Kampung Tematik di Malang yang Instagrammable & Menghidupi Warga
Apa yang terkenal dari Malang sebagai kota wisata?
Saya akan menyebut Jodipan sebagai ikon wisata baru di kota tersebut. Kebutuhan menjadi eksis di media sosial membuka jalan bisnis menciptakan tempat wisata dengan spot foto yang layak diinstagramkan. Kampung Warna-warni dan Kampung Tridi Jodipan lahir memenuhi hasrat wisata kaum milenial tersebut.
Tempat ini sempat menjadi hits. Dua tahun lalu, saya menulis ihwal fitur explore di Instagram ramai dihiasi foto dengan latar belakang tembok berwarna biru-merah muda. Dua sejoli bergandengan tangan. Si pria di sisi tembok biru, dan pasangannya di sisi tembok merah muda. Sepintas, mereka seperti berfoto di dua tempat berbeda dan diedit menjadi satu, padahal mereka berdua berada di Kampung Jodipan, Malang. Kampung Jodipan ini populer di Instagram.
“Kalau difoto pakai drone [dari atas] warna kampung ini membentuk pelangi dan matahari terbit. Jadi kita bukan sekadar ngecat, ada motifnya,” kata Nuryanto, Sekretaris Desa setempat saat memberikan penjelasan kepada pengunjung, sewaktu saya ke sana dua tahun lalu.
Wisatawan tak hanya bisa mejeng di Kampung Warna-warni Jodipan. Di lokasi tersebut ada juga Kampung Tridi yang menyajikan spot foto tak kalah menarik. Anda bisa mendapatkan ilusi foto seperti sedang berjalan di tembok besar Cina atau ditelan hiu, persis ilusi yang ditawarkan tempat wisata mahal seperti Trick Eye Museum.
Keuntungan lain, wisatawan tak pelu membayar mahal untuk menikmati kedua sajian wisata itu. Jika memasuki Trick Eye Museum Anda perlu mengeluarkan uang hingga ratusan ribu, maka ke Jodipan, cukup bawa Rp5 ribu dan media sosial Anda akan dipenuhi ragam gambar unik nan ciamik.
Lukisan-lukisan tiga dimensi yang berada di Kampung Tridi bukanlah gambar receh. Mereka dibuat khusus oleh artisan airbrush Malang, sehingga kualitas ilusinya pun apik dan terasa nyata. Kampung Tridi dan Kampung Warna-warni Malang merupakan salah satu kampung tematik terkenal di Indonesia. Kedua kampung ini masing-masing berada di kelurahan Kesatrian dan Jodipan, Malang.
“Total, terdapat 225 rumah telah dicat berwarna-warni,” ungkap Nuryanto.
Untuk menyusuri kedua kampung ini, pengunjung akan mendapat bonus wisata melewati jembatan kaca. Dari atas jembatan yang membentang di atas sungai Brantas ini kita dapat memotret gambar Kampung Jodipan dalam lanskap horizon. Material jembatan terbuat dari kaca agar pengunjung merasakan sensasi berpacunya adrenalin saat berpijak di atas deras arus sungai.
Menilik Kampung Tematik Lain di Malang
Berkunjung ke Malang bolehlah menyempatkan diri menjelajahi kampung-kampung tematik di sana. Selain Jodipan sebagai pemrakarsa kampung-kampung tematik di Indonesia. Ada kampung wisata lain yang terletak di Malang, seperti Kampung Glintung Go Green (3G) di Purwantoro dan Kampung Tempe, Sanan.
Setelah puas foto-foto cantik di Jodipan, silahkan melipir ke Kampung 3G untuk melihat sisi lain dari Indonesia yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Kampung 3G merupakan kampung konservasi air pertama di Indonesia. Dulunya, kampung ini merupakan wilayah langganan banjir, tapi kini ia berubah wajah menjadi objek wisata edukasi konservasi.
“Lima tahun lalu kriminalitas tinggi, kumuh, dan miskin,” ungkap Bambang Hirianto, penggagas ide Kampung 3G.
Sekitar tahun 2012, Bambang terpilih menjadi Ketua RW setempat. Ia kemudian membikin kebijakan nyeleneh, setiap warga yang tidak memiliki tanaman di rumah, tidak akan mendapat layanan administrasi RW. Mulai dari paksaan, kini kampung 3G semakin asri dengan hiasan berbagai macam tanaman dalam bingkai hidroponik di kanan kiri jalan.
