Luang Prabang, Kota Tua yang Tidak Menua
Luang Prabang merupakan contoh perpaduan luar biasa dari arsitektur tradisional Laos dan Eropa -dalam hal ini Perancis- abad ke-19 dan ke-20. Pemandangan kotanya yang sangat terawat mencerminkan aliansi dari dua tradisi budaya yang berbeda.
Hal inilah yang kemudian menjadikan kota ini sangat unik dan mengundang para wisatawan -tidak hanya dari Asia- menjadikannya sebagai salah satu tujuan wisata favorit di Asia Tenggara.Luang Prabang terletak di bagian utara Laos yang merupakan daerah pegunungan. Dua pegunungan yakni pegunungan Phou Thao dan Phou Nang mengelilingi kota ini dan menambahkan keindahan tersendiri bagi kota yang dibangun di semenanjung yang dibentuk oleh Sungai Mekong dan Sungai Nam Khan.
Banyak legenda yang dikaitkan dengan kota ini, termasuk salah satunya yang menceritakan bahwa Buddha akan tersenyum ketika dia beristirahat di kota ini selama perjalanannya dan menubuatkan bahwa suatu hari Luang Prabang akan menjadi sebuah kota yang kaya dan kuat.
Kekayaan Detil dan Warna pada kuil-kuil di Luang Prabang
Dalam perjalanan waktu, hal ini memang terbukti. Luang Prabang -kota yang dulu dikenal sebagai Muang Sua, kemudian Muang Xieng Thong (Kota Emas), dari abad 14 hingga 16- menjadi ibu kota kerajaan Lane Xang (Kerajaan Sejuta Gajah), yang kekayaan dan pengaruhnya terkait dengan lokasinya yang strategis di Jalur Sutra. Kota ini juga merupakan pusat agama Buddha di wilayah tersebut.
Kekayaan dan kekuatan kota ini semakin meningkat ketika pada tahun 1989, Laos membuka diri untuk pariwisata. Negara yang sebelumnya terputus dari negara Asia Tenggara lainnya, perlahan mulai mengembangkan ekonomi kecil namun stabil, melalui pariwisata dan perdagangan regional.
Kota kecil dan lembut ini -di mana sebagian besar penduduk setempat tertidur pada pukul 22.00- sekarang merupakan salah satu provinsi terkaya dan paling banyak dikunjungi di Laos.
Situs Warisan Dunia UNESCO dan Kekayaan Arsitektur
Luang Prabang ditetapkan sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO pada tahun 1995. Kota yang berada 700 meter di atas permukaan laut ini dianggap oleh banyak pelancong dan penulis sebagai jantung budaya Laos.
Beberapa turis bahkan lebih rela menghabiskan banyak waktunya di sini dibanding di ibu kota negara Laos, Vientiane. Bahkan Obama, pada saat kadatangannya di tahun 2016 lalu ke Laos, menyempatkan diri untuk bisa menyambangi kota yang berjarak 50 menit penerbangan dari Vientiane, ibu kota Laos.
Luang Prabang merupakan contoh yang luar biasa dari gabungan arsitektur yang dibangun selama berabad-abad dengan menggabungkan arsitektur canggih bangunan religius, konstruksi vernakular dan bangunan kolonial. Kekayaan arsitektur Luang Prabang tercermin dari campuran gaya bangunan dan bahan yang digunakan.
Mengikuti tradisi, mayoritas bangunan terbuat dari struktur kayu dan menggunakan teknik dan bahan tradisional yang diperkenalkan pada masa kolonial, seperti panel bambu yang dilapisi dengan ukiran-ukiran unik.
Hanya kuil-kuil yang terbuat dari batu, sedangkan rumah-rumah bata hanya terdapat satu atau dua lantai yang mencirikan elemen kolonial kota. Bangunan ini dihiasi dengan balkon dan fitur dekoratif lainnya yang terbuat dari kayu. Biasanya bangunan seperti ini lebih sering menghiasi jalan – jalan utama di sepanjang sungai Mekong.
Vat Xieng Thong, salah satu kuil terbaik
Banyak pagoda/kuil atau "Vat" di Luang Prabang, termasuk di antaranya adalah Vat Xieng Thong, yang merupakan salah satu kuil Buddha terbaik di Asia Tenggara, yang dihias dengan sangat mewah oleh patung, ukiran, lukisan, dan perabot yang berasal dari abad ke-16.
Kuil ini konon terdiri dari penggabungan struktur paling rumit dari semua kuil yang terdapat di kota ini. Hal inilah yang menjadikan Vat Xieng Thong luar biasa baik dari sudut pandang arkeologi, ikonografi dan estetika Laos. Hiasan emas yang berkilauan, ditambah dengan hiasan detil berwarna merah dan hijau menambah keindahan kuil ini.
Agama dan Tradisi
Barisan para Biarawan Melakukan Ritual Penerimaan Persembahan
Bekas ibukota Kerajaan ini masih menjadi pusat utama pembelajaran Buddha di Laos dan merupakan lokasi yang sempurna untuk kontemplasi spiritual. Seluruh bagian sejarah kota didedikasikan untuk pariwisata, mulai dari bekas istana kerajaan hingga lebih dari 33 kuil berada di jalur wisata.
