Kenapa Saya Setuju Harga Pertalite Naik?
Uzone.id - Pertalite saat ini berada di harga Rp7.650 per liter yang berlaku di seluruh di Indonesia. Berbeda dengan Pertamax yang punya disparitas harga sehingga bisa lebih tinggi harganya di provinsi tertentu.
Saat scrolling linimasa media sosial dan pemberitaan sejak kemarin, saya tertegun soal rencana kenaikan Pertalite (BBM RON 90) di angka Rp2.000 hingga Rp3.000.Berita pun dibikin heboh. Maklum saja, BBM bersubsidi ini memang digunakan oleh kaum menengah ke bawah dan orang kaya yang pura-pura miskin.
Pastinya, ada juga perusahaan-perusahaan yang juga memakai Pertalite. Bayangkan kalau armadanya sampai ribuan.
Jika jatah seorang abang ojek online (ojol) dalam sehari cuma menghabiskan 5 liter Pertalite, perusahaan yang punya ribuan armada kendaraan bisa habiskan berapa liter Pertalite per hari?
BACA JUGA: Community Week: Pemilik Pajero Keluhkan Ngebut di Tol 120 Km/Jam Ditilang
Jadi, subsidi Pertalite tuh yang menikmati sebenarnya siapa, sih?
Ketika harga Pertamax naik dari Rp9.000 per liter jadi Rp12.500 hingga Rp13.000 (harga tertinggi berada di Kep. Riau, Riau, Batam, dan Bengkulu) pemerintah sudah khawatir kendaraan yang biasanya minum Pertamax jadi beralih ke Pertalite.
Staf Khusus Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Arya Sinulingga sampai meminta pemilik mobil mewah tidak memakai Pertalite karena BBM RON 90 ini ditujukan untuk masyarakat menengah ke bawah.
"Seharusnya orang-orang kaya malu pakai Pertalite. Seharusnya memang yang namanya BBM untuk orang-orang kaya, mobil-mobil mewah, seharusnya jangan (beli yang) disubsidi," kata Arya Sinulingga pada 15 Maret 2022.
Ada juga media yang memberitakan naiknya Pertalite bakal menyeret harga bahan pokok jadi naik.
Yup, itu memang bisa terjadi. Kenaikan harga pokok akan membuat ekonomi kita berkontraksi namun akan mencari titik keseimbangan baru.
Untuk mencapai titik keseimbangan baru itu tentunya masyarakat marginal yang paling sulit bertahan.
Ingat kan, guys. Indonesia jadi salah satu negara dengan endurance tinggi ketika pandemi Covid-19 menyerang dalam 2 tahun, saat masa-masa puncak krisis.
Presiden Joko Widodo berusaha mencari keseimbangan dalam pendapatan ekonomi untuk rakyatnya dengan berbagai macam subsidi.
Tapi, memang disayangkan yang diuntungkan lagi-lagi orang-orang yang pintar memanfaatkan celah mencari keuntungan dibalik subsidi. Seperti minyak goreng curah yang diubah jadi minyak kemasan.
Tapi bersyukur juga, kita sudah tidak melihat lagi berita emak-emak hingga anak kecil ngantri minyak goreng di mini market karena langkanya minyak goreng. Meskipun minyak goreng harga 2 liternya tembus Rp50 ribu.
Biarlah pasar menyempurnakannya. Bukan berarti invisible hand alias pemerintah tidak boleh ikut andil dalam menentukan harga minyak goreng.
BACA JUGA: Tips Nyetel Kopling Mobil Manual buat 'Anak Matic
Nah, apakah kalian bisa membayangkan jika Pertalite tetap dipertahankan di harga sekarang? Dampaknya akan lebih besar lagi tentunya.
Pemerintah harus terus mengeluarkan anggaran subsidi demi Pertalite yang kalau digunakan kendaraan langsung menguap ke udara.
Apalagi yang menikmati subsidi bukan kelas menengah ke bawah, seperti pada gas melon 3 kg yang banyak digunakan di komplek-komplek perumahan mewah.
So, ribut-ribut soal Pertalite naik. Bukan kah sebaiknya dari kita sendiri bisa mengubah pola pikir Pertalite-minded dengan alternatif lain?
Kita bukan lagi hidup di era Orde Baru. Saat ini sudah banyak alternatif ketika harga BBM melambung tinggi, kita bisa memanfaatkan kendaraan listrik.
Untuk aktivitas kerja sehari-hari bisa menggunakan bus, kereta api atau sepeda motor. Biarlah mobil mewah kamu pakai untuk liburan keluarga saat weekend.
Masih beruntung bukan, kita tidak berjuang mempertahankan negara seperti rakyat Ukraina selama invasi Rusia. Kita cuma berkorban untuk mengurangi ketergantungan masyarakat Indonesa terhadap minyak fosil.