Home
/
Technology

Polisi ungkap order fiktif angkutan daring, 16 pelaku diringkus

Polisi ungkap order fiktif angkutan daring, 16 pelaku diringkus

Slamet AS/Hanif N02 April 2018
Bagikan :

Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Surabaya mengungkap kasus order fiktif angkutan umum berbasis aplikasi "online" atau dalam jaringan (daring) oleh satu komplotan yang terdiri dari 16 pelaku di Surabaya, Jawa Timur.

Kepala Polrestabes Surabaya Komisaris Besar Polisi Rudi Setiawan mengatakan 16 pelaku dalam komplotan ini setiap harinya menjalankan dua aplikasi, dengan masing-masing menjalankan peran sebagai pengemudi angkutan daring sekaligus calon penumpang dari dari ratusan telepon seluler yang telah disiapkan.

"Kami amankan 309 unit telepon seluler yang mereka gunakan sebagai barang bukti,? ujarnya dalam jumpa pers di Surabaya, Senin.

Mantan Direktur Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Sumatera Selatan ini menandaskan, dalam sehari satu akun yang mereka operasikan menargetkan melakukan pemesanan fiktif sebanyak 16 kali.

"Karena dengan memperoleh pemesanan 16 kali dalam sehari mereka dapat bonus senilai Rp300 ribu dari perusahaan atau operator angkutan daring. Bonus inilah yang mereka kejar setiap harinya," katanya, menjelaskan.

16 pelaku tersebut, lanjut Rudi, semuanya memang terdaftar sebagai pengemudi angkutan daring di sebuah perusahaan angkutan daring.

"Jadi akun yang mereka gunakan adalah asli. Masing-masing dari 16 pelaku ini memiliki satu akun. Kemudian satu sama lainnya memanipulasi order penumpang dari akun asli yang mereka miliki," ujar Rudi.

16 pelaku tersebut telah ditetapkan sebagai tersangka. Masing-masing berinisial RF (24), RT (20), DP (31), VL (28), MD (25), DN (25), RX (25) WD (45), BS (36), GC (27), RF (26), LM (26), RR (26), RN (30) dan RJ (30), semuanya warga Surabaya. Sedangkan seorang tersangka berinisial DK (21) merupakan warga Sidoarjo, Jawa Timur.

Karena telah memanipulasi data elektronik, polisi menjerat seluruh tersangka dengan Pasal 51 ayat (1) jo Pasal 35 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Eletronik. "Ancaman hukumannya maksimal 12 tahun penjara," ucap Rudi.

populerRelated Article