Pemerintah Lacak Ponsel Warga Demi Cegah Corona, Langgar Privasi Gak Sih?
(Ilustrasi masyarakat bermain ponsel pintar. Foto: Jens Johnsson / Unsplash)
Uzone.id -- Salah satu hal yang dijelaskan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika mengenai upaya pengawasan dan penanggulangan COVID-19 di Indonesia adalah rencana pemantauan berkumpulnya orang di masa darurat seperti sekarang melalui data pergerakan ponsel. Kalau dipikir-pikir, hal ini tergolong menerobos privasi pengguna gak, ya?Pandemi corona ini memang mendorong agar masyarakat melakukan jaga jarak sosial dan jaga jarak fisik agar meminimalisir penularan virus. Imbauan berdiam di rumah telah digalakkan sejak beberapa pekan kemarin, namun tampaknya masih banyak yang keluar rumah dan berkumpul di berbagai titik.
Dari penjelasan Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate, proses pelacakan ponsel pengguna ini akan memanfaatkan nomor ponsel berdasarkan data BTS. Siapapun yang terdeteksi sedang berada di kerumunan tersebut, akan diperingati melalui SMS blast.
Baca juga: Cegah Massa Berkumpul Saat Darurat Corona, Pemerintah Pantau Ponsel Warga
Keputusan ini lalu dipertanyakan oleh pengamat telekomunikasi, IT, dan ekonomi digital Heru Sutadi.
“Soal tracing dan tracking ponsel warga, pertama, ini harus sepersetujuan warga atau pengguna itu sendiri. Jika tidak setuju, ya tidak boleh karena akan melanggar perlindungan data pribadi,” ungkap Heru saat dihubungi Uzone.id, Jumat (27/3).
Dia melanjutkan, “kedua, kalau ponsel, basis pelacakannya menggunakan apa? BTS atau teknologi GPS? Kalau GPS, artinya harus ada aplikasi yang lebih dulu di-approve pengguna, dan ini akan lebih presisi, seperti kita melihat kumpulan ojek online di aplikasi transportasi online.”
Heru mengatakan, jika pemerintah menggunakan BTS, maka akurasinya patut dipertanyakan.
Fungsi BTS sendiri untuk memancarkan sinyal ke ponsel dalam radius tertentu di suatu wilayah. Berbeda dengan fungsi GPS yang memang benar-benar memberikan sinyal lokasi dari si perangkatnya secara langsung.
Maka, hal ini yang dianggap Heru tidak begitu akurat karena deteksi kerumunan dari BTS tidak selalu menggambarkan keramaian dalam artian tempat nongkrong anak-anak di pinggir jalan yang bisa dibubarkan kapan saja.
Baca juga: Apple Watch Kini Bisa Pantau Reaksi Tubuh terhadap Gejala COVID-19
“Cakupan BTS seperti makro BTS bisa 5-12 kilometer, bahkan kalau wilayah kosong bisa 20 kilometer. Itu tidak bisa membedakan kerumunan dengan warga yang menggunakan semua ponsel dalam satu saat,” terangnya.
Dia menyambung, “jika daerah itu padat, bisa jadi disangka ada kerumunan terus setiap hari. Masalahnya, batasan kerumunannya berapa orang? Nah, titik konsentrasi kecil ini juga tidak bisa dideteksi secara akurat melalui BTS.”
Diketahui, upaya ini termasuk ke dalam Keputusan Menteri Kominfo Nomor 159 Tahun 2020 tentang Upaya Penanganan Corona Virus Disease (COVID-19) Melalui Dukungan Sektor Pos dan Informatika yang diumumkan pada Kamis kemarin (26/3).
Keputusan ini diterbitkan Menkominfo dengan merangkul beberapa instansi lain seperti Kementerian Kesehatan, Kementerian Badan Usaha Milik Negara, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dan Operator Telekomunikasi. Semua pihak berkoordinasi dalam upaya pengawasan, berupa tracing (penelusuran), tracking (pelacakan) dan fencing (pengurungan) COVID-19.