icon-category News

Pemerintah Berupaya Kendalikan Impor Baja

  • 17 Jan 2017 WIB
Bagikan :

Pemerintah bersama pelaku industri tengah berupaya untuk mengendalikan impor besi dan baja. Sebab adanya impor di sektor hilir industri besi dan baja membuat spekulan tumbuh subur.

“Produk besi dan baja sangat dimungkinkan untuk ditimbun. Hal itulah yang menjadi peluang bagi spekulan untuk melancarkan aksinya,” ujar Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika, Kementerian Perindustrian I Gusti Putu Suryawirawan, Selasa, 17 Januari 2017.

(Baca juga:  BPS Prediksi Aturan Baru Pertambangan Bisa Genjot Ekspor)

Menurut Putu, jika impor besi dan baja tidak dikontrol dan semakin besar, akan membahayakan keberlangsungan industri hulu di dalam negeri. Para investor pun enggan untuk berinvestasi di sektor ini jika harga pasar dikendalikan oleh para spekulan.

Untuk itu, pemerintah memacu pengembangan industri logam berbasis sumber daya lokal karena prospek sektor induk ini di masa mendatang masih sangat potensial.

“Industri logam disebut sebagai mother of industry karena produk logam dasar merupakan bahan baku utama bagi kegiatan sektor industri lain, di antaranya industri otomotif, maritim, elektronika, serta permesinan dan peralatan pabrik,” kata Putu.

Pada 2016 lalu, industri baja di Tanah Air diproyeksikan mampu memproduksi baja 12 juta ton. Dengan kebutuhan nasional berkisar 15-16 juta ton tahun tersebut, impor baja mencapai 3-4 juta ton atau tinggal 20-2 persen dari kebutuhan.

Sementara itu, pada 2012, produksi baja di Indonesia diperkirakan 5 juta ton. Dengan kebutuhan sebanyak 9,4 juta ton, sehingga impornya 4,4 juta ton atau masih meneapai 42,5 persen dari total kebutuhan nasional.

Ia juga menyatakan bahwa dalam upaya melindungi dan mendorong pertumbuhan industri logam nasional, pemerintah telah melakukan pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib. 

(Baca juga: Darmin Dukung Bea Keluar Mineral Mentah Naik 100 Persen)

Tahun ini, Kementerian Perindustrian bersama pelaku industri logam nasional sepakat untuk melakukan penguatan sektor industri baja mulai dari sektor hulu sampai hilir.

Putu menyebutkan, industri logam terdiri dari pengolahan besi dan baja, non besi dan baja seperti aluminium, tembaga, stainless steel, dan timah, serta logam tanah jarang.

“Penguatan struktur industri nasional diarahkan melalui hilirisasi karena berdampak positif pada peningkatan nilai tambah di dalam negeri,” tegasnya.

Upaya tersebut merupakan komitmen dari Kemenperin dalam melaksanakan amanat Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara serta UU No. 3 tahun 2014 tentang Perindustrian.

“Salah satu program lanjutan dari hilirisasi mineral adalah pengembangan industri terintegrasi dari hulu sampai hilir seperti yang diterapkan di Kawasan Industri Morowali dan Konawe yang berbasis smelter,” katanya.

(Baca juga: Pekerja Asing di Proyek Smelter Bisa Mencapai 40 Persen)

Guna mendorong percepatan program hilirisasi mineral, lanjut Putu, Kementerian Perindustrian terus memberikan dukungan antara lain dalam pemberian insentif fiskal seperti tax allowance.

Selain itu, pelaksanaan pada pelatihan dan pendidikan vokasi industri untuk alih teknologi dan penyerapan tenaga kerja lokal.

Pada semester I tahun 2016, pertumbuhan industri logam sebesar 9,79 persen atau di atas pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 5,05 persen.

Kementerian Perindustrian mencatat, sekitar 1.400 industri logam di dalam negeri mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 430 ribu orang pada tahun 2015. Sementara itu, total nilai investasi mencapai Rp211 triliun dan nilai ekspor sebesar US$ 8,31 miliar.

Biar gak ketinggalan informasi menarik lainnya, ikuti kami di channel Google News dan Whatsapp berikut ini.

Bantu kami agar dapat mengenal kalian lebih baik dengan mengisi survei di sini