Home
/
Film

Review: Siap-siap Membelah Diri untuk Masa Lalu dan Masa Depan di ‘Ready Player One’

Review: Siap-siap Membelah Diri untuk Masa Lalu dan Masa Depan di ‘Ready Player One’
Hani Nur Fajrina29 March 2018
Bagikan :

Steven Spielberg doesn't change.

Kalimat itu yang langsung terngiang-ngiang di kepala gue ketika selesai nonton ‘Ready Player One’.

Setelah menggarap film-film bertema serius berbau sejarah seperti ‘Lincoln’, ‘Bridge of Spies’, dan ‘The Post’, akhirnya sutradara legendaris Spielberg bisa kembali meluangkan waktu untuk having fun melalui karya imajinatif ‘Ready Player One’.

Menulis tentang ‘Ready Player One’ gak gampang ternyata. Sejak tadi malam, gue berusaha berpikir kira-kira apa saja yang menarik untuk ditulis. Anggap saja karena gue masih terombang-ambing karena nostalgia budaya pop era 1980-1990an dan penasaran dengan masa depan.

Diinspirasi dari novel karya Ernest Cline dengan judul yang sama, ‘Ready Player One’ secara garis besar bercerita tentang masa depan di tahun 2045, di mana dunia tidak sepenuhnya menyenangkan. Menyoroti kota Columbus, Ohio di Amerika Serikat, di sana orang-orang gak terlalu menyukai kehidupan di dunia nyata.

Preview

Wade Watts (Tye Sheridan) adalah pemuda kesepian yang hidup di perumahan kumuh dengan desain menumpuk seperti rumah susun. “Reality’s a bummer,” ujarnya.

Saking malasnya dengan kehidupan nyata, Wade memanfaatkan dunia virtual bernama Oasis sebagai satu-satunya hiburan dan pelariannya. Namanya juga dunia virtual, ‘portal’ untuk memasukinya adalah melalui perangkat headset virtual reality (VR) yang tampaknya sebagai barang wajib yang dimiliki oleh setiap orang di 2045 itu.

Di Oasis, semua orang bisa membuat avatar, serta bisa melakukan apa saja sesuka hati. Suatu hari, mereka mendapat pengumuman dari kreator Oasis bernama James Halliday (Mark Rylance). Halliday yang sudah wafat 5 tahun sebelumnya meninggalkan wasiat untuk semua pemain Oasis agar mencari Easter Egg yang ia sembunyikan. Siapapun yang berhasil menemukannya, akan mendapatkan triliunan dollar dan hak memimpin perusahaan Oasis.

Wade yang memiliki avatar bernama Perzival bersama dengan avatar lain yang menjadi teman dekatnya, yakni Art3mis, Aech, Sho, dan Daito berjuang untuk memenangkan sayembara itu.

Warning: Spoiler alert!

Efek visual yang gak ada matinya

Sebetulnya bukan hal yang mengagetkan lagi bagi film besutan Spielberg jika memiliki efek visual yang mengagumkan. Secara, Spielberg diakui sebagai pemula teknologi grafis CGI (computer-generated imagery) untuk objek yang betul-betul hidup sejak ia aplikasikan untuk ‘Jurassic Park’.

Gak sampai 15 menit pertama, penonton langsung disuguhkan ke dunia virtual Oasis yang tentu saja semuanya animasi. Tapi, bukan animasi seperti kartun gitu lho, gaes. Animasi dalam konteks efek visual dari komputer untuk dunia fantasi.

Mulai dari kota New York buatan, Gunung Fuji, Piramida, sampai ke tiap karakter atau avatar Oasis yang gue tahu itu adalah format visual yang biasa kita saksikan di video game, tapi tetap membuat gue terperangah karena terasa sangat real. Intinya, efek visualnya super keren!

via GIPHY

Visualisasi para avatar berperang, balapan mobil, hingga ketika jalan raya berubah layaknya trek Hot Wheels yang sewaktu-waktu berantakan memang gak ada matinya.

Dan seperti yang sudah kamu lihat di trailer, ‘Ready Player One’ memanjakan mata penonton dengan berbagai karakter ikonik dari video game dan film lawas. Kamu bakal menemukan robot Iron Giant, Gundam, hingga Freddie Krueger, boneka Chucky, Atari, motor merah Akira, mobil canggih DeLorean ala ‘Back to the Future’, King Kong, dan… set film ‘The Shining’.

Semuanya dikemas dengan efek visual yang begitu apik, serta berhasil membuat gue nostalgia berkat kehadiran karakter dan budaya pop lawas yang disajikan di film.

Plot terasa cepat dengan konflik klasik

Sejak awal film dimulai, kita diberi informasi singkat tentang kondisi di tahun 2045, khususnya di Columbus, Ohio itu. Kita mengerti bagaimana pengaruh kehadiran dunia virtual Oasis di kehidupan nyata, serta bagaimana cara main dan lanskap negeri Oasis itu sendiri.

