau sedikit di atas sedang.
Sammy mengatakan, pengukuran indeks literasi digital ini selain untuk mengetahu status literasi digital di Indonesia, juga untuk memastikan upaya peningkatan literasi digital masyarakat makin tepat sasaran.
“Kita ingin terus mempercepat dan mengawal terus tingkat literasi digital masyarakat, mengimbangi dengan perkembangan teknologi digital yang cepat dan makin strategis bagi kehidupan masyarakat Indonesia saat ini,“ kata dia.