Home
/
News
Para Perempuan Hebat Bacakan Surat Kartini
TEMPO.CO20 April 2017
Bagikan :
Tempo memulai peringatan Hari Kartini dengan membuat mural dan seni instalasi di Gedung Tempo serta menghelat ‘Panggung Para Perempuan Kartini’ di Museum Bank Indonesia, Jakarta, pada Selasa 11 April 2016.
Dalam kesempatan itu, empat menteri perempuan di Kabinet Kerja dan sejumlah selebriti membacakan surat yang ditulis Kartini kepada sahabatnya di Belanda.Perhelatan dimulai dengan biduan dan komposer Gita Gutawa yang melantunkan surat tentang sajak, gamelan, dan nyanyian. Kartini menyinggung gamelan yang tidak pernah riang gembira, meski dimainkan di tengah pesta. Gita, 23 tahun, membacakan surat bertanggal 27 Oktober 1902 yang ditujukan kepada Nyonya Abendanon-Mandri.
Menteri Khofifah membacakan surat Kartini. (TEMPO/Dhemas Reviyanto)
Tempo memilih surat dengan tema sesuai dengan latar belakang pembacanya. Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa, misalnya, kebagian tema radikalisme agama. Pada 21 Juli 1902, Kartini menuliskan kegundahannya akan orang-orang yang menghina pemeluk agama lain. “Agama seharusnya menjauhkan kita dari berbuat dosa, tapi berapa banyak dosa yang diperbuat atas nama agama itu,” ujar Khofifah, yang mengaku bergetar saat pertama membaca teks surat itu.
Menteri Retno Marsudi membacakan surat Kartini. (TEMPO/Dhemas Reviyanto)
Menteri Luar Negeri Retno Lestari Priansari Marsudi membacakan surat Kartini tentang keinginannya belajar di Belanda. Retno mengatakan Tempo memilihkan surat itu karena ia pernah menjadi Duta Besar untuk Kerajaan Belanda. Retno memaksakan diri hadir malam itu meski menderita gejala tifus. Dua hari kemudian, ia dirawat di rumah sakit.
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Rosmaya Hadi bersama Menteri Kesehatan Nila Moeloek dan Penyanyi Maudy Ayunda membacakan surat Kartini. (TEMPO/Dhemas Reviyanto)
Menteri Kesehatan Nila Djuwita Farid Moeloek mengatakan surat Kartini tentang bahaya minuman keras dan candu tertanggal 25 Mei 1899 merupakan peringatan, terutama bagi generasi muda sekarang.
Menteri Sri Mulyani bersama aktris Chelsea Islan membacakan surat Kartini. (TEMPO/Dhemas Reviyanto)
Sedangkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, yang tampil terakhir, membacakan kritik Kartini akan ketidakadilan sistem perpajakan Belanda. Kartini menulis surat itu di Rembang, 10 Agustus 1904, 38 hari sebelum dia meninggal pada usia 25 tahun akibat komplikasi setelah persalinan.
Seusai pembacaan surat, Sri Mulyani mengatakan kas Hindia Belanda menggelembung karena pajak besar untuk warga miskin. ”Moga-moga Indonesia menjadi kaya tanpa harus memajaki orang kecil, tapi memajaki orang kaya,” katanya, disambut tepuk tangan hadirin.
Ada juga musikalisasi puisi oleh Kartika Jahja, musikus sekaligus aktivis perempuan. Kartika, 37 tahun, meminjam Ibu Bumi, tembang yang kerap didaras para petani dalam aksi protes pembangunan pabrik semen di Pegunungan Kendeng, Jawa Tengah. Alasannya, lagu itu bertema kelestarian lingkungan, selaras dengan sajak kekaguman Kartini terhadap alam. ”Jadi pas. Ditambah Kartini berasal dari Jepara, yang dekat Kendeng,” ujarnya.
Mesty Ariotedjo tampil di acara "Panggung Para Perempuan Kartini" di Museum Bank Indonesia. (TEMPO/Dhemas Reviyanto)
Pembacaan surat diselingi denting harpa Mesty Ariotedjo. Musikus yang juga dokter dan model ini membawa Gelap Kan Sirna karya Tohpati dan lagunya sendiri, Lukis Indah Mimpi. ”Karena sesuai dengan buku Kartini, Habis Gelap Terbitlah Terang, dan banyaknya mimpi beliau,” kata Mesty, 27 tahun.
MAJALAH TEMPO
Berita lainnya:
Dian Sastro Ambil 3 Ajaran Penting dari Kartini
Mengapa Menteri Susi Menangis di Hari Kartini?
HARI KARTINI, Pingitan yang Merenggut Masa Kecil
Berita Terkait:
Sponsored
Review
Related Article