Home
/
Startup

Dipersulit India, Investor Teknologi China Beralih ke Indonesia

Dipersulit India, Investor Teknologi China Beralih ke Indonesia

Tomy Tresnady01 December 2020
Bagikan :

(Foto: Tomi Tresnady / Uzone.id)

Uzone.id - Di tengah konflik di area perbatasan antara China dan India, membuat Negeri Bollywood itu menutup pintu terhadap investasi China.

China akhirnya mengalihkan fokus mereka ke Indonesia dan membantu menciptakan lonjakan 55 persen dalam investasi teknologi di ekonomi terbesar Asia Tenggara pada paruh pertama tahun 2020.

Shunwei Capital diluncurkan oleh pendiri pembuat ponsel Xiaomi, dan BAce Capital, yang didukung oleh raksasa fintech Ant Group, keduanya mengatakan bahwa mereka akan mengalihkan dari India ke Indonesia.

Tuck Lye Koh, salah satu pendiri Shunwei, yang menjalankan dana dengan nilai sekitar USD3 miliar atau sekitar Rp42,4 triliun (kurs Rp14.417 per USD1), mengatakan pihaknya berencana untuk mendapatkan lebih banyak kesepakatan di Indonesia, dan bahwa pihaknya "tidak melakukan investasi baru di India untuk saat ini" dan akan fokus pada pengelolaannya portofolio perusahaan yang sudah ada.

Sumber yang mengetahui rencana BAce Capital juga mengkonfirmasi peralihan tersebut, tapi menambahkan bahwa perusahaan tersebut akan kurang aktif di Indonesia dengan alasan pasarnya kurang berkembang.

BACA JUGA: Drama Korea "Start-Up": 5 Pelajaran Hidup dan Bisnis Bagi Milenial

Pemodal ventura China terkemuka lainnya menambahkan bahwa Indonesia satu-satunya pasar di Asia Tenggara yang memerlukan perhatian serius setelah India menutup pintu.

VC China dan investor teknologi mendukung ledakan teknologi di India, berinvestasi di banyak perusahaan rintisan terkemuka di negara tersebut, termasuk perusahaan pembayaran Paytm, perusahaan pengiriman makanan Zomato, dan sebuah platform pendidikan Byju's.

Namun pada bulan April, New Delhi meluncurkan aturan luas yang menargetkan pengambilalihan oportunistik China, menakuti investor dan memotong pendanaan penting untuk perusahaan rintisan teknologi.

Zomato, misalnya, belum menerima dana USD100 juta (Rp1,4 triliun) dari Ant. Minggu lalu, India memasukkan 43 aplikasi China ke daftar hitam.

Indonesia, negara terpadat keempat di dunia, sudah punya jumlah perusahaan rintisan miliaran dolar dan terbesar di Asia Tenggara.

Sementara, perusahaan teknologi global macam Facebook, PayPal hingga Google telah berinvestasi di Indonesia tahun ini.

Menurut laporan tahunan tentang ekonomi digital Asia Tenggara oleh Google, Temasek dan Bain & Company, investasi di sektor teknologi pada paruh pertama di tahun 2020 mencapai USD2,8 miliar (Rp39,6 triliun), meningkat 55 persen pada periode yang sama pada tahun 2019.

Stephanie Davis, direktur pelaksana bisnis Google Asia Tenggara dan Asia Selatan, mengatakan bahwa Asia Tenggara belum mengikuti India dalam menerapkan peraturan investasi yang lebih ketat.

"Orang China tetap menjadi investor yang sangat penting...khususnya di ruang e-commerce," katanya.

Investasi di LinkAja

Lonjakan minat dari investor AS dan China telah melambungkan Indonesia di depan negara-negara lain termasuk Vietnam dan Thailand dalam hal penilaian dan tingkat penggalangan dana.

"Anda sekarang melihat beberapa puaran penggalangan dana yang berukuran seperti Silicon Valley," kata Beau Seil, salah satu pendiri perusahaan modal ventura Asia Tenggara, Patamar Capital.

Dia menambahkan,"Valuasi (dari start-up) juga naik signifikan di Indonesia."

Contohnya saja pulan November 2020, perusahaan teknologi Asia Tenggara, Grab memimpin putaran Seri B senilai USD100 juta (Rp1,4 triliun) di perusahaan fintech LinkAja.

Beberapa pendiri start-up di Indonesia bahkan mencoba meniru model bisnis perusahaan India.

BukuWarung, yang didirikan tahun lalu, telah berupaya mengisi peran yang sama untuk bisnis kecil seperti KhataBook yang berbasis di Bangalore, platform pembukuan yang didanai Seri B bernilai hampir USD300 juta (Rp4,2 triliun) hanya dalam 18 bulan.

Namun, seorang pemodal ventura China mengatakan bahwa mereka mengincar BukuWarung tapi ternyata nilainya sudah penuh.

"Sulit untuk membenarkan beberapa penilaian untuk beberapa perusahan ini, terutama mereka yang menjadi model pada bisnis India. Ada terlalu banyak modal mengejar, terlalu sedikit start-up yang berkualitas," kata dia, seperti dilansir Uzone.id dari The Conservative Investor Daily.

VIDEO Hands On Xiaomi Mi 10 Ultra

populerRelated Article