Warga kemudian bergotong royong membangun sumur resapan dan bank sampah. Kini, setiap kali musim hujan tiba, Glintung tak lagi tenggelam. Berkat pembangunan daerah resapan, suhu udara di sana turun dan air di sumur warga ikut naik setinggi lima meter. Warga juga menerapkan aksi-aksi berkelanjutan dalam pengelolaan sampah.
“Setiap hari warga kumpulkan sampah, yang kering disetor ke bank sampah, sementara yang basah dipanen untuk pupuk,” terang Bambang.
Kampung Tematik Mendongkrak Ekonomi Warga
Ada lagi kampung lain yang tak kalah menarik di Malang: Kampung Tempe.
Lelah berjalan-jalan dan sudah puas memenuhi galeri foto dengan pose menawan di Jodipan dan Glintung? Kini saatnya mengisi perut dan mencari oleh-oleh untuk dibawa pulang, berkunjunglah ke daerah Sanan, Malang. Daerah ini adalah sentra penghasil tempe yang rasanya terkenal enak dan gurih.
Saat menjelajah gang-gang sempit di area Sanan, Anda akan jamak menemukan kumpulan kedelai siap ragi, dihamparkan dalam wadah persegi panjang yang terbuat dari alumunium. Ivan Kuncoro, seorang pengrajin tempe di desa itu terlihat menyipratkan air ragi di atas wadah, kedelai-kedelai itu lalu dimasukkan dalam plastik kecil seukuran telapak tangan.
“Diberi lubang-lubang kecil supaya matang, sehari saja sudah jadi ini,” jelas Ivan yang juga menjabat sebagai Ketua Paguyuban Pengrajin Tempe dan Keripik Tempe Sanan, Malang.
Sembari meneruskan pekerjaan, ia mulai bercerita panjang lebar. Kampung Sanan memang telah terkenal sebagai kampung pengrajin tempe mulai dari tahun 1800-an. Sejak awal-awal produksi tempe, para pengrajin memilih menggunakan bahan baku kedelai lokal asal Pasuruan, Jawa Timur.
Menurut Ivan, kedelai lokal memiliki nilai lebih dibanding kedelai impor dengan rasa yang lebih gurih. Kualitas tempe yang dihasilkan Desa Sanan juga sudah mendapat pengakuan dunia. Setiap hari, sebanyak 400 pengrajin tempe di daerah ini mampu mengolah 30 ton kedelai dengan jumlah putaran uang hingga Rp 1 miliar.
“Produk kita sudah dipasarkan ke berbagai wilayah Indonesia, bahkan diekspor hingga ke Inggris,” ungkap Ivan.
Meski punya beragam tema, ada satu napas yang dibawa dari penciptaan kampung-kampung tersebut: mengangkat derajat dan perekonomian warga pemukiman kumuh.
Di Jodipan, proyek pengecatan rumah warga dimulai pada Agustus 2016, selama lima bulan, dan menghabiskan cat sebanyak 4 ton. Karena kepopulerannya, di hari biasa kampung ini bisa menarik wisatawan hingga 200 orang per hari. Sementara pada akhir pekan, jumlah ini meningkat menjadi 500-1500 orang.
Wisatawan yang masuk ke Kampung Tridi dan Kampung Warna-warni masing-masing dikenakan tiket Rp2.500 dan Rp2.000 per orang. Dalam sebulan, masing-masing kampung bisa mengantongi kas sebesar Rp 12-26 juta dari tiket saja
“Uangnya dikelola untuk perbaikan gambar, jalan kampung, ornamen, dll.,” kata Nuryanto.
Kunjungan wisatawan yang tinggi juga turut mengangkat ekonomi warga di kampung-kampung tematik. Di Jodipan, uang dari sisa hasil usaha ikut dinikmati dan dikembalikan ke warga dalam bentuk sembako. Rata-rata warga akhirnya jadi punya penghasilan tambahan dari penjualan kerajinan tangan atau menjual panganan pengganjal perut untuk para wisatawan.
Dengan berkunjung ke kampung-kampung tematik ini, Anda tak hanya meningkatkan pariwisata lokal tapi juga berkontribusi meningkatkan perekonomian warga sekitar dan UKM di Indonesia. Jadi jangan segan memasukkan wisata kampung-kampung tematik di Malang dalam rencana perjalanan Anda!
Baca juga artikel terkait MALANG atau tulisan menarik lainnya Aditya Widya Putri