Home
/
Startup

Gak Ada Startup Unicorn Baru di 2024: Ekonomi Digital Tersuram RI?

Gak Ada Startup Unicorn Baru di 2024: Ekonomi Digital Tersuram RI?

Nurul Arifah19 December 2024
Bagikan :

Uzone.id - Tahun 2024 menjadi periode yang menantang bagi ekonomi digital Indonesia. Penurunan pendanaan yang signifikan dan keengganan investor untuk kembali menanamkan modal di startup digital Tanah Air menjadi sorotan utama. Apakah ini yang menjadi alasan tidak ada startup unicorn baru di Indonesia?

Kondisi ekonomi digital Indonesia pada tahun 2024 mengalami penurunan yang cukup drastis dibandingkan periode sebelumnya. Gelombang pendanaan yang sempat membanjiri ekosistem startup pada tahun 2021-2022 kini meredup. Para investor, yang sebelumnya antusias menanamkan modal, kini lebih berhati-hati dan cenderung menarik diri.

Menurut Direktur Ekonomi Digital CELIOS, Nailul Huda, beberapa faktor krusial menjadi penyebab utama suramnya ekonomi digital Indonesia tahun ini. Salah satu faktor eksternal yang berpengaruh besar adalah suku bunga The Fed yang masih tinggi. 



Suku bunga yang tinggi ini membuat investor lebih memilih instrumen investasi yang lebih aman dan memberikan imbal hasil yang pasti, seperti obligasi pemerintah AS, dibandingkan berinvestasi pada startup yang berisiko tinggi.

“Tahun 2024 merupakan tahun yang cukup suram bagi ekonomi digital Indonesia. Pendanaan untuk ekonomi digital dan ekosistemnya turun jauh dibandingkan tahun 2021-2022. Investor belum melihat kembali startup Indonesia sebagai salah satu tujuan investasinya. Mereka masih enggan berinvestasi di startup digital Indonesia,” ujar Nailul saat diwawancarai tim Uzone.id pada Selasa, (17/12).

Dampak dari keengganan investor ini sangat signifikan. Salah satunya adalah nihilnya unicorn baru di Indonesia pada tahun 2024. Padahal, pada tahun-tahun sebelumnya, Indonesia selalu melahirkan beberapa unicorn baru yang membuktikan potensi besar ekonomi digitalnya.

“Maka dari itu, tidak ada startup digital yang mampu menjadi unicorn di tahun 2024,” tegasnya.

Lebih lanjut, Nailul menjelaskan bahwa faktor internal juga turut memperparah situasi ini. Kasus-kasus terkait perlindungan data pribadi dan fraud yang melibatkan beberapa startup telah mencoreng citra ekosistem digital Indonesia di mata investor. 



Kepercayaan investor terhadap startup lokal pun menurun drastis. Mereka khawatir akan risiko yang sama terulang kembali jika berinvestasi di startup lain.

“Selain karena suku bunga The Fed yang masih tinggi, ada kondisi yang menyebabkan ekonomi digital Indonesia masih belum membaik. Mulai dari kasus perlindungan data pribadi hingga fraud yang dilakukan oleh beberapa startup. Investor tidak mau mengambil risiko tersebut,” tambah Nailul.

Kombinasi antara faktor eksternal dan internal ini menciptakan iklim investasi yang kurang kondusif bagi startup digital di Indonesia. Investor sejauh ini dinilai cenderung wait and see, menunggu kondisi ekonomi global membaik dan adanya perbaikan tata kelola di ekosistem startup Indonesia.

Berharap membaik di 2025

Setelah melewati masa sulit di tahun 2024, harapan baru muncul bagi ekonomi digital Indonesia di tahun 2025. Nailul meyakini bahwa tahun depan berpotensi menjadi titik balik investasi di sektor ini, asalkan suku bunga The Fed tidak kembali naik.

Menurutnya, tahun 2025 memiliki potensi untuk menjadi titik balik bagi investasi di sektor ini, dengan catatan adanya stabilitas pada suku bunga The Fed.

“Tahun depan saya rasa bisa menjadi titik balik investasi ekonomi digital asalkan suku bunga The Fed tidak naik kembali,” ujar Nailul.

Suku bunga The Fed memang menjadi salah satu faktor eksternal yang sangat berpengaruh terhadap iklim investasi global, termasuk di Indonesia. Kenaikan suku bunga The Fed cenderung membuat investor lebih memilih instrumen investasi yang lebih aman, seperti obligasi pemerintah AS, dibandingkan berinvestasi pada aset berisiko seperti startup. Oleh karena itu, stabilitas suku bunga The Fed menjadi krusial bagi pemulihan investasi di sektor digital.



Lebih lanjut, Nailul Huda menjelaskan bahwa ekonomi digital diperkirakan akan memasuki fase normalisasi di tahun 2025. Artinya, pertumbuhan yang sangat tinggi seperti saat pandemi mungkin tidak akan terulang, tetapi sektor ini tetap akan menunjukkan pertumbuhan yang sehat dan berkelanjutan.

“Tahun depan saya rasa untuk ekonomi digital sudah memasuki kondisi normal meskipun kenaikan pertumbuhannya tidak setinggi pas pandemi,” kata Nailul Huda.

Normalisasi ini dapat dilihat sebagai proses penyeimbangan kembali setelah pertumbuhan yang luar biasa cepat. Hal ini juga menandakan bahwa sektor ekonomi digital semakin matang dan stabil.

Yang menarik, Nailul juga melihat adanya peluang bagi startup ekonomi digital untuk kembali berkembang dan bahkan mencapai status unicorn di tahun 2025. Hal ini menunjukkan adanya keyakinan bahwa inovasi dan potensi di sektor digital Indonesia masih sangat besar.

“Saya melihat ada peluang bagi startup ekonomi digital untuk bisa berkembang dan menjadi unicorn.” tutup Nailul.

populerRelated Article