Medsos Gak Lagi Picu Depresi pada Remaja, Benarkah?
-
Ilustrasi. (Foto: Unsplash)
Uzone.id - Belakangan ini, media sosial (medsos) selalu dijadikan biang kerok atas depresi pada remaja. Namun, studi terbaru mengungkapkan hal sebaliknya.Mengutip WebMD, studi yang diterbitkan di jurnal Clinical Psychological Science, menemukan bahwa waktu yang dihabiskan untuk Instagram, Snapchat, atau Facebook mungkin tidak memicu depresi pada remaja.
Faktanya, remaja perempuan yang tertekan cenderung menghabiskan lebih banyak waktu di medsos, untuk mencoba merasa lebih baik.
Baca juga: Tipe-tipe Wisatawan Millenial, Kamu Golongan Mana?
Temuan ini bertentangan dengan serangkaian studi yang mengatakan remaja dan dewasa muda lebih mungkin depresi bila mereka sering menggunakan medsos.
Studi-studi itu hanya mengamati depresi remaja dan penggunaan media sosial pada satu waktu. Sementara studi terbaru mencoba memahami perilaku remaja dari waktu ke waktu.
Demikian kata Pamela Rutledge, director of the Media Psychology Research Center di California, yang tidak terlibat dalam penelitian.
Baca juga: Glamping De’Loano, Kemping Gaya Nomadic di Purworejo
"Itu masuk akal, karena kita juga tahu bahwa media sosial dapat memiliki banyak manfaat," kata Pamela.
Apa pun, ada sisi positif dan negatif. Media sosial juga begitu, dan ada banyak cara untuk menggunakannya.
Mulai tahun 2017, para peneliti yang dipimpin oleh Taylor Heffer dari Brock University di St. Catharines, Ontario, mensurvei hampir 600 siswa kelas enam, tujuh, dan delapan setahun sekali, selama dua tahun.
Mereka juga melakukan survei tahunan terhadap lebih dari 1.100 mahasiswa selama enam tahun, dimulai pada 2010.
Baca juga: Lewat Layanan Ini, Vegan Jadi Gampang Cari Makan di Jepang
Mengutip WebMD, para peneliti menggunakan kuesioner untuk mengukur gejala depresi.
Mereka juga meminta peserta untuk memperkirakan penggunaan media sosial setiap hari, waktu yang mereka habiskan untuk gadget, dan kegiatan tanpa gadget seperti berolahraga.
Hasilnya, penggunaan media sosial tidak memperlihatkan peningkatan gejala depresi kalangan anak-anak sekolah atau mahasiswa.
Baca juga: Pesona ala Raja Ampat di Bukit Tuamese NTT
Anak perempuan usia sekolah dengan gejala depresi yang lebih besar justru cenderung lebih sering menggunakan media sosial. Para peneliti tidak menemukan hubungan yang sama di antara anak laki-laki usia sekolah atau mahasiswa.
Pamela mengatakan bahwa anak perempuan yang menderita depresi mungkin menemukan hiburan di Snapchat atau Instagram.
"Mungkin mereka lebih banyak menggunakan media sosial untuk terhubung dengan orang, dan jika tidak, mungkin mereka akan lebih terisolasi," kata Pamela.