Resensi ‘Mia and the White Lion’: Singa Juga Punya Cinta
-
Mia and the White Lion (Galatée Films, Outside Films, Film Afrika Worldwide)
Uzone.id - Sebuas-buasnya singa, tapi dia punya kasih dan bisa membahagiakan manusia. Itu pesan yang bisa dipetik dari film 'Mia and the White Lion' yang saat ini tengah tayang di bioskop.Sedih banget kalau lihat film dokumenter ketika kolonial masuk ke Afrika, serdadu tentara asing banyak yang membantai singa karena dianggap ancaman besar terhadap manusia. Itu sebetulnya malah jadi bencana bagi alam karena merusak keseimbangan.
Bagi pencinta hewan tentunya juga sedih karena masih ada negara di Afrika yang mengandalkan pemasukan devisa melalui wisata berburu, termasuk hewan yang diburu adalah singa dan gajah.
Kayak negara Zimbabwe, singa gak masuk jadi hewan yang dilindungi. Perburuan singa legal di sana. Sampai pernah jadi isu hangat ketika singa bernama Cecil, singa yang begitu dicintai masyarakat Zimbabwe, mati dipanah oleh Walter James Palmer, seorang dokter gigi berkebangsaan Amerika Serikat.
Sama kayak di Indonesia, binatang harimau Sumatera makin terkikis jumlahnya akibat pembukaan lahan dan perburuan liar.
Sampai World Wildlife Fund (WWF) mengkampanyekan pelestarian harimau Sumatera dengan mengangkat Nadine Chandrawinata sebagai duta.
Baca juga: Resensi 'Dilan 1991': Ternyata Dilan Tak Seperti Dibayangkan
Alur cerita
Di tengah gempuran film 'Dilan 1991', di mana masyarakat lagi gandrung sama romansa Milea dan Dilan, terselip film 'Mia and the White Lion', masih bertahan di layar bioskop.
Film asal Prancis itu bisa jadi pilihan sebagai tontonan yang menceritakan petualangan Mia Owen (Daniah De Villiers) dengan sahabat singa bernama Charlie.
Film ini akan menyadarkan kita bahwa hewan eksotis itu harus mendapat perlindungan di tengah populasinya yang kian terancam.
Awalnya Mia kecewa keluarganya memutuskan pindah dari London ke Afrika Selatan. Sang ayah, John Owen (Langley Kirkwood) ingin kembali mengurus bisnis keluarga dengan menjaga peternakan binatang langka.
Mia yang kesal harus pisah dengan teman dan kekasihnya malah dapat kejutan di rumah baru, kelahiran seekor singa berwarna putih.
Baca juga: Pojok Dilan Diprotes, Kenapa Harus Tokoh Fiktif Sih?
Keduanya pun tumbuh dan bermain bersama seperti bermain bola, tidur bersama. Mereka sudah sulit terpisahkan.
Charlie pun tumbuh menjadi singa dewasa dan menunjukkan sifat aslinya sebagai hewan liar. Hingga suatu ketika Charlie menyerang seorang pengunjung di peternakan. Cerita jadi sedih ketika ayah Mia marah dan mengirim Charlie ke tempat konservasi.
Film ini akan terasa bosan kalau dintonton oleh orang yang memang bukan pencinta binatang. Tapi, kalau kamu pencinta binatang akan merasa ingin rasanya seperti Mia yang menjalin persahabatan dengan binatang eksotis.
Film berdurasi 97 menit ini mengingatkan kita pada film yang mengisahkan persahabatan manusia dan binatang lainnya, kayak 'The Jungle Book', 'Tarzan, Free Willy', 'Lassie', 'Babe', 'Hachiko: A Dog's Story', hingga 'Dolphin's Tale War House'.
Butuh 3 tahun
Memang sih, gak gampang bagi sutradara untuk menjadikan singa sebagai pemeran utama. Memang bisa ya singa dewasa tiba-tiba bisa begitu dekat dengan manusia.
Makanya sutradara Gilles de Maistre butuh 3 tahun menyelesaikan syuting Mia and The White Lion. Film ini membiarkan Daniah de Villiers dan singa tumbuh besar selama itu. Pengambilan gambar menghabiskan waktu 2,5 tahun, mulai Mei 2015 dan berakhir Desember 2017.
Daniah De Villiers dan Ryan McLennan juga melakukan 3 sesi pelatihan per minggu, selama 2-3 jam selama 3 tahun untuk bisa dekat dengan singa.
Sayangnya, sutradara Gilles de Maistre batal membuat sekuel karena sulitnya membangun chemistry antara Daniah De Villiers dan singa.
Beruntung Indonesia menjadi salah satu negara yang lebih dulu tayang. Sedangkan di Amerika Serikat baru tayang bulan April 2019.
Jadi, kisah Mia dan Charlie ini pantas diganjar dengan 4 bintang.