Milenial, Generasi Kutu Loncat yang Mengubah Kultur Kerja
Milenial adalah generasi yang punya andil besar pada dunia kerja di masa mendatang. Dikutip dari Huffington Post, Dan Schawbel, seorang penulis buku ‘Me 2.0’ dan ‘Promote Yourself’ mengatakan pemilik perusahaan harus menyadari pentingnya peran milenial dalam membangun dunia kerja dan membuka kesempatan seluas-luasnya pada mereka.
“Pada 2020, 50 persen tenaga kerja adalah generasi milenial, dan pada 2025 angkanya merangkak hingga 75 persen,” ujar Dan yang juga memiliki perusahaan riset dan konsultan karier milenial.Bahkan menurut Yoris Sebastian, pengamat milenial, 50 persen dari usia produktif dan pekerja di Indonesia adalah generasi milenial. Dia menyebut, usia paling tua dari Gen Z kemungkinan masih banyak yang berkuliah, sehingga tenaga kerja masih didominasi oleh milenial.
Karena banyaknya milenial di dunia kerja, beberapa hal atau pola yang berkaitan dengan pekerjaan juga berubah seiring banyaknya pengaruh dari mereka. Sebuah penelitian dari Gallup mengungkapkan bahwa milenial sangat peduli tentang keseimbangan antara kerja dan kehidupan sosial mereka.
Fleksibilitas dalam bekerja adalah salah satu yang mereka inginkan. Mereka tetap bisa kerja remote dari rumah atau menyeruput latte hangat di sebuah kedai kopi sambil membereskan pekerjaannya.
Bahkan, dari penelitian tersebut terdapat fakta menarik bahwa para pekerja milenial ini bekerja lebih optimal ketika bekerja remote dibanding bekerja di kantor dengan rekan kerja mereka. Angka peningkatannya pun cukup besar, sekitar 60-80 persen.
Yoris menambahkan, pekerjaan yang fleksibel sebenarnya juga menguntungkan bagi perusahaan karena tidak perlu mengeluarkan biaya sewa kantor.
“Jadi mungkin biaya penghematannya bisa ngasih sesuatu yang lebih bagus lagi buat si karyawan,” ujarnya.
Milenial juga lebih kritis dan sadar betul akan kebutuhannya. Maka, masalah gaji dan benefit juga jadi salah satu pertimbangan yang membuat mereka tertarik untuk melamar ke suatu perusahaan.
Namun, agak berbeda dengan generasi sebelumnya, milenial tidak hanya peduli soal kesehatan jasmaninya saja, mereka juga mencari perusahaan yang punya benefit dan memperhatikan kebahagiaan mereka.
Misalnya, perusahaan tersebut juga mempunyai fasilitas seperti disediakannya makan siang, snacking room, gym, gaming room, bahkan hingga adanya penawaran liburan gratis untuk karyawannya.
Kedengaran berlebihan? Eits, jangan cepat menilai dulu.
Ketika sebagian orang menganggap generasi milenial terlalu banyak menuntut, Insperity, sebuah perusahaan jasa administrasi dan recruiter, menganggap hal itu sepadan dengan kemampuan milenial yang mampu menghadirkan ide-ide baru untuk sebuah perusahaan.
Milenial yang mampu beradaptasi dengan cepat juga berani melakukan perubahan dan berkembang meski pengalamannya tidak sebanyak seniornya terdahulu. Intinya, milenial merupakan pekerja yang tinggi motivasinya, antusias dan punya kemampuan. Secara tidak langsung, semua hal tersebut menjadikan milenial sebagai generasi yang mengubah ‘kultur kerja’ zaman sekarang.
Selain berusaha memberikan yang terbaik pada perusahaan tempatnya bekerja, mayoritas generasi milenial ternyata juga ingin punya kontribusi terhadap masyarakat luas. Hal ini dibuktikan dalam sebuah survei yang dilakukan oleh Deloitte Global di 36 negara. Anggapan bahwa uang adalah yang utama rasanya harus dibuang jauh-jauh, karena itu bukan menjadi prioritas milenial dalam bekerja.
Punit Renjen, CEO Deloitte Global, menambahkan, generasi milenial ini merasa para pemimpin perusahaan mereka terlalu menaruh ekspektasi yang tinggi pada agenda perusahaan, tanpa mempertimbangkan kontribusi untuk masyarakat.
“Jika sebuah bisnis ingin mempertahankan karyawan milenial, mereka perlu mengidentifikasi cara-cara agar mereka dapat secara positif memengaruhi komunitas tempat mereka bekerja dan fokus pada isu-isu seperti keragaman, bersifat inklusif dan fleksibel. Ya, jika mereka ingin mendapatkan kepercayaan dan kesetiaan para pekerja milenial,” katanya.
Sementara itu, 44 persen pekerja milenial masih memiliki keyakinan pada perusahaan mereka untuk melakukan perubahan yang berarti dalam masyarakat dan percaya para pemimpin perusahaan bisa memberikan dampak positif.
Pekerja milenial di Indonesia nampaknya juga punya kesamaan nilai untuk bisa berkontribusi di masyarakat luas. Menurut Yoris, pekerja milenial di Indonesia tak hanya peduli soal keluwesan dalam bekerja tapi juga menginginkan pekerjaan yang punya makna.
“Tipe-tipe pekerjaan yang seperti itu (yang bermakna) akan membuat milenial merasa bahwa dia berdampak, itu yang akan berjaya dan banyak. Pekerjaan-pekerjaan yang sekarang dianggap kurang seru gitu, itu kan nanti bisa tergantikan oleh robot,” pungkas Yoris.