Kisah Sopir Bus Jauh dari Keluarga demi Antar Pemudik
-
Soluhuddin sesekali menyeka keringat dengan handuk yang disampirkan di lengannya. Wajahnya tampak sedikit lelah. Kulit mukanya terlihat keras dengan urat-urat yang menonjol jelas.
Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, Soluhuddin harus mengantar pemudik dari balik setir bus Madona jurusan Pulo Gebang-Cirebon. Dia sedikit menceritakan suka dukanya menjadi sopir bus selama arus mudik tahun ini.
Dari sekian banyak perjalanan yang ia lalui hanya satu yang membuatnya sedih, yakni kemacetan. Kondisi itu tentu akan membuatnya duduk terlalu lama. Pun begitu dengan para penumpang akan lelah karena terlalu lama duduk.
"Tapi ya mau gimana lagi?" ujar pria 47 tahun ini.
Meski lelah menghampiri, namun tahun ini ia bisa sedikit semringah. Setidaknya lebaran ini ia bisa pulang kampung dan berkumpul dengan keluarga. Karena itu ia sudah tak sabar bertemu dengan istri, terutama dua anak perempuannya yang duduk di bangku sekolah menangah pertama dan sekolah dasar.
Dia pun tak perlu keluar ongkos untuk mudik. Sebab tujuan rute bus dan kampung halamannya sama, yakni Cirebon. Jadi selesai bertugas nanti dia bisa langsung ke rumahnya.
"Untung dikasih libur sama pihak bus. Untungnya juga pulang ke Cirebon, jadi nanti habis nyupir ke sana saya bisa langsung pulang ke rumah," kata Soluhuddin.
Tak lama memang libur yang diberikan pihak bus. Hanya empat hari. Namun bagi dia empat hari itu sudah begitu berharga. Setidaknya pada Hari Raya Idul Fitri nanti dia tidak sedang di jalan dan jauh dari istri serta putri-putrinya.
"Empat hari itu saja saya sudah seneang, yang penting bisa kumpul keluarga," katanya.
Lain cerita dengan Amir sopir bus Arimbi tujuan Pelabuhan Merak. Dia harus legowo karena tetap bertugas di balik kemudi selama lebaran 2018 ini. Dia baru dapat libur dua atau tiga hari setelah lebaran.
"Iya, masih tugas sampai tanggal 18 (Juni) besok. Tapi habis itu libur," kata Amir.
Sampai hari ini, Amir tetap setia mengantar para pemudik Pulo Gebang-Pelabuhan Merak pulang pergi. Meski begitu, dia tetap mengerjakan tugasnya karena risiko pekerjaan. Apalagi keluarga di rumah juga sudah paham risiko ini.
"Udah risiko, gimana lagi? Udah pada ngerti sih," kata lelaki 38 tahun ini.
Preview |
Minim Pendapatan
Soluhuddin dan Amir tahu sebagai sopir mereka wajib mengantar para pemudik sampai ke tujuan. Mereka juga tahu kendaraan yang mereka kendarai cuma salah satu dari sekian banyak moda transportasi di musim mudik seperti ini.
Bus-bus antarkota antarprovinsi ini juga harus bersaing ketat dengan agen perjalanan lain seperti travel. Hal ini tentu berdampak pada pendapatan keduanya yang menurun.
"(Pendapatan) turun. Banyak travel ke daerah-daerah. Ada juga sekarang pada naik kendaraan pribadi. Ya terima saja," kata Soluhuddin.
Walaupun pendapatan yang diterima berkurang, namun untuk memenuhi kebutuhan seperti membeli baju baru di Hari Raya dinilai cukup bagi mereka. Sebab berkurangnya pendapatan mereka tertutupi dengan tunjangan hari raya dari perusahaan agen bus masing-masing.
"Alhamdulillah, dikasih (THR). Bisa beli baju baru buat istri anak. Sama saya terima insentif, jadi lumayanlah," kata Amir.
Jaga Kesehatan
Mengendarai kendaraan besar seperti bus tentu bukan perkara gampang. Butuh konsentrasi dan stamina yang prima agar perjalanan nyaman dan aman, khususnya untuk para pemudik.
Solahuddin pun tahu akan hal itu. Pengalamannya mengajarkan banyak hal. Dia mengatakan, kesehatan dan kebugaran tubuh perlu dijaga betul-betul selama menyopiri bus. Selain makan, ia juga menyoroti pentingnya istirahat yang sangat cukup.
"Istirahat habis itu. Tidur sore sampai pagi. Kalau suka ya minum jamu pegel linu," kata Soluhuddin.
Di sisi lain, dia juga mengakui pentingnya pemeriksaan terhadap sopir-sopir bus yang di musim mudik seperti ini. para sopir tentu juga perlu tahu apakah tubuhnya cukup prima untuk berkendara jauh atau tidak.
"Sebenarnya bagus juga kalau ada pemeriksaan kesehatan sopir begini sebelum berangkat, jadinya kitanya adem lah bawa penumpang," kata Soluhuddin.