Pemblokiran Ponsel Ilegal, YLKI Harap Ada Kejelasan dari Pemerintah dan Operator
Ilustrasi. (Foto: Unsplash)
Uzone.id - Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Perindustrian, serta Kementerian Perdagangan telah sepakat akan memberlakukan pemblokiran ponsel ilegal atau aturan IMEI pada 18 April 2020.Kementerian Komunikasi dan Informatika juga telah selesai menggelar uji coba pemblokiran ponsel ilegal dengan pihak operator seluler dan asosiasi pada pekan lalu. Selama masa uji coba, memang pihak-pihak yang terlibat selama dua hari mencoba menerapkan metode blacklist dan whitelist untuk melakukan simulasi pemblokiran ponsel ilegal.
Meyambung soal pengaturan IMEI, Sularsih, Anggota Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meminta pemerintah untuk mengatur mekanisme validasi IMEI dengan baik, agar tidak terjadi kegaduhan di masyarakat.
Baca juga: Siap-siap, Menkominfo Bakal Umumkan Metode Blokir Ponsel Ilegal Jumat
"Karena kebijakan ini sebenarnya dibuat untuk melindungi konsumen. Bukan malah mempersulit konsumen untuk mendapatkan ponsel atau smartphone baru," ujarnya dalam sosialisasi aturan IMEI yang diadakan oleh Indonesia Technology Forum di Jakarta Selatan, Kamis (27/2).
Dari sisi konsumen, YLKI memandang aturan IMEI sudah menjadi mimpi konsumen sejak lama untuk mendapatkan produk yang legal, saat membeli di tempat yang legal. Sebab, konsumen juga berhak untuk mendapatkan produk yang aman dan memberikan keselamatan.
Selanjutnya, ia menekankan, "Ketika aturan soal IMEI diberlakukan, pasti ada suatu permasalahan di lapangan, maka perlu ada ke mana dan kepada siapa ketika ada permasalahan ini konsumen mengadu atau menanyakannya. Jadi kanal-kanal buat melakukan suatu akses ini adalah sangat penting buat masyarakat."
Baca juga: Mengenal Blacklist dan Whitelist, 2 Metode yang Diuji Coba untuk Blokir Ponsel BM
Sularsih memandang bahwa perlu ada kejelasan soal aturan IMEI dari sisi operator dan pemerintah dalam memberikan informasi.
"Jangan sampai bahwa ketika handset diblokir, karena tidak memenuhi persyaratan, kemudian konsumen beramai-ramai adalah kepada operator padahal bukan jasa layanan komunikasinya yang bermasalah, tapi handset-nya, nah ini yang perlu disampaikan kepada masyarakat," imbuhnya.