Rubicon dan Harley Davidson, Simbol Suksesnya Penarikan Pajak Negara
Foto: Jeep
Uzone.id - Di Indonesia ini, apa perlu sebuah tindakan kekerasan untuk membuka tabir kebenaran? Berawal dari kasus penganiayaan putra pejabat pajak, berbuntut panjang sampai terungkapnya gaya hidup mewah para pejabat yang hidup dari pajak warga Indonesia tersebut.
Rubicon, sebuah mobil buatan Jeep pun naik keatas panggung, disusul moge ikonik Amerika, Harley Davidson. Keduanya kini seolah layak dijadikan simbol keberhasilan pemerintah dalam menarik pajak dari masyarakat.Seberapa sukses negara menarik pajak dari warganya? Ya lihat saja para pejabat instansi pajak tersebut. Semakin banyak pajak yang warga Indonesia bayarkan, semakin sukses mereka.
BACA JUGA: Mengenal Komunitas 'BlastingRijder' yang Diminta Bubar Sri Mulyani
Hal tersebut ditunjukkan dengan kendaraan mewah seperti Jeep Rubicon dan moge Harley Davidson yang sengaja dipertontonkan sebagai bukti kalau ‘keluarga besar’ mereka sukses menarik pajak dari warga.
Padahal, kalau kita mengkerucut di satu bidang pajak saja, yakni pajak kendaraan, tercatat oleh kepolisian baru hanya sebesar 50 persen dari total pengguna kendaraan yang tