icon-category Technology

Doktor di UI Gunakan Balon Mainan untuk Deteksi Kanker Paru

  • 11 Jan 2018 WIB
Bagikan :

UPAYA mendeteksi kanker paru ternyata bisa dilakukan dengan alat sederhana. ?Doktor Biomedik dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Achmad Hudoyo menciptakan inovasi deteksi dini penyakit itu dengan menggunakan balon karet. Dia mendapatkan inspirasi dari penelitian tentang kemampuan anjing dalam melacak keberadaan kanker paru di dalam tubuh manusia.

“Anjing pelacak yang sudah terlatih, dapat membedakan napas pasien yang menderita kanker paru dan yang tidak dengan tingkat keakuratan mencapai 93%. Ini mengindikasikan bahwa ada suatu zat tertentu yang hanya terdapat di napas para penderita kanker paru," kata Achmad saat memaparkan disertasinya di Auditorium Gedung IMERI, FKUI, Salemba, Rabu 11 Januari 2018. Gagasan itu pun menjadi landasan Achmad saat memulai penelitiannya.

Dia  mengembangkan sebuah deteksi dini dengan cara memerangkap embusan napas pasien terduga kanker paru ke dalam sebuah balon karet. Balon karet tersebut dimasukkan ke dalam lemari es atau direndam dalam air es agar napas embusan di dalamnya mengalami proses pendinginan.

Selanjutnya, napas embusan disemprotkan ke kertas saring khusus guna menyimpan DNA. Media kertas saring inilah yang akan dikirim ke laboratorium biomolekular untuk pemeriksaan lebih lanjut terkait vonis kanker paru.

Metode ini memiliki keunggulan karena menggunakan alat yang sederhana dan murah berupa balon karet yang sering dimainkan anak-anak dan mudah ditemukan di Indonesia. Bahkan, tingkat keakuratan metode tersebut mencapai di atas 70 persen.

Penyebab kematian utama

Hingga kini,? kanker paru merupakan salah satu penyakit penyebab kematian utama di Indonesia dan dunia. Laporan Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FKUI pada 2015 menyebutkan, dari 668 kasus keganasan rongga torak yang tercatat, 75 persen diantaranya merupakan kasus kanker paru.

Selain itu, angka kelangsungan hidup kanker paru juga rendah. Tercatat, hanya 15 persen penderita pasien penyakit ini yang bisa bertahan hidup sampai 5 tahun. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan angka tahan hidup kanker kolon (61 persen), kanker payudara (86 persen), dan kanker prostat (96 persen).

Salah satu penyebab rendahnya angka kelangsungan hidup penderita kanker paru adalah keterlambatan diagnosis. Hampir 70% pasien penyakit ini ditemukan di tahap stadium lanjut  sehingga pilihan pengobatan menjadi terbatas dan tidak maksimal. 

Achmad berharap, metode yang ditemukannya dapat meningkatkan harapan hidup para penderita kanker paru dengan cara pendeteksian sedini mungkin. Dia juga ingin membantu para penderita pasien paru di daerah-daerah yang belum terjangkau pelayanan kesehatan. Pasalnya, metode deteksi dini tersebut dapat dilakukan melalui pengiriman pos. Tenaga kesehatan cukup mengirim sampel melalui kertas saring yang dimasukkan ke dalam amplop. Kemudian dikirim ke laboratorium untuk penelitian lebih lanjut.

Mulanya sulit

?Menurut Guru Besar Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FKUI Anwar Jusuf, deteksi dini kanker paru menjadi sulit karena paru-paru tidak mempunyai syaraf.  Akibatnya, penderita terkadang tidak merasakan sakit sama sekali sampai akhirnya kondisinya sudah parah. Menurut Anwar, selama ini dokter paru menggunakan dua metode untuk mendeteksi dini kanker. Keduanya adalah melalui pemeriksaan dahak dan foto rontgen. Akan tetapi, semua metode tersebut memerlukan biaya yang tidak murah dan tidak mudah dilakukan.

Penelitian dalam bidang kesehatan itu merupakan sebuah sumbangsih UI bagi masyarakat dan dunia kesehatan di Indonesia. Penelitian juga membuktikan UI merupakan perguruan tinggi yang mengedepankan riset. Juga terus mendorong sivitas akademikanya untuk terus mengembangkan inovasi-inovasi yang berguna bagi bangsa dan negara.?***

Biar gak ketinggalan informasi menarik lainnya, ikuti kami di channel Google News dan Whatsapp berikut ini.

Bantu kami agar dapat mengenal kalian lebih baik dengan mengisi survei di sini