Pengamat Tak Setuju BRTI Dibubarkan Jokowi, Ini Alasannya
-
Ilustrasi (foto: Jayashankar Majhi / Unsplash)
Uzone.id -- Dari 10 lembaga nonstruktural yang dibubarkan oleh Presiden Joko Widodo, Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) masuk ke dalam salah satunya. Keputusan Jokowi ini dikritik oleh pengamat telekomunikasi Heru Sutadi.Executive Director Indonesia ICT Institute itu mengungkapkan rasa tidak setujunya terhadap pembubaran BRTI oleh Jokowi dan berharap dapat mempertimbangkan kembali keputusan tersebut.
“Mohon Bapak Presiden dapat mempertimbangkan kembali pembubaran lembaga ini yang bukan sekadar ada atau tiada, tapi amanat internasional yang didorong lembaga PBB yang mengurusi telekomunikasi, yakni ITU [International Telecommunication Union] untuk menghadirkan regulator independen telekomunikasi,” tutur Heru saat dihubungi Uzone.id pada Senin (30/11).
Menurutnya, BRTI itu merupakan lembaga jelas yang memiliki sejarah mengapa harus ada di Indonesia. Ia juga mengkritik Jokowi yang seolah tidak mendapat informasi lengkap mengenai sejarah berdirinya sebuah lembaga --dalam hal ini BRTI-- sehingga mudah untuk membubarkannya.
Baca juga: BRTI Dibubarkan Jokowi
“Membubarkan BRTI bukan hanya soal mencoret lembaga yang dibentuk berdasarkan UU Telekomunikasi, tapi tentu akan menjadi catatan dunia internasional. Tidak ada BRTI, maka Indonesia akan menjadi satu-satunya negara di ASEAN yang tidak memiliki badan regulasi telekomunikasi independen,” tukas Heru.
Independen yang ia maksud adalah semangat menjawab perubahan iklim bisnis telekomunikasi dari monopoli ke kompetisi yang secara konsep internasional dibutuhkan adanya lembaga pengatur, pengawas, dan pengendali telekomunikasi yang bebas dari kepentingan pemerintah dan pelaku usaha.
Selain itu, Heru juga memprediksi bahwa keputusan Jokowi untuk membubarkan BRTI akan menjadi sorotan dunia, karena pemain telekomunikasi Indonesia juga pemain-pemain dunia, khususnya negara-negara lain yang memperkuat badan regulasi telekomunikasi masing-masing ke arah multimedia.
“Semoga ada pertimbangan kembali dari presiden untuk meninjau keputusan dan mendengar sejarah berdirinya lembaga ini lebih dulu. Jangan kemudian kita dikucilkan dari pergaulan internasional dan berpengaruh terhadap investasi di sektor telekomunikasi yang saat ini menjadi sektor teramat penting,” pungkas Heru.
Baca juga: Selain BRTI, BPT Juga Dibubarkan Jokowi dan Akan Diambil Alih Kominfo
Seperti diketahui, bubarnya BRTI ini menandakan bahwa perannya akan dikembalikan ke Kementerian Komunikasi dan informatika (Kominfo) sebagai pemangku kebijakan.
Keputusan ini sudah ditetapkan di dalam Peraturan Presiden No. 112 Tahun 2020 yang diteken pada 26 November 2020.
Di dalam Perpres tersebut, disebut ada 10 lembaga yang dibubarkan oleh Jokowi dengan tujuan efisiensi pelaksanaan urusan pemerintahan.
BRTI memiliki fungsi sebagai badan regulator telekomunikasi yang pembentukannya mengacu pada UU No. 36 Tahun 1999.
Sementara pemerintah mengeluarkan Keputusan Menteri Perhubungan No. 31 Tahun 2003 tentang penetapan BRTI. Keputusan Menteri ini dikeluarkan pada 11 Juli 2003 dan BRTI disebut sebagai Institutional Review Board versi pemerintah dan dipercaya dapat menjadi penyeimbang regulator.
Selama beroperasi, BRTI berperan dalam melakukan penyusunan dan penetapan ketentuan jaringan telekomunikasi di Indonesia, serta penyelenggaraan jasa telekomunikasi dan pengembangan infrastruktur penyiaran.