Dampak Inovasi Startup Terhadap Tumbuh Kembang UMKM Indonesia
Kementerian Koperasi dan UKM RI di 2017 lalu melaporkan ada 62.9 juta unit Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia. Artinya, nyaris 99 persen pelaku usaha di negeri ini merupakan UMKM. Sehingga peran mereka terhadap perekonomian sangatlah penting.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun sepakat, jika ingin memaksimalkan pertumbuhan ekonomi, UMKM diperlu diberdayakan.“UMKM selama ini mampu menyumbang output ekonomi lebih dari 60 persen dari produk domestik bruto Indonesia,” kata Hendrikus Passagi, Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech Technology OJK.
Hendrikus juga melihat, UMKM mampu menyerap lebih dari 95 persen angkatan tenaga kerja aktif di tanah air. “Sangat powerful UMKM ini di Indonesia,” tegasnya.
Banyak startup tanah air juga menyadari potensi besar yang dimiliki oleh UMKM. Itu sebabnya, banyak yang mencoba melahirkan berbagai inovasi dan solusi baru untuk UMKM. Contohnya adalah Moka, Warung Pintar, hingga Tokopedia.
Tawarkan pembaruan sistem operasional
Salah satu manfaat teknologi adalah membuat kegiatan operasional suatu badan usaha menjadi lebih efektif, sehingga para pelaku bisa fokus dalam mengembangkan bisnis. Manfaat inilah yang coba dihadirkan oleh beberapa startup yang berkecimpung dalam pemberdayaan UMKM.
Moka contohnya. Startup penyedia layanan point-of-sale berbasis cloud ini memberikan solusi dalam hal pembayaran dan pembukuan bagi UMKM.
Mesin kasir yang mereka tawarkan akan otomatis mencatat semua transaksi yang terjadi, sehingga pemilik usaha bisa memantau arus keluar masuk kas (cash flow) tanpa perlu repot. Apalagi teknologi ini sudah terintegrasi dengan banyak sistem pembayaran digital seperti OVO, GOPAY, dan DANA.
Dampak implementasi Moka cukup terasa karena pelaku bisnis tidak hanya diuntungkan dengan operasional yang lebih ringkas, tapi juga penjualan mereka bisa ikut meningkat akibat berbagai promo yang diadakan oleh penyedia pembayaran digital.
“Mesin kasir konvensional belum terintegrasi dengan itu (pembayaran digital),” kata Bayu Ramadan selaku Vice President Brand & Marketing Moka. “Makanya setiap hari owner harus melakukan pembukuan manual, butuh waktu dan tenaga tambahan untuk itu. Belum lagi, biaya untuk membeli mesin kasir seperti itu juga lebih tinggi.”
Perangkat point-of-sale konvensional yang banyak digunakan oleh retail saat ini dijual dengan kisaran harga Rp25 juta. Sementara Moka menawarkan sistem berlangganan untuk UMKM dengan harga Rp300.000 per bulan.
Namun Bayu tetap menekankan bahwa biaya yang lebih terjangkau bukan manfaat utama dari hadirnya teknologi bagi UMKM. Melainkan kesempatan untuk membebaskan diri dari rutinitas operasional, dan fokus pada pengembangan bisnis dan produk.
“Itu yang terus kita edukasi ke penggiat UMKM. Banyak dari mereka yang merasa sistem operasional yang dipakai sudah berjalan baik, kenapa perlu diubah? Padahal kalau sistem operasional lebih ringkas, mereka lebih leluasa untuk mengerjakan hal-hal lainnya.”
Baru-baru ini Moka juga berkolaborasi dengan Kementerian Koperasi dan UKM menggelar UMKM Festival 2019. Salah satu kegiatannya adalah mengadakan kompetisi kemasan produk, di mana tiga pemenang terpilih mendapatkan hadiah total Rp10 juta, program pendampingan, dan kesempatan untuk menggunakan layanan Moka secara gratis.
Permudah akses pendanaan
Selain membenahi sistem operasional, kehadiran startup teknologi di Indonesia juga bisa dimanfaatkan UMKM untuk mencari pinjaman modal usaha. Contohnya Tokopedia yang menawarkan beberapa alternatif pinjaman dana, seperti Modal Toko dan Pinjaman Modal.
“Ketersediaan modal yang lancar memungkinkan para penjual restocking lebih cepat, sehingga keuntungan yang didapatkan pun bisa menjadi lebih tinggi,” kata VP Fintech Tokopedia, Samuel Sentana.
Faktanya kata dia, pendapatan penjual yang mencairkan pinjaman meningkat rata-rata 50 persen, dengan rata-rata jumlah order meningkat hingga 2,5 kali lipat.
Selain Tokopedia, beberapa startup lain juga memiliki layanan serupa. Sebut saja Bukalapak dengan BukaModal dan Modal Mitra, serta Moka dengan Moka Capital. Masing-masing dari mereka bekerja sama dengan fintech seperti Modalku, Investree, Taralite, dan Koinworks untuk menghadirkan jasa permodalan bagi UMKM.
Inovasi yang dihadirkan oleh startup teknologi tanah air ini juga mendapat dukungan dari OJK. Hendrikus menilai, solusi yang didorong oleh startup, khususnya fintech, bisa menjadi jawaban bagi para UMKM yang belum terdaftar di perbankan.
“Bank tidak mudah memberikan UMKM akses dana, karena harus menjaga prinsip kehati-hatian dalam analisa kreditnya. Karena uang bank itukan sebenarnya uang masyarakat,” jelas Hendrikus.
Untuk itu, Hendrikus merasa butuh kehadiran lembaga keuangan yang lebih fleksibel seperti fintech. Sehingga UMKM yang belum bisa memperoleh pinjaman dari bank tetap bisa mendapat pinjaman modal, tanpa perlu terjerat bunga tinggi dari rentenir.
“Ada sekitar 60 juta UMKM di Indonesia, namun hanya ada 16 juta rekening UMKM yang terdaftar di perbankan. Artinya ada lebih dari 40 juta UMKM yang tidak bisa memperoleh kredit dari perbankan,” tutur Hendrikus. “Inilah orang-orang yang perlu dibantu, karena mereka bisa menggerakan sektor riil dan menyerap banyak tenaga kerja.”
Hendrikus melanjutkan, OJK saat ini terus mendorong kematangan ekosistem ekonomi digital di Indonesia. Ia harap, kedepannya perusahaan teknologi di bidang e-commerce, fintech, asuransi, dan pegadaian bisa saling bekerja sama dan menawarkan beragam inovasi baru untuk membantu pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Tantangan besarnya adalah mensosialisasikan solusi ini ke seluruh Indonesia. Jangan sampai hanya dipahami oleh UMKM di pulau Jawa saja.
Bantu hadirkan citra yang kredibel
Kehadiran startup teknologi tidak hanya berperan dalam hal teknis seperti operasional dan permodalan saja. Setidaknya, itu yang dirasakan Bu Made, pengelola warung kecil di kawasan Stasiun Sudimara, Tangeran Banten yang kini bermitra dengan Warung Pintar.
Made menyatakan, Warung Pintar memberinya beberapa fasilitas. Di antaranya sistem kasir, wifi, charging station, dan juga CCTV.
Warung Pintar juga menyediakan relasi ke beberapa supplier, sehingga memudahkannya untuk melakukan restock barang dagangan. Meskipun begitu, Made menilai branding yang dilakukan Warung Pintar terhadap warungnya yang paling memberi dampak.
“Ya kita jadi unik gitu. Orang tertarik karena tampilannya beda sendiri. Banyak yang datang karena penasaran,” terangnya.
Hal senada juga datang dari Mira, pengelola warung tegal (warteg) di Jakarta Selatan yang menjadi mitra Wahyoo. Wahyoo merupakan startup yang fokus melakukan modernisasi warung-warung makan di Indonesia.
“Semenjak ada banner baru (dengan logo Wahyoo) di depan, jadi punya suasana berbeda. Orang jadi percaya untuk urusan rasa dan kebersihan,” kata Mira.
Wahyoo memang melakukan sedikit renovasi dan penataan ulang agar warung yang diajak kerjasama bisa lebih bersih dan tertata.
Selain melakukan peremajaan secara visual terhadap warungnya, Mira juga mengaku mendapat beberapa manfaat lain dari Wahyoo, di antaranya edukasi mengenai manajemen warung dan juga pengelolaan uang.
Mira pernah mendengar bahwa Wahyoo memfasilitasi para pengelola warteg untuk membuka katering berbasis aplikasi, namun hingga saat ini ia sendiri belum memanfaatkannya.
Wahyoo hingga Juli 2019 mengklaim telah merangkul sekitar 7.000 warung makan di kawasan Jabodetabek. Dan menargetkan menyentuh angka 13.000 warung mitra di akhir tahun 2019 ini.
(Diedit oleh Ancha Hardiansya; sumber gambar: KlikPajak)
This post Dampak Inovasi Startup Terhadap Tumbuh Kembang UMKM Indonesia appeared first on Tech in Asia.
The post Dampak Inovasi Startup Terhadap Tumbuh Kembang UMKM Indonesia appeared first on Tech in Asia Indonesia.