Musik Pernah Selamatkan Chester Bennington dari Bunuh Diri
Kematian vokalis Linkin Park Chester Bennington Kamis (20/7) di Los Angeles dengan gantung diri mengejutkan banyak orang. Penyebabnya sendiri belum diketahui secara pasti.
Bennington memang punya riwayat hidup yang kelam. Ia menjadi korban kekerasan sejak kecil. Ia juga pernah menjadi korban perundungan atau bullying semasa sekolah.
Baru-baru ini, Bennington kembali di-bully. Bukan lagi karena “kurus dan dianggap berbeda” seperti saat sekolah, vokalis Linkin Park itu pernah dilempari teko plastik saat manggung karena band-nya yang selama 20 tahun terakhir identik dengan rock, hijrah ke pop.
Tak sedikit yang menyebut cibiran fan akibat bergantinya aliran musik itu berdampak pada mental Bennington. Linkin Park memang tampil beda dalam album One More Light.
Padahal itu merupakan harapan baru dari Linkin Park, juga Bennington yang menghadapi sekelumit rintangan dalam hidupnya. Dalam sebuah wawancara, Bennington sempat mengungkapkan alasannya ‘murtad’ dari rock. Ia juga mengaku sudah tahu konsekuensinya.
"Saya ingin orang berpikir kreatif, sebagai seniman orang-orang ini memiliki nyali. Mereka pergi ke mana mereka mau. Mereka tidak terikat oleh aturan tentang apa yang seharusnya mereka lakukan di mata penonton atau sesuatu di luar itu," katanya kepada Upset Magazine.
Preview |
Lebih lanjut dia menyatakan, "Kami adalah Linkin Park dan karena itu musik yang kami buat adalah Linkin Park. Itu [berganti genre musik] bagi saya, sangat berisiko. Saya ingin orang-orang suka mendengarkan album kami, tapi juga menyadari risikonya.”
“Saya merasa berhasil dalam rekaman ini,” tuturnya lagi.
Rekannya, Mike Shinoda pun mendukung pernyataan Bennington. Baginya, One More Light bagaikan kelahiran kembali Linkin Park. “Kami pernah merasakannya [lahir kembali] satu atau dua kalidalam karier kami,” ujarnya. Misalnya, saat merilis Minutes to Midnight.
Minutes to Midnight adalah album ke-tiga Linkin Park. Kata Shinoda, album pertama dan ke-dua mereka mirip. Namun di album ke-tiga saat itu, mereka membuat musik yang berbeda.
“Kami mengeluarkan album ini [One More Light] dengan suara yang ekstrem, setiap lagunya sangat berbeda dari yang terakhir [The Hunting Party],” ujar Shinoda menambahkan.
Shinoda dan Bennington tidak pernah merasa punya ‘bendera’ dalam lagunya. Mereka tidak merasa khusus bergenre new metal, seperti apa yang penggemar dan orang lain labelkan.
“Begitulah musik kami sejak hari pertama. Kami tidak pernah merasa membawa bendera ‘new metal.’ Kami membawa bendera ‘orang yang menyukai banyak musik,’” katanya.
Preview |
One More Light, diakui Shinoda diinspirasi dari keluhan orang-orang tentang kehidupan dan hal-hal yang berat di Twitter. Lagu Heavy misalnya, kata Shinoda bercerita tentang kematian seorang teman dan eksplorasi gagasan bahwa hidup itu singkat.
Selama proses rekaman, terungkap bahwa lagu itu juga bercerita tentang kehidupan pribadi personelnya, terutama Bennington. Ia pernah mengakui, 2015 adalah tahun terburuk bagi dia.
“Tahun 2016 sedikit lebih baik dalam banyak hal, tapi sama sulitnya. Ada beberapa saat dalam beberapa tahun terakhir ini, saya merasa ingin menyerah dalam segala hal. Saya ingin pergi. Saya ingin meninggalkan hidup, dan dari semua orang yang saya kenal,” katanya.
"Sulit mengatakan apa yang menghentikan saya. Ini seperti berbicara tentang kecemasan, kecuali Anda memiliki kecemasan, sulit untuk memahaminya,” lanjutnya.
Bennington juga mengakui ia pernah mengalami depresi berat dan bergulat dengannya sepanjang hidup. “Sampai pada suatu titik di mana saya sangat tertekan, dan kemudian saya menjadi sangat marah karena sejumlah hal,” ujarnya menyebutkan.
Ia juga mengaku selalu berpikir untuk bunuh diri. Terkadang, ia melihat itu sebagai jawaban dari semua masalah yang ia hadapi. Album One More Light lah yang menghentikannya.
Dengan mencurahkan pikirannya pada album itu, ia berhenti berpikir soal bunuh diri.
Lagu per lagu, kata bapak enam anak itu, datang dari pengalaman pribadinya. Battle Symphony misalnya, merupakan pengakuan bahwa dirinya tidak sempurna. Sharp Edges adalah tentang menjadi dewasa, menghindari bahaya tapi terkadang juga harus melakukan bahaya.
Lirik dalam lagu-lagu itu, diakui Bennington, terasa menyedihkan. Tapi dengan musik, baginya itu jadi sebuah harapan. “Kami bernyanyi tentang hal-hal yang sulit, tapi sangat positif. Ini sangat menggembirakan dengan cara tertentu, dan saya ingin itu disampaikan dalam judul albumnya. Rasanya One More Light bekerja dengan sangat baik,” ujarnya.
Ia tahu tak bisa mengontrol reaksi penggemarnya, termasuk soal kekesalan karena Linkin Park hijrah. Tapi setidaknya sebagai musisi mereka melakukan apa yang mereka inginkan.
“Saya tahu akan ada orang yang senang mendengarnya, akan ada orang-orang yang sangat marah. Tapi juga akan ada orang-orang yang tidak mengenal band ini, dan merasa ini adalah suara baru. Sesuatu yang segar,” ujar Shinoda soal album One More Light itu.
Sayang, album itu juga menjadi suara terakhir Bennington yang didengar penggemarnya.
Preview |