Pernikahan Anak, Masalah Global yang Perlu Dapat Perhatian Masyarakat
-
Pernikahan anak menjadi salah satu permasalahan yang harus dihadapi oleh banyak perempuan di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Berdasarkan data dari UNICEF, secara global terdapat 700 juta perempuan yang hidup saat ini menikah ketika masih berusia anak.Di Indonesia, UNICEF bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data pada tahun 2016 yang menunjukkan angka pernikahan anak di Indonesia masih tinggi, yaitu sekitar 23 persen untuk pernikahan pada usia di bawah 18 tahun.
Selain faktor adat budaya dan kurangnya pengawasan orang tua, sosio-ekonomi juga menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya pernikahan anak. Di banyak tempat, banyak anak perempuan dinikahkan demi mendapatkan mas kawin yang akan digunakan keluarga untuk berbagai keperluan.
Di tempat lain, pernikahan anak diperbolehkan demi ‘melegalkan’ kegiatan seksual atau demi kesejahteraan ekonomi
Padahal menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), usia yang wajar bagi seseorang untuk menikah adalah 21 tahun untuk perempuan dan 25 tahun untuk laki-laki di Indonesia.
Dampak Pernikahan Dini Terhadap Ibu dan Anak
Selain batas usia yang belum mencukupi sesuai aturan, pernikahan anak juga memiliki dampak yang berbahaya bagi anak-anak perempuan.
Anak perempuan yang dinikahkan pada usia yang dini misalnya harus menanggung berbagai bahaya dan risiko. Dari sisi kesehatan, mereka akan menghadapi berbagai risiko karena melahirkan di usia dini- saat organ-organ mereka belum siap untuk kondisi tersebut. Menurut data, 68 persen perempuan meninggal dan 90 persen kanker rahim terjadi pada remaja perempuan yang menikah usia dini.
Mereka juga cenderung rentan terhadap risiko kekerasan dalam rumah tangga, gizi buruk, gangguan kesehatan seksual dan reproduksi, serta keadaan psikologis yang tidak stabil.
Seseorang yang berusia 18 tahun memiliki kondisi emosi yang belum stabil. Akibatnya, ketika mendapat tekanan, mereka akan bereaksi tanpa memikirkan dampak yang terjadi. Hal ini pada akhirnya akan berakibat pada anak-anak yang mereka asuh.
“Secara psikologi, pernikahan anak dapat menyebabkan trauma, krisis percaya diri, dan emosi tidak berkembang dengan matang. Kepribadiannya akan cenderung tertutup, mudah marah, putus asa, dan mengasihani diri sendiri. Hal ini terjadi karena sang anak belum siap untuk menjadi istri, pasangan seksual, dan menjadi ibu atau orang tua,” ungkap dr. Jimmi MP Aritonang, Sp.KJ, dokter Spesialis Jiwa OMNI Hospital Pulomas Jakarta.
Tidak hanya itu, pernikahan anak juga dapat menyebabkan gangguan kognitif, seperti tidak berani mengambil keputusan, kesulitan memecahkan masalah, dan terganggunya memori.
“Dominasi pasangan rentan menyebabkan terjadinya ketidakadilan, kekerasan rumah tangga, serta perceraian. Di sisi lain, tuntutan bersosialisasi dalam masyarakat atau menghadapi pandangan masyarakat akan membuat anak merasa tertekan dan cenderung menutup diri dari aktivitas sosial. Hal ini dapat menyebabkan produktivitas menurun dan sedikit peluang untuk melanjutkan pendidikan,” tutur dr. Jimmi.
Oleh karena itu, dalam rangka memperingati Hari Anak Universal pada 20 November 2018 lalu, Sequis, sebuah perusahaan asuransi jiwa dan kesehatan, mengajak masyarakat untuk turut berperan dalam meningkatkan kesadaran akan bahaya pernikahan anak.
“Salah satu upaya untuk mendukung pembangunan Indonesia adalah dengan mencegah terjadinya pernikahan anak. Perlu menunda hubungan seksual hingga umur, biologis, dan, mental menjadi dewasa serta finansial yang memadai karena perkawinan usia anak tidak memberikan dampak positif pada siapapun dan hanya menambah beban sosial dan ekonomi bagi keluarga, dan bagi bangsa,” tutur Vice President of Life Operation Division Sequis Eko Sumurat.
Dalam hal ini, Sequis memiliki kampanye Plan the Unplanned. Sebuah upaya khusus yang dibuat untuk memberikan pengetahuan tentang dampak pernikahan anak terhadap psikologi anak yang terlibat dan juga berfungsi untuk menyiapkan perlindungan bagi anak-anak sejak dini dari segala hal yang terjadi dalam kehidupan yang biasanya terjadi secara tak terduga.
Permasalahan pernikahan anak ini patut mendapat perhatian serius dari pemerintah, organisasi dan masyarakat luas karena pada dasarnya, anak-anak terutama anak perempuan berhak untuk mewujudkan impiannya, memiliki masa depan yang lebih baik, dan memiliki kesempatan untuk memajukan negara sebagai generasi penerus bangsa.