Mantan Dirut Telkom Ungkap Kisah Transformasi, IPO sampai Lahir Telkomsel
-
Uzone.id - Mantan Dirut Telkom, masa kerja tahun 1992 - 1996, Setyanto P Santosa, mengungkapkan kisah perjalanan transformasi di tubuh PT Telkom sebelum dan saat dia menjabat. Termasuk di antaranya adalah proses IPO Telkom pertama kali dan kisah dibalik munculnya Telkomsel.
Setyanto, yang juga pernah menjabat sebagai Dirut PT Inti ini mengatakan jika Telkom sejatinya adalah Adaptive Corporation sehingga sudah biasa bagi perusahaan untuk mengikuti perubahan. Dia berkisah jika transformasi pertama terjadi di era Sabar Sudirman menjabat, sekitar tahun 1965-1970."Beliau memberikan transformasi yang sangat berarti. Di antaranya perencanaan Gelombang Mikro (Miicro Wave), lalu layanan SLJJ. Dia juga yang 'membuka Indonesia' dengan membangun Stasiun Bumi Jatiluhur, bekerja sama dengan Intelsat. Sampai akhirnya turn around pertama dilakukan Telkom, dari sebagai Postel menjadi Perumtel," ujar Setyanto saat menjadi narasumber dalam Expert Insight Series #18 yang bertajuk 'The Transformation Journey of Telkom' digagas Telkom Corporate University, kemarin.
Kemudian era Sutanggar Tengker pun terjadi transformasi, namun di ranah manajemen. Salah satunya adalah merekrut direktur keuangan dari non-teknis. Di sini, Setyanto menyebut dirinya sebagai angkatan kedua karyawan non-teknis yang direkrut Telkom.
"Saat era Pak Willy Moenandir, itu paling lama menjabat, sampai hampir 15 tahun. Loncatannya banyak, salah satunya menghubungkan Indonesia melalui satelit, sistem komunikasi satelit domestik. Beliau juga menghubungkan Indonesia dengan Sistem Komunikasi Kabel laut (SKKL). Pertama dibangun menghubungkan Indonesia dengan Singapura. Kemudian dia juga mengubah perangkat analog menjadi sistem digital," papar Setyanto.
Kemudian, kata dia, Pak Cacuk Sudarijanto masuk sebagai dirut. Beliau melakukan transformasi di bidang manajemen. Kala itu, dia menyebut jika kuncinya adalah di pelayanan dan sumber daya manusia (SDM). Makanya, kemudian approach-nya lebih ke pelanggan. Lalu di masa jabatan Cacuk Sudarijanto pula Telkom berubah dari Perum menjadi Persero.
"Nah, saat saya menjadi direktur ada 5 perubahan yang saya lakukan. Pertama IPO, listed di NYSE, London Stock Exchange dan BEI. Kedua, melakukan kerja sama operasi. Ketiga mendirikan Telkomsel. Keempat, restrukturisasi korporasi dan kelima, memperkenalkan pensiun dini," jelas Setyanto.
Telkomsel dan IPO
Dikatakan Setyanto, kala dirinya menjabat sebagai dirut Telkom, kondisi Telkom memiliki beban keuangan yang berat. Hutang kurang lebih Rp4 triliun. Di benak Setyanto, bagaiman acaranya bisa mengelola perusahaan sekaligus membayar hutang, lalu membangun perusahaan tanpa berhutang. Apalagi saat pergantian dirinya dengan direktur sebelumnya (Cacuk Sudarijanto) dilakukan secara tiba-tiba, tanpa sistem. Kemungkinan, kata Setyanto, keluarga penguasa kala itu tak cocok dengan Cacuk.
"Makanya, saya harus membangun sistem dan culture. Kemudian muncul ide juga untuk public listed di New York. Ide IPO itu murni dari Telkom karena kala itu pemerintah tidak mampu menyediakan dana segar. Kami butuh Rp15 triliun untuk membangun 5 juta pelanggan. Akhirnya kami minta dana dari pasar global. Zaman Pak Cacuk pernah mengeluarkan obligasi, tapi saya tak mau karena obligasi itu adalah hutang," katanya.
Lalu, kata Setyanto, IPO ini pula yang kemudian memunculkan ide pendirian Telkomsel. Pasalnya, untuk menuju IPO, Telkom kala itu masih sulit untuk dijual. Ditambah, para direksi kala itu tak setuju adanya bisnis baru dibidang selular. Para direksi ingin agar Telkom fokus pada layanan telepon tetap (fixed telephone) karena 95 persen pendapatan Telkom berasal dari layanan tersebut.
Lalu dimulailah projek awal Telkomsel di Batam. Kenapa tidak di Jakarta? Setyanto mengatakan karena kala itu Telkom tidak ingin bentrok dengan usaha telekomunikasi milik penguasa, Satelindo, yang bemain di Jakarta. Lagipula, kata Setyanto, Batam merupakan wilayah kekuasaan Pak Habibie.
"Kita melakukan liberalisasi untuk perangkat telepon, membebaskan beli telepon di mana saja sehingga fokus Telkomsel di penjualan pulsa. Dulu harga satu ponsel yang dijual Satelindo Rp17,5 juta dan menjadi lambang status. Selain itu, sebenarnya Telkomsel dipersiapkan untuk menjadi sekoci Telkom. Kalau seandainya Telkom sulit, ada sekoci namanya Telkomsel. Tak tahunya, sekarang 65 persen pendapatan Telkom dari Telkomsel. Sudah menjadi kapal induk," ujar Setyanto.
Dari semua paparan Setyanto memberikan bukti pernyataan Setyanto sebelumnya, Telkom adalah perusahaan adaptif dan selalu mengikuti perubahan. Inilah yang disebut Setyanto harus disadari oleh semua BUMN.
"Value-nya adalah the constance is change, the certain is uncertainty," tutupnya.