Sekitar 60 persen ‘Ready Player One’ mengambil adegan di dalam Oasis dengan storyline yang sebetulnya mudah dipahami, namun tetap membutuhkan perhatian rinci agar gak bingung di tengah plot.

via GIPHY

 

Dari awal, gue gak merasa film ini bertele-tele. Justru, terasa berjalan dengan cepat dan membuat kita langsung tahu inti permasalahannya apa.

Konflik yang hadir di ‘Ready Player One’ sifatnya klasik, yaitu perseturuan antara pihak antagonis (dalam hal ini, perusahaan teknologi IOI yang ingin menguasai Oasis) dan para karakter protagonis yang gak gampang menyerah.

Penokohan tiap karakter protagonisnya sudah on-point, hanya saja karakter antagonis bernama Nolan Sorrento (Ben Mendelsohn) sempat terasa membingungkan -- villain yang serakah, namun sebetulnya pengecut.

Membelah diri antara masa lalu dan masa depan

Spielberg berhasil membuat gue kembali mengingat betapa klasik dan canggihnya mobil DeLorean dari ‘Back to the Future’ yang dikendarai oleh Perzival. Tak cuma itu, mulut gue ternganga cukup lama sejak film ini baru dimulai.

Gimana enggak, experience yang didapatkan saat menonton dari awal benar-benar luar biasa. Disambut oleh lagu jadul ‘Jump’ dari Van Halen, adegan keren pertama dari film ini adalah ketika Perzival dan avatar-avatar lain mengikuti tahap awal pencarian Easter Egg pertama sungguh gila. Mobil-mobil dan motor Akira saling balapan di kota New York buatan dengan jalanan yang sewaktu-waktu bisa hancur.

Belum lagi, di tengah kota itu ada sejumlah tantangan kampret yang diisi oleh King Kong yang muncul dari gedung Empire State Building, serta… dinosaurus Tyrannosaurus rex alias T-rex. Gaes, please… ada T-rex! Asli, mulut gue pegal banget saking excited-nya!

Bahkan, Spielberg menambahkan adegan di mana penonton dibawa ke throwback moment ke set film ‘The Shining’ karya Stanley Kubrick yang diinspirasi oleh novel Stephen King. Gue sampai gak bisa berkata-kata karena itu nerd-moment banget!

via GIPHY

Lalu, kenapa bisa dunia virtual di tahun 2045 malah diisi oleh budaya pop dan karya ikonik yang hadir di era 1980-1990an? Bukannya jaraknya jauh banget?

Jawaban itu bakal kamu temukan di dalam film, gaes.

Kemudian hal menarik berikutnya adalah, gue merasa seperti membelah diri antara nostalgia masa lalu dan meneropong masa depan. Meski gue gak merasa Spielberg memberi detail secara dalam mengenai real world di luar Oasis, ada beberapa hal yang gue pikirkan gara-gara menonton ‘Ready Player One’.

Apakah mungkin nanti di masa depan dunia virtual mampu merenggut keaslian dari realita yang selama ini kita tinggali? Mulai dari penggunaan uang digital hingga mempertemukan kita dengan jodoh?

Apa mungkin dunia virtual yang digambarkan di ‘Ready Player One’ kurang lebih menjadi cerminan untuk apa yang sudah mulai terjadi di masa sekarang? Kita bisa mencari jodoh melalui teknologi dan memiliki uang digital di dunia maya.

Belum lagi tentang fenomena kecanduan dari para pemain yang membuat mereka lupa dengan kehidupan nyata. Meski gak separah ‘Ready Player One’ di mana para pemain gak tahu tempat saat memainkan VR mereka, paling enggak fenomena yang nyaris sama saat orang-orang mengganderungi Pokemon Go pada 2016 lalu sudah cukup menakutkan.

'Ready Player One' buat gue menginsprasi dari sisi kualitas sinematik dan nilai sosial yang ingin disampaikan, bahwa teknologi bisa menyenangkan bagi siapapun yang menyukainya, serta dapat menjadi penentu kemajuan zaman jika berada di tangan kekuasaan yang benar.

Secara keseluruhan, ‘Ready Player One’ adalah popcorn movie yang menghibur banget dan memanjakan mata berkat efek visual yang berhasil membawa gue masuk ke dunia virtual mereka.

Meski mulut gue pegal karena kebanyakan nganga saking takjubnya dengan visualisasi yang disajikan, gue cuma mau bilang terima kasih untuk Spielberg yang masih passionate membangun fantasi tanpa batas yang (lagi-lagi) berhasil menciptakan pengalaman sinematik seru di usianya yang sudah 71 tahun ini.

Luv bingit!

populerRelated Article