David De Gea dan Kakinya yang Bikin Musuh Frustrasi
Minggu, 13 Januari 2019, di Stadion Wembley, Inggris, David De Gea diuji sampai mentok oleh barisan regu tembak Tottenham Hotspur. Ia sampai jungkir balik dan beberapa kali menentang gaya gravitasi agar gawang Manchester United tak kebobolan.
De Gea melakukan 11 kali penyelamatan dalam pertandingan itu: empat kali menggagalkan usaha Harry Kane, tiga kali membuat Dele Alli geleng-geleng kepala, dan masing-masing sekali mementahkan usaha Son Heung-min, Toby Alderweireld, Fernando Llorente, serta Christian Eriksen. Karenanya Hotspur gagal mencetak gol, Manchester United menang 0-1, dan De Gea dinobatkan sebagai man of the match.
“Sebelas penyelamatan yang dilakukan De Gea sangat luar biasa. Ia amat pantas dinobatkan sebagai man of the match,” puji Mauricio Pochettino, pelatih Spurs, setelah pertandingan.
Peter Schmeichel, mantan kiper United, secara terang-terangan menyebut bahwa “De Gea adalah tembok.” Sementara Ander Herrera kehilangan kata-kata untuk menyanjung penampilan rekan senegaranya itu. Di hadapan De Gea, Juan Mata bertingkah seperti seorang gadis yang baru saja mendapatkan kejutan dari kekasihnya: Mata takjub, tersenyum, memegangi kepala dengan kedua tangannya, lantas memeluk kompatriotnya itu.
Keesokan harinya, Mata menulis di blog pribadinya:“De Gea memberi kesan bahwa di mana pun mereka (pemain-pemain Spurs) mengarahkan bola, bola itu akan berakhir di pelukannya. Luar biasa.”
Di antara hujan pujian untuk De Gea itu, pujian dari Piers Morgan merupakan yang paling menarik. Kesal karena Arsenal bermain buruk dan kalah 1-0 dari West Ham United pada pertandingan sehari sebelumnya, jurnalis Inggris pemuja Arsenal itu memuji De Gea sekaligus “marah-marah” kepada para pemain The Gunners..
”De Gea lebih cakap menggunakan kakinya hari ini daripada gabungan setiap pemain Arsenal kemarin," cuitnya.
Morgan tentu mempunyai alasan mengapa ia sampai membandingkan kaki De Gea dengan kaki para pemain Arsenal. Hari itu, lima dari sebelas penyelamatan yang dilakukan De Gea memang terjadi karena kakinya tak kalah cekatan dari kedua tangannya. Lantas, apakah De Gea merupakan kiper yang paling bagus dalam menggunakan kaki?
Bukan Outfield Player dengan Sarung Tangan
Pertandingan persahabatan antara timnas Inggris melawan timnas Hungaris di Wembley pada tahun 1953 silam memang memberikan pengaruh besar terhadap perkembangan sepakbola. Kala itu Inggris babak bundas menghadapi gaya main Hongaria yang seakan berasal dari planet lain; mereka kalah 3-6.
Peran Gyula Grosics, kapten sekaligus kiper Hungaria amat mengagetkan pemain-pemain Inggris. Groscics sering berdiri berdekatan dengan garis pertahan Hongaria. Ketika pemain-pemain Inggris mengirimkan umpan lambung ke arah lini belakang Hongaria, Grosics selalu sigap untuk menghalau bola layaknya seorang pemain belakang.
Brian Ganville, jurnalis Inggris, menyadari kebiasaan unik Grosics itu. Ia lantas mengambil kesimpulan bahwa kebiasaan Grosics tersebut merupakan bagian penting dari sistem permainan Hongaria.
Dilansir dari The Outsider (2012) karya Jonathan Wilson, Ganville membuat catatan, ”Grocics tidak pernah ragu-ragu untuk keluar dari kota penalti, sehingga sering menjadi full-back tambahan. Timing-nya hampir selalu tepat, sampai batas tertentu ia bisa mengurangi beban yang ditempatkan di lini belakang karena posisi inside-forward yang lebih maju dari biasanya.”
Seiring berjalannya waktu, peran Gorsics dikenal dengan istilah sweeper-keeper atau, kalau kata Simon Kuper, “Outfild player dengan sarung tangan”.
Bagi sebuah tim yang melakukan pressing atau memainkan garis pertahanan tinggi, seorang kiper yang bisa berperan sebagai sweeper-keeper tentu sangat menguntungkan bagi tim. Namun, sweeper-keeper sebetulnya tidak bisa dilakukan oleh sembarangan penjaga gawang: ia harus mempunyai nyali.
“Ini semua tentang langkah pertama. Jika aku merasa akan mendapatkan bola, aku akan maju. Aku tidak bisa berhenti di tengah jalan karena gawang akan kosong dan pemain lawan akan memiliki kesempatan untuk menembak. Anda membuat reaksi, lalu, tentu saja, Anda harus yakin bisa mendapatkan bola, “ tutur Manuel Neuer, kiper Bayern Muenchen yang mahir memerankan sweeper-keeper, kepada The Guardian pada Maret 2018 lalu.
Selain itu, sweeper-keeper juga harus mampu menggunakan kakinya sama baiknya dengan tangannya. Jika kualitas umpan seorang sweeper-keeper rendah, itu sama saja dengan melakukan bunuh diri.
Menurut Sam Tighe dalam "The Evolution of the Goalkeeper: What Makes the Perfect Modern Day No.1?" yang tayang di Bleacher Report, Ederson adalah kiper paling komplet di jagat sepakbola. Ia jago di udara, lengket saat menangkap bola, sekaligus pintar mendistribusikan bola dengan kakinya. Dan menyoal yang terakhir, kiper Manchester City ini memang nyaris tiada banding.
Sam Jackson, analis penjaga gawang di The Modern Day GK, pernah mengatakan, “Kaki kiri Ederson yang seperti tongkat sihir bisa mengirim umpan 70 meter sama akuratnya dengan umpan sejauh 10 meter.”
Karena kemampuannya itu, catatan statistik Ederson pun mengagumkan: menurut Whoscored, dari 562 percobaan umpan dengan rataan 3,3 kali umpan lambung per laga, tingkat akurasinya berhasil mencapai 83,3 persen -- menjadi yang terbaik di antara penjaga gawang Premier League lainnya. Dan itu bisa berarti bahwa pemain asal Brasil ini merupakan salah satu kunci dari permainan menyerang Manchester City sejauh ini.
Bagaimana dengan De Gea?
De Gea jelas-jelas bukan seorang kiper yang mampu berperan sebagai sweeper-keeper maupun kiper yang jago dalam urusan distribusi bola dari lini belakang. Sejauh ini, selain jarang keluar dari sarangnya, kedua kakinya tak begitu begitu bagus dalam mendistribusikan bola. Statistik De Gea saat Setan Merah menghadapi Hotspur kemarin bisa jadi contoh. Waktu itu, De Gea 33 kali melakukan percobaan umpan, tapi tingkat akurasinya sangat payah, hanya mencapai 36,4 persen.
Lalu, sebagai seorang kiper, apakah kualitas kaki De Gea lebih buruk dari seorang kiper yang mampu berperan sebagai sweeper-keeper maupun kiper yang jago dalam urusan distribusi bola?
Belum tentu.
Esensi Seorang Penjaga Gawang
Manchester United sejauh ini sudah kebobolan 32 gol di Premier League, 15 gol lebih banyak dari Manchester City dan 22 gol lebih banyak dari Liverpool. De Gea tentu menjadi sasaran tembak dari capaian buruk itu. Meski begitu, penampilan De Gea sebetulnya tak banyak mengalami perbedaan dibandingkan dengan musim-musim sebelumnya.
Menurut catatan situs resmi Premier League, De Gea sejauh ini sudah melakukan 80 kali penyelamatan, berada di peringkat ketiga, di bawah Lukasz Fabianski (83) dan Neil Etheridge (82). Namun, soal kualitas penyelamatan, De Gea ternyata masih lebih bagus daripada Fabianski dan Etheridge.
Dalam hitung-hitungan Sam Jackson pada Oktober 2018, di antara kiper-kiper di Premier League, kualitas penyelamatan yang dilakukan De Gea berada di peringkat ketiga, di bawah Alisson serta Kepa Arrizabalaga. Sementara Etheridge posisinya jeblok, Fabianski satu tingkat di bawah De Gea. Lalu, bagaimana cara Jackson menghitungnya?
Ia menggunakan paramater yang meliputi posisi pemain lawan saat melakukan tembakan, arah tembakan, kekuatan tembakan, bentuk penyelamatan, serta penglihatan penjaga gawang. Dan saat melakukan penyelamatan krusial-krusial itu, kualitas De Gea dapat terlihat dengan sendirinya.
Jackson, dalam The Evolution of Goalkeeper, pernah berpendapat bahwa De Gea merupakan kiper yang memiliki refleks paling bagus di dunia. Dibantu dengan kakinya, ia bisa melakukan penyelamatan dalam situasi tak terduga.
“Dia lebih baik dalam menggunakan kakinya untuk melakukan penyelamatan dibandingkan dengan para penjaga gawang lain. Saat kiper lain membutuhkan waktu sepersekian detik untuk melakukan penyelamatan dengan tangan, David secepat mungkin mengambil keputusan untuk melakukan penyelamatan dengan kakinya dan itu sering berhasil.”
Penyelamatan yang dilakukan De Gea saat menghadapi Arsenal pada 3 Desember 2017 lalu bisa menjadi contoh. De Gea baru saja menepis bola tembakan Alexandre Lacazette dari jarak dekat. Bola kemudian mengarah ke kaki Alexis Sanchez. Saat Sanchez bersiap untuk menendang bola sekeras mungkin, De Gea lalu meluncur secepat kilat dan berhasil menghentikan tendangan itu dengan kaki kanannya.
Selain itu, saat dalam situasi satu lawan satu, De Gea juga merupakan salah satu kiper paling sulit untuk dikalahkan. Ia nyaris tak pernah buru-buru merangsek ke depan. Sebaliknya, ia justru menunggu pemain lawan mendekat ke arahanya, memilih beradu nyali dengan pemain tersebut.
Bagaimana cara De Gea mengalahkan Delle Ali pada Minggu kemarin bisa menjadi bukti. Saat Delle Ali mulai mendekatinya, De Gea tak sedikit pun bergerak maju. Delle Ali kaget, kehilangan momentum, dan menendang bola sekenanya. Alhasil, tendangan Dele Alli mentah di kaki De Gea dan peluang Spurs menguap begitu saja.
Dengan kelebihan-kelebihannya itu, De Gea sebetulnya mengajarkan satu hal penting: apa pun perannya, tugas utama seorang penjaga gawang tetaplah menghindarkan timnya dari kebobolan. Maka, penyelamatan-penyelamatan yang dilakukan De Gea dengan menggunakan kakinya bersama Manchester United, bisa sama pentingnya dengan setiap distribusi bola yang dilakukan Ederson untuk Manchester City.
Baca juga artikel terkait SEPAKBOLA atau tulisan menarik lainnya Renalto Setiawan