Home
/
Gadget

Beli Ponsel di Luar Negeri Setelah 18 April, Terancam Kena Blokir Gak?

Beli Ponsel di Luar Negeri Setelah 18 April, Terancam Kena Blokir Gak?

-

Hani Nur Fajrina05 February 2020
Bagikan :

(Ilustrasi. Foto: Uzone.id/Hani Nur Fajrina)

Uzone.id -- Sejak pemerintah mencanangkan regulasi IMEI yang bertujuan untuk memberangus ponsel-ponsel ilegal atau black market (BM) di Indonesia, seakan ada pandangan yang masih abu-abu di sini, yakni pembelian ponsel di luar negeri. 

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate dengan tegas mengatakan pemerintah akan tetap stick alias memantapkan diri agar aturan IMEI tetap diberlakukan sesuai rencana tanpa molor pada 18 April 2020. Lalu, kalau kita beli beli ponsel di luar negeri setelah tanggal tersebut, apakah terancam diblokir?

Hal yang ditekankan Johnny pada dasarnya bukan masalah lokasi pembelian ponselnya di mana, melainkan nomor IMEI ponsel yang kita beli itu -- apakah IMEI resmi atau bodong.

Baca juga: Menkominfo Usahakan Aturan IMEI Berlaku 18 April 2020

“IMEI itu satu saja, mau beli di mana pun juga, kalau dia benar ya benar. Nanti tinggal diregistrasi ‘kan, yang kita tidak inginkan itu adalah IMEI bodong,” ucap Johnny saat ditemui awak media pada Selasa sore (4/2) di Kantor DPR, Jakarta.

Dia melanjutkan, “kalau misalnya sudah betul semua, dari pabrik yang benar, ikut prosedurnya, di negara manapun juga dia, itu IMEI yang benar. Tinggal masalah masuk wilayah perpajakan Indonesianya, maka tentu di situ ada kewajiban pajak. Tinggal bayar pajak saat register [nomor IMEI]. Seperti Singapura, ada GST, ada tax return, ketika sampai Indonesia ya pajaknya dibayar.”

Mengenai mekanisme penentuan perangkat mana saja yang diblokir dan mana yang tidak, Johnny menuturkan saat ini sedang diracik, khususnya dibantu oleh para perusahaan operator seluler. 

Rencananya, dalam dua pekan ke depan, Johnny akan kembali menggelar pertemuan dengan operator seluler untuk membahas skenario mekanisme tersebut. Sejauh ini, mekanisme Blacklist dan Whitelist kerap disebut sebagai konsep yang bisa saja diterapkan.

Mekanisme Blacklist diberlakukan untuk ponsel-ponsel yang sudah jelas tidak punya IMEI resmi alias IMEI bodong. Sedangkan Whitelist dimanfaatkan untuk orang-orang yang dengan kondisi tertentu seperti turis asing, duta besar dan lain-lain yang berada di wilayah Indonesia dalam kurun waktu tertentu.

Baca juga: Fanboy Apple di Indonesia Mulai Kapok Beli Ponsel BM?

Whitelist juga disebut-sebut bisa menjadi opsi bagi pengguna untuk menguji terlebih dahulu apakah IMEI ponselnya legal atau bodong. Namun, konsep keduanya masih belum ada penjelasan secara rinci.

“Kedua mekanisme ini sama-sama untuk mencegah. Semua menyangkut yang ilegal yang masuk ke wilayah cukai Indonesia. Apakah itu dibawa pakai tangan sendiri dibeli di luar negeri atau dari pasar yang sudah ada di dalam negeri. Semua persoalan IMEI bodong,” tukas Johnny.

Sejauh ini, pemerintah telah memiliki alat yang dapat menguji IMEI ponsel yang berada di Kementerian Perindustrian. Alat ini diberi nama SIBINA atau Sistem Informasi Basis Database IMEI Nasional.

Alat atau mesin SIBINA diklaim dapat melihat nomor IMEI ponsel pengguna dan mengidentifikasi apakah ponsel tersebut legal atau tidak. 

Selain itu, Johnny mengatakan tak menutup kemungkinan jika operator seluler turut menyiapkan alat yang dapat membaca IMEI bodong. 

“Pengadaan alat ini jika perlu, menurut mereka [operator seluler] tidak memakan biaya banyak. Mereka punya semangat yang sama ya, kalau ada tambahan alat, mereka mau menyediakan bersama-sama. Cost-nya tidak besar kok jika dibandingkan beredarnya IMEI bodong selama ini,” tutup Johnny.



populerRelated Article