Secara tradisional, orang Laos kebanyakan menganut agama Buddha Theravada dan percaya bahwa tidak ada gunanya menjadi terlalu bersemangat tentang apa pun, karena orang banyak benar-benar diperintah oleh kamma, kekuatan di mana seseorang tidak memiliki kendali.
Kamma dalam bahasa Pali berarti perbuatan. Hal ini dalam arti umum meliputi semua jenis kehendak dan maksud perbuatan, yang baik maupun yang buruk, lahir atau batin dengan pikiran kata-kata atau tindakan.
Upacara untuk menenangkan roh jahat dan praktik agama Buddha (prosesi Prabang, pencarian pagi para biarawan) mengabadikan kesucian kota ini. Bangunan-bangunan keagamaan secara teratur dipelihara; para bhikkhu mengajar teknik-teknik pemulihan biksu muda untuk warisan mereka. Selain itu, kultus Buddha dan tradisi budaya yang terkait dengannya masih hidup dan dipraktekkan secara rutin.
Salah satu pemandangan yang besar dan selalu menarik hati para wisatawan di Luang Prabang terjadi di pagi hari. Sebelum matahari terbit, ratusan biksu/ biarawan berjubah oranye mulai keluar dari kuil dan berjalan beriringan sesuai dengan urutan usia. Biarawan tertua akan berjalan paling depan dan yang termuda akan berada pada urutan terakhir.
Mereka berjalan dengan membawa mangkuk-mangkuk untuk menambung sumbangan makanan yang diberikan oleh para penduduk asli maupun wisatawan. Makanan favorit yang selalu menjadi pemberian adalah nasi ketan yang merupakan makanan khas masyarakat Laos.
Kegitan ini selalu memberikan atmosfir yang menghipnotis. Upacara yang sudah berjalan selama berabad – abad ini merupakan upaya penebusan rohani kepada pemberi sedekah. Mereka yang berpartisipasi dalam memberikan sedekah berharap bahwa dengan melakukan persembahan ini, mereka akan mendapatkan bantuan dari kekuatan yang tidak terlihat, yang akan membantu mereka mendapatkan bentuk kehidupan yang lebih tinggi.
Perilaku para Wisatawan yang cukup mengganggu ritual
Namun saat ini, terdapat kekhawatiran bahwa pembukaan ritual ini bagi orang asing akan mengubah inti dari kegiatan yang seharusnya spiritual menjadi sebuah pertunjukan. Karena pada pelaksanaannya, terdapat beberapa wisatawan yang gagal menghayati keheningan ritual ini dengan menggunakan pakaian yang kurang pantas dan menunjukkan perilaku yang mengganggu dengan upaya berlebihan untuk mengabadikan gambar.
Hal ini menjadi mendapat perhatian khusus dari pemerintah kota setempat. Mereka berupaya untuk tetap melindungi nilai – nilai setempat tanpa harus mengganggu perekonomian. Mereka ingin tetap melindungi jiwa dari kota yang menjadi saksi sejarah panjang perpecahan di Laos.
Luang Prabang di Masa Kini
Salah Satu Resto Lokal Favorit di Luang Prabang
Saat ini, rumah-rumah kolonial tua telah diberi kehidupan baru dan diubah menjadi guesthouse, butik atau kafe-kafe Prancis yang chic. Meski demikian, pemerintah setempat juga tidak lupa untuk memberikan warna baru bagi fisik kuil dan menambahkan fungsi kuil untuk dapat lebih dimanfaatkan oleh masyarakat setempat dan wisatawan.
Salah satu bakery favorit di Luang Prabang
Restoran – restoran baru yang menyajikan masakan lokal dan Perancis bertebaran di sepanjang jalan dan sudut-sudut kota. Restoran ini mempekerjakan koki terbaik di Laos dan menawarkan perpaduan masakan Perancis dan Laos yang fantastis. Kota ini juga dipenuhi dengan aroma kopi dan baguette yang baru dipanggang dari kafe dan restoran Prancis kuno yang berjejer di jalanan.
Perpaduan Masakan Lokal dan Perancis
Pasar malam masih merupakan surga lokal yang menjajakan segala sesuatu khas Laos, mulai dari tekstil lokal yang indah hingga mainan dan perhiasan aluminium yang terbuat dari sisa-sisa bom dari perang yang menghancurkan wilayah itu selama 20 tahun.
Pasar Malam Luang Prabang
Luang Prabang patut dikunjungi!
Kota tua ini merupakan tempat yang sempurna untuk berjalan-jalan sambil menikmati kota yang indah dan melakukan kontemplasi pada saat yang bersamaan. Semoga Luang Prabang tetap menjadi kota yang mampu mempertahankan sihirnya sebagai kota di mana sejarah catatan kelam, tradisi dan spiritualitas menyatu dengan keindahan alamnya, tanpa harus terkontaminasi oleh pariwisata massal. (cSa)