Home
/
News

Kenali Karakter Remaja Generasi Z

Kenali Karakter Remaja Generasi Z

Ririn Nur Febriani03 April 2017
Bagikan :

Perilaku generasi remaja Indonesia saat ini sangat jauh berbeda dengan generasi-generasi sebelumnya. Mereka jadi generasi 'menunduk' karena terpaku pada alat komunikasi gawai canggih, memiliki hubungan lekat di dunia maya namun kebalikan di dunia nyata.

Disampaikan dr. Miryam A. Sigarlaki, M.Psi., orangtua termasuk guru di sekolah harus mengenali karakteristik anak remaja zaman sekarang atau disebut generasi 'Z'. 

"Orangtua dan guru harus tahu dulu karakter remaja atau anak-anak zaman sekarang, yang sebutannya itu digital native. Apa yang mereka butuhkan, seperti apa berkomunikasi dengan mereka," paparnya, dalam seminar "Problematika Remaja di Era Digital" yang digelar Fakuktas Kedokteran Universitas Jenderal Achmad Yani (Unjani) di Gedung Hindarto Joesman Jalan Terusan Sudirman Kota Cimahi, Minggu, 2 April 2017.

Generasi Z lahir medio tahun 2000-an setelah tersedianya gawai (gadget) dan segala fasilitas, juga memiliki sebutan tersendiri, yaitu digital native. Hal itu merujuk pada kecenderungan anak-anak tersebut untuk selalu bersentuhan dengan gawai mereka setiap waktu.

"Generasi 'Z' ini sangat kuat relasinya di dunia maya, sedangkan di dunia nyata kurang," bebernya.

Generasi remaja saat ini lebih bersifat skeptis dan sinis, menjunjung tinggi privasi, memiliki kemampuan multi-tasking yang hebat, ketergantungan terhadap teknologi, pola pikir yang sangat luas dan penuh kewaspadaan.

Menurutnya dengan adanya gawai seharusnya anak-anak lebih cerdas dibanding generasi sebelumnya karena informasi tersedia oleh perangkat tersebut. Namun, banyak anak justru mengalami adiksi (kecanduan) yang menyebabkan seorang anak tidak bisa lepas dari gawai. "Dampaknya, kurang sosialisasi, tidak fokus, dan kompetensi sosialnya sangat kurang," imbuhnya.

Cara untuk mengurangi dampak adiksi pada anak yaitu harus melalui terapi psikologi. Jika ditambah dengan gangguan fisik, maka anak tersebut harus terlebih dahulu dibawa ke dokter medis  kemudian mendapat terapi.

"Salah satu bentuk gangguan yang harus diterapi yaitu ketika anak ketergantungan dengan gadget dan menjadi penikmat konten porno, dan adiksi akibat pornografi tersebut sama seperti adiksi narkotika," tuturnya.

Dampak positif ataupun negatif dari gawai, sebut Miryam, yang harus diperkuat adalah tanggung jawab. Ketika seorang anak lahir di generasi 'Z', pola asuhnya harus lebih terjaga dan terkontrol. 

"Harus diakui kalau anak generasi 'Z' itu susah diatur, tidak mau mendengar masukan orang yang sifatnya menggurui, kurang bisa bersosialisasi dengan orang yang lebih tua. Makanya pola pengasuhan dan pengontrolan harus disesuaikan. Dan harus lebih dini diperkenalkan mengenai baik buruknya gawai," tuturnya. 

Oleh karenanya sebut Miryam, ada baiknya bila generasi pendahulunya seperti ibu, bapak, kakek, dan nenek bisa menempatkan diri sebagai sahabat anak, terutama dalam memberikan kritik dan saran harus dengan gaya kekinian sehingga mudah diterima oleh anak.

Dokter Spesialis Kejiwaan dari FK Unjani Hasrini Rowawi mengatakan, teknologi  informasi dalam 15 tahun terakhir ini sangat berkembang pesat, sampai anak berbagai usia sudah fasih dan berkawan dengan gawai.

Selain adanya dampak positif, jelas Hasrini, dampak negatif yang ditimbulkannya antara lain, anak bermain gadget tanpa terkontrol, waktu istirahat anak berkurang, perkembangan fisik terganggu kemampuan mengembangkan pikirannya, dan anak tidak bisa merefleksikan dan mengekspresikan diri. 

"Pada masa era digital saat ini para remaja menginginkan keberadaannya diakui, selalu terhubung dengan media sosial, cuek dan anti sosial, sendirian dan kehilangan kemampuan sosialisasi," ujarnya.

Dalam kaitan itu Hasrini berharap, orangtua berperan aktif membimbing anak-anak agar tidak terjerumus dalam dampak negatif gawai. "Guru bimbingan dan konseling di sekolah dapat berperan lebih besar terutama didalam memberikan bimbingan dan konseling kepada para siswa yang membutuhkannya," imbuhnya.

Wakil Dekan FK Unjani Bidang Akademik Iis Inayati menjelaskan, seminar digelar untuk berbagi pengetahuan kepada 90 guru BK tingkat SMA se-Jabar, DKI, dan Banten. Materi tentang dampak negatif gawai dipilih lantaran banyaknya keluhan dari orang tua mengenai minimnya intensitas komunikasi dengan anak. Termasuk kecenderungan anak-anak sulit belajar karena tidak bisa lepas dari gawai.

"Seminar tersebut bertujuan untuk memberikan masukan bagi para guru BK/BP dalam menangani permasalahan siswa terkait dampak negatif pemakaian gawai," ujarnya.

Harapan dari seminar yang dilaksanakan pihaknya bagi guru BK adalah menambah kualitas agar optimal menjalankan perannya sebagai tempat untuk siswa mencurahkan perasaannya.

"Dengan materi ini semoga menambah bekal mereka dalam mendidik anak didiknya. Juga menambah kualitas guru BK dalam menjalankan perannya sehingga harus bisa mengatasi permasalahan siswa," pungkasnya.***

populerRelated Article