Home
/
Film

Review: ‘Tomb Raider’ Lahirkan Kembali Lara Croft Versi Lebih Manusiawi

Review: ‘Tomb Raider’ Lahirkan Kembali Lara Croft Versi Lebih Manusiawi
Hani Nur Fajrina08 March 2018
Bagikan :

Meski tangguh dan jago berantem, Lara Croft terlahir kembali sebagai karakter yang lebih manusiawi dan berjuang untuk bertahan hidup dari pekerjaan kurir yang mirip-mirip Go-Send versi sepeda…

Film ‘Tomb Raider’ yang baru dirilis pada Rabu kemarin (7/3) merupakan remake dari dua film terdahulunya dengan bintang Angelina Jolie sebagai Lara Croft, yang diadaptasi dari video game. Secara latar belakang cerita, bisa dibilang sama -- Lara berdarah Inggris, berasal dari keluarga kaya raya, memiliki ayah yang hilang entah ke mana.

Meski trailer ‘Tomb Raider’ terasa “yaudah”, ternyata dari awal film alurnya cukup memikat hati.

‘Tomb Raider’ kali ini langsung to the point mengisahkan bagaimana Lara Croft (Alicia Vikander) hidup sehari-hari di London. Dari situ, penonton, khususnya gue, diajak mengenal lebih dekat tentang siapa Lara ini. Meskipun mungkin sebagian besar orang sudah lebih dulu ‘kenal’ dengan sosok Lara Croft versi Jolie, tetap aja aura Vikander terasa berbeda.

Ia terlihat tangguh dan punya kemauan besar untuk jago bela diri. Dalam hal ini, tinju. Terlepas itu, Lara ternyata orang biasa yang bertahan agar bisa hidup dari pekerjaan yang seadanya: kurir sepeda. Karena hidup yang sederhana itu, ia sampai menuggak bayar sewa tempat olahraga tinjunya itu.

Lara menjalani aktivitas sehari-harinya seperti orang normal pada umumnya dan tetap have fun dengan teman-teman sebayanya. Usianya yang masih muda itu sekilas memperlihatkan bahwa dia berusaha move on dari tragedi memikirkan nasib ayahnya, namun enggan juga untuk mengakui bahwa ia sudah meninggal.

Kemudian, Lara tiba di suatu kondisi yang dapat membuat kehidupannya jauh lebih baik dari sekarang. Sebagai anak satu-satunya miliuner Richard Croft (Dominic West), Lara harus menandatangani surat yang menyatakan bahwa Richard telah meninggal. Dari situ, Lara bakal dihibahkan semua warisan dan wewenang menjalankan perusahaan besar ayahnya. Intinya, Lara gak lagi suseh idupnye.

Preview

Lara sempat menolak. Bukan karena jual mahal, tapi karena jauh di lubuk hatinya yang paling dalam, dia masih percaya bahwa ayahnya masih hidup. Namun, ia bimbang. Ia sadar betul butuh uang untuk hidup. Lalu, gak lama setelahnya, dia datang ke kantor Croft. Belum juga menggoreskan tinta di atas kertas pernyataan, tiba-tiba seorang karyawan senior mengeluarkan sebuah benda antik yang konsepnya puzzle.

Dari situ, Lara lambat laun mengikuti petunjuk terselubung dari sang ayah dan mengantarnya ke sebuah petualangan penuh jerih payah di sebuah pulau tak berpenghuni di Laut Iblis.

Soal alur, ‘Tomb Raider’ gak membosankan sama sekali. Malah, banyak menyelipkan suasana tegang di dalamnya. Petualangan yang dijalani Lara seakan dekat dengan kita.

Plot yang ditampilkan cukup jelas sehingga penonton tidak dibikin pusing dengan kompleksitas cerita. Ada twist juga di dalamnya mengenai sang ayah yang ternyata masih hidup dan bersembunyi di sebuah gua. Sementara karakter sang villain, Mathias Vogel (Walton Goggins) juga cukup membekas -- karakter yang serakah, kejam, dan seorang realis.

Preview

Twist lain yang gue suka adalah, permasalahan yang ada tentang makam misterius dewi Jepang Michiko yang hendak mereka datangi ternyata bukan mitos semata, namun berdampak nyata bagi kehidupan di Bumi -- sebuah alasan yang mampu membuat keseluruhan film ini terasa make sense.

Lara, ‘superhero’ perempuan yang masih ‘manusia’

Sejak awal, karakter Lara memang agak keras kepala, namun persisten. Hal ini terlihat jelas saat dia rela menggadaikan kalung pemberian ayahnya agar bisa mengantongi ribuan dollar demi bisa berangkat menuju Hong Kong sebagai garis awal dari petunjuk sang ayah. Tiba di Hong Kong, Lara langsung mencari seorang pemilik kapal nelayan besar yang dulunya kenal dengan ayahnya.

Di scene itu, Lara terkecoh oleh tiga bocah laki-laki berandalan yang menjambret tasnya. Lara memang jago karena berhasil mengejar mereka. Tak berhenti di situ, salah satu anak laki-laki tadi mengeluarkan pisau untuk menakut-nakutinya.

Meski Lara tetap tangguh, tapi Vikander memberi sentuhan istimewa lain, yakni mimik muka yang merasa terancam, namun sadar bahwa ia harus tetap bertahan hidup. Ini satu dari sekian banyak detail yang gue kagumi dari sosok Lara yang manusiawi.

Kalau membandingkan dengan Jolie, karakter Lara yang ia pegang lebih ‘baja’ alias tak kenal takut.

Kemudian, di beberapa adegan lainnya, Vikander juga berhasil membuat penonton ingat bahwa Lara itu mau bagaimana pun, adalah seorang perempuan. Bukan berarti regresif yang menyetujui bahwa perempuan memang selalu lebih lemah dibanding laki-laki, namun detail kecil ini tetap dipertahankan di ‘Tomb Raider’.

Lara yang belum bisa dibilang sebagai fighter profesional ini sering terlihat kesulitan ketika melawan laki-laki, bergulat dengan laki-laki memang butuh tenaga yang lebih besar, serta butuh keberanian besar untuk membunuh orang lain menggunakan tangan sendiri. Hal-hal yang penonton tahu belum pernah dilakukan Lara sebelumnya.

Preview

Kendati begitu, Lara tetap mengeluarkan kemampuannya sampai titik darah penghabisan agar… survive. Hal yang umumnya bakal dilakukan manusia manapun -- laki-laki dan perempuan -- di tiap situasi sulit yang memantik insting survival.

Orang boleh terlihat seperti superhero yang nyawanya seakan lebih dari sembilan karena sulit dibikin mati, namun Lara di sini diperlihatkan tetap memiliki vulnerability alias kerapuhan tersendiri, khususnya menghadapi daddy’s issues. Gue sih melihatnya bukan sesuatu yang cengeng, tapi memang membuatnya terlihat “manusia”.

Di sisi lain, karakter Lara juga tetap memiliki kendali terhadap kaum laki-laki. Contohnya, ia berhasil membuat para pekerja paksa di pulau itu nurut dengan perintahnya agar tetap bisa hidup. Pun begitu saat ia menaklukan Vogel yang serakah.

Hal terakhir yang gue sukai dari film garapan Roar Uthaug ini adalah, nihilnya efek sensual dari karakter Lara. secara penampilan, tentu saja Vikander dan Jolie berbeda. Karakter Lara versi Jolie memiliki lekukan tubuh yang digemari oleh kaum lelaki. Sementara versi Vikander, Lara terlihat normal tanpa embel-embel seksi seperti Jolie.

‘Tomb Raider’ secara keseluruhan berhasil menjadikan Vikander sebagai daya tarik utamanya. Tak perlu badan super seksi atau bibir tebal yang mengundang hasrat seksualitas dari para penonton, Lara Croft resmi terlahir kembali sebagai manusia utuh. Vikander is Lara Croft.

populerRelated Article