Home
/
Lifestyle

Studi: Uang Bisa Membeli Kebahagiaan

Studi: Uang Bisa Membeli Kebahagiaan
Dythia Novianty20 February 2018
Bagikan :

Banyak orang bilang uang tak bisa membeli kebahagiaan. Namun, sebuah penelitian mematahkan anggapan ini.

Studi terkini yang dilakukan tim dari University of Purdue di Indiana terhadap 1.7 juta orang di 164 negara di seluruh dunia menemukan bahwa menghasilkan sejumlah uang tertentu bisa menjadi kunci kebahagiaan hidup.

Untuk mendapatkan temuan ini, peneliti menganalisis kesejahteraan responden dan kepuasaan yang dirasakannya. Responden juga dianalisis daya beli mereka terhadap berbagai produk.

Temuan ini kemudian dibandingkan dengan pendapatan tahunan para responden untuk mencapai kebahagiaan mereka secara keseluruhan. Secara umum, responden dari negara-negara kaya merasa lebih puas dengan kehidupan mereka saat mendapatkan gaji yang lebih tinggi.

Wilayah dengan tingkat kepuasan tertinggi adalah Australia dan Selandia Baru, dimana rata-rata responden yang berasal dari daerah tersebut merasa bahagia jika pendapatannya mencapai Rp1,6 miliar dalam setahun.

Sebagai perbandingan, wilayah dengan pendapatan terendah adalah Amerika Latin dan Karibia, dengan angka Rp447 juta dalam setahun.

Kebun Binatang Taronga atau Taronga Zoo, Sydney, Australia. (Shutterstock)
Preview

Foto: Kebun Binatang Taronga atau Taronga Zoo, Sydney, Australia. (Shutterstock)

Lokasi bukanlah satu-satunya faktor yang dipertimbangkan para peneliti, saat menilai berapa banyak uang yang dibutuhkan orang berpenghasilan setiap tahun, sebelum mereka dapat menggambarkan dirinya sebagai orang yang benar-benar bahagia.

Lelaki menurut peneliti, lebih menganggap uang dapat mendatangkan kebahagiaan dibandingkan perempuan. Alasannya, bagi lelaki, kekayaan merupakan simbol kesuksesan yang menentukan posisi mereka di lingkungan sosial.

Namun, tim yang dipimpin oleh mahasiswa doktoral di Departemen Ilmu Psikologi Andrew T. Jebb, ini pada akhirnya menyimpulkan bahwa orang dengan gaji lebih tinggi mungkin memerlukan waktu lebih lama untuk mencapai kebahagiaan daripada pendapatan rendah.

"Pendapatan tinggi biasanya disertai dengan tuntutan tinggi seperti waktu yang terbatas, beban kerja, tanggung jawab yang mungkin juga membatasi kesempatan untuk menikmati pendapatannya, seperti berekreasi maupun melakukan hobi mereka," ujar Jebb. [Independent]

 

Berita Terkait:

populerRelated Article