Home
/
Music

Portamento Siap Luncur di 2020, Big Data Raksasa untuk Royalti Musik

Portamento Siap Luncur di 2020, Big Data Raksasa untuk Royalti Musik

Sorta Tobing03 May 2019
Bagikan :

Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) memastikan Portamento, platform big data musik, bakal meluncur tahun depan. Penggunaan teknologi digital itu bakal menjadi jawaban kepada ekosistem karya musik yang lebih baik untuk penerimaan royalti.

Kepala Bekraf Triawan Munaf menyatakan, Portamento akan mengakomodasi daftar semua karya musik di Indonesia. "Musisi mengunggah musik sekaligus terdapat keterangan pencipta musik dan lirik, rekening bank, nomor wajib pajak, serta segala data tentang musik," kata Triawan kepada Katadata.co.id, Kamis (2/5) sore.

Nantinya, Portamento bisa terhubung dengan media sosial seperti YouTube dan Facebook serta jasa streaming musik seperti Spotify atau Joox. Sehingga, data itu bisa menjadi acuan bagi pendengar atau pengguna karya dalam membayarkan royalti.

(Baca: Anang Hermansyah Usulkan Revisi UU Hak Cipta Atur Royalti Digital)

Triawan mengaku banyak dana hak cipta dan royalti yang tidak masuk ke kantong musisi Tanah Air karena pendataan musik yang belum memadai. "Orang luar negeri tidak bisa transfer karena tidak tahu orangnya siapa di Indonesia," ujarnya.

Pemerintah sebenarnya sudah memiliki Lembaga Manajemen Kolektif Nasional di bawah Kementerian Hukum dan HAM untuk mengakomodasi royalti. Namun, ekosistem musik yang belum terbentuk dengan baik membuat praktiknya tak berjalan mulus.

Karena itu, Portamento bakal membantu proses monetisasi dari karya musisi Tanah Air. Bekraf juga membawa proyek itu ke luar negeri untuk presentasi dan sinkronisasi penggunaan platform supaya sistem dapat berjalan lancar.

(Baca: Kolaborasi dengan 88rising, Bekraf Promosikan Musik Indonesia di AS)

Bekraf menilai peran agen lisensi untuk hak kekayaan intelektual bakal lebih besar dalam menjual produk nasional ke luar negeri. "Kita butuh banyak agen lisensi yang punya metode, sistem, dan jaringan sehingga perannya seperti penerbit dalam buku," kata Triawan.

Sebelumnya, Anggota Komisi Pendidikan, Olahraga, dan Sejarah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Anang Hermansyah mengusulkan revisi Undang-Undang Hak Cipta Tahun 2014. Alasannya, aturan itu belum mengakomodasi royalti melalui layanan digital.

Anang menjelaskan, UU Hak Cipta telah menyinggung informasi dan teknologi, tetapi sekadar konteks penyebaran karya cipta melalui internet. "Belum mengatur mengenai keberadaan royalti atas hak cipta penyebaran melalui layanan digital termasuk media sosial," katanya dalam keterangan resmi.

(Baca: Bekraf Fasilitasi Musisi dan Komunitas Biduan Dapat BPJS)

Dia menilai, UU Hak Cipta telah tertinggal oleh perkembangan zaman. Sehingga, pembaharuan aturan harus memiliki visi sesuai disrupsi digital serta potensi perubahan globalisasi dalam penyebaran karya seni, terutama untuk media sosial.

Anang yang juga seorang musisi menambahkan, perkembangan teknologi digital di Indonesia semakin masif. Dia mencontohkan, Uni Eropa dan Amerika Serikat telah melakukan pembaharuan UU Hak Cipta.

"Uni Eropa baru mengesahkan UU Hak Cipta yang disesuaikan dengan perkembangan digital pada tengah April lalu. Amerika pada Oktober 2018 lalu juga telah mengesahkan Music Modernization Act (MMA)," ujarnya.

populerRelated Article