icon-category News

India yang Bisa Terlalu Panas Dihuni Manusia

Pertengahan tahun ini gelombang panas dengan intensitas tinggi menewaskan lebih dari 100 orang di India dan diprediksi semakin memburuk di depan.

Hal ini berpotensi memunculkan krisis kemanusiaan pada wilayah yang dipimpin Perdana Menteri Narendra Modi tersebut yaitu terlalu panas untuk dihuni.

Gelombang panas di India kerap terjadi antara Maret dan Juli dan mereda ketika musim penghujan datang. Namun pada beberapa tahun terakhir, periode panas telah menjadi lebih sering, lebih lama, dan lebih intensif.

Laporan Panel Perubahan Iklim (IPCC) menyatakan India adalah satu dari beberapa negara yang diperkirakan terkena dampak paling parah dari krisis iklim.

Para ahli di Institut Teknologi Massachusetts (MIT) mengatakan bahwa beberapa bagian di India tetap akan terlalu panas bagi manusia sekalipun dunia sukses mengurangi emisi karbon dan membatasi kenaikan suhu global.

"Masa depan gelombang panas terlihat semakin buruk sekalipun ada mitigasi perubahan iklim yang signifikan, dan akan lebih buruk lagi tanpa mitigasi," kata Elfatih Eltahir, seorang profesor hidrologi dan iklim di MIT.

Gelombang panas bukan hanya menerpa Eropa tapi juga beberapa negara Asia Selatan. Gelombang panas bukan hanya menerpa Eropa tapi juga beberapa negara Asia Selatan. (REUTERS/Akhtar Soomro)

Kapan Gelombang Panas Muncul?

Gelombang panas adalah ketika suhu lebih tinggi 4,5 derajat celcius dari suhu normal untuk wilayah tertentu, setidaknya selama dua hari. Gelombang panas menjadi tak tertahankan ketika meningkat hingga 6,4 derajat celcius dari normal, setidaknya selama dua hari.

Hal ini menjadikan ambang batas gelombang panas berbeda-beda di seluruh negara. Misalnya saja di New Delhi. Pemerintah mendeklarasikan gelombang panas jika selama dua hari suhu meningkat hingga 45 derajat celcius.

Tahun lalu, terdapat 484 data gelombang panas resmi di seluruh India, meningkat dari 21 data pada 2010. Selama periode itu, lebih dari 5 ribu orang meninggal dunia.

Tahun ini jumlah korban bisa meningkat lebih tinggi.

Pada Juni, suhu kota Delhi mencapai 48 derajat celcius, tertinggi yang tercatat pada bulan itu.

Sementara itu, Churu di Rajasthan nyaris memecahkan rekor suhu tertinggi di India dengan 50,6 derajat celcius.

Area termiskin di India, Bihar, bahkan menutup seluruh sekolah, universitas dan tempat latihan selama lima hari setelah panas membunuh lebih dari 100 orang. Pemerintah juga memperingatkan agar warganya tetap berada di dalam ruangan ketika hari berada di suhu tertinggi -- suatu imbauan yang tidak realistis bagi jutaan orang yang harus bekerja di luar ruangan untuk mendapatkan penghasilan.

Para ahli memperkirakan kondisi ini akan memburuk.

"Secara singkat, gelombang panas tampaknya akan menyelimuti seluruh India di masa depan," kata AK Sahai dan Sushmita Josepth dari Institut Meteorologi Tropis India, lewat sebuah surat elektronik.

Frekuensi serangan gelombang panas diperkirakan akan semakin meningkat di masa depan. Frekuensi serangan gelombang panas diperkirakan akan semakin meningkat di masa depan. (REUTERS/Akhtar Soomro)

Ketahanan Manusia

Situasi India ini bukan satu-satunya. Banyak tempat di seluruh dunia harus bertahan dari gelombang panas tahun ini, termasuk Spanyol, China, Nepal, dan Zimbabwe.

Untuk menelisik ketahanan manusia terhadap gelombang panas di Asia Selatan, peneliti MIT melihat dua skenario yang disuguhkan oleh IPCC.

Skenario pertama adalah secara rata-rata suhu permukaan dunia akan meningkat 4,5 derajat celcius pada akhir abad ini.

Sementara skenario kedua lebih optimistis dengan kenaikan rata-rata 2,25 derajat celcius dari suhu normal. Hanya saja dua skenario ini tetap lebih tinggi dari target Kesepakatan Paris untuk mempertahankan suhu rata-rata dunia di bawah 2 derajat celcius pada 2100 nanti.

Jika menggunakan skenario kedua, para peneliti memperkirakan tidak ada titik di Asia Selatan yang akan melebihi batas normal ketahanan manusia.

Namun hal ini akan berbeda jika mempertimbangkan skenario terburuk -- yang akan terjadi jika tingkat emisi global saat ini tidak bisa dikurangi.

Para peneliti menemukan bahwa suhu panas akan lebih tinggi dari tingkat ketahanan manusia di beberapa kota di India seperti Chota Nagpur Plateau, di bagian Timur Laut India, serta Bangladesh.

Daerah-daerah yang juga berada di ambang batas adalah mayoritas Asia Selatan, termasuk lembah sungai Gangga, pesisir Timur Laut dan Timur India, Sri Lanka bagian utara, dan lembah Indus di Pakistan.

Tingkat ketahanan ini didasarkan pada ukuran "suhu bohlam basah" atau ukuran yang mengombinasikan tingkat kelembapan dan suhu luar ruangan.

Ketika suhu mencapai 35 derajat celcius, manusia tidak mungkin mendinginkan tubuh lewat keringat. Inilah yang menjadi indikator suhu bertahan hidup untuk manusia. Terpapar "suhu bohlam basah" seperti ini selama beberapa jam bisa menyebabkan kematian, bahkan bagi manusia paling sehat sekalipun.

Tempat-tempat di India yang sangat sukar dihuni manusia bersesuaian dengan tempat-tempat yang sudah sangat rapuh, demikian menurut Eun Soon, seorang asisten profesor di Universitas Sains dan Teknologi Hong Kong, yang juga terlibat di penelitian MIT.

Tempat-tempat itu memiliki populasi yang padat dan perekonomian yang lemah yang sangat bergantung pada pertanian dan aktivitas menangkap ikan. Kota Patna dan Lucknow di Timur Laut India yang termasuk pada daerah tersebut, memiliki populasi lebih dari empat juta orang.

"Jika kita terus memproduksi gas rumah kaca pada rataan seperti saat ini, salah satu negara terpadat di dunia tidak akan bertahan melawan serangan gelombang panas mematikan, dan kita menghadapi batas atas toleransi manusia pada panas," katanya.

Gelombang panas di Paris bahkan mencapai suhu 45 derajat celcius. Gelombang panas di Paris bahkan mencapai suhu 45 derajat celcius. (REUTERS/Charles Platiau)

Apa yang Dilakukan Pemerintah?

Saat ini India berada di tahap awal mengembangkan Rencana Aksi Gelombang Panas yang akan diterapkan di seluruh negara.

Departemen Meteorologi India saat ini bekerja sama dengan departemen kesehatan untuk menciptakan sistem peringatan dini yang akan mengirimkan pesan tertulis kepada masyarakat tentang cara mendinginkan badan ketika gelombang panas menyerang.

Kota Ahmedabad di Gujarat pertama kali mencoba rencana aksi tersebut pada 2013. Selain mengirimkan pesan ke telepon genggam, pemerintah Ahdabad juga menyiapkan titik-titik pembagian air minum dan menggencarkan larangan berada di luar ruangan. Aksi itu disebut-sebut bisa menyelamatkan lebih dari dua ribu nyawa.

Di saat bersamaan, India juga mencari solusi jangka panjang.

India yang juga menandatangani Kesepakatan Iklim Paris berjanji mengurangi emisi karbon hingga 33-35 persen pada 2030 nanti.

Bulan lalu, PM Narendra Modi mengumumkan rencana untuk menambah 500 gigawatt energi terbarukan pada 2030 nanti.

Pada tahun itu, seharusnya 40 persen dari kapasitas tenaga listrik India berasal dari energi terbarukan. Mereka juga kini menanam pohon untuk mereduksi emisi karbon.

Climate Action Tracker, situs yang menganalisis kemajuan negara-negara dalam memerangi kerusakan lingkungan, menyatakan India sudah dalam jalur yang tepat, tapi menegaskan bahwa mereka masih bisa mengurangi ketergantungan pada pembangkit tenaga batu bara.

Laporan yang dikeluarkan Otoritas Pusat Listrik India pada minggu ini menyatakan bahwa tenaga batu bara bisa saja tetap menyuplai separuh kebutuhan listrik India pada 2030 nanti, meski investasi pada tenaga surya mulai digencarkan.

Jika memperhatikan frekuensi ancaman gelombang panas yang semakin meningkat, menahan kenaikan suhu global bisa menjadi tantangan paling penting India dalam beberapa dekade ke depan.

Kelangsungan hidup lebih dari satu miliar orang menjadi taruhan.

Berita Terkait

Biar gak ketinggalan informasi menarik lainnya, ikuti kami di channel Google News dan Whatsapp berikut ini.

Bantu kami agar dapat mengenal kalian lebih baik dengan mengisi survei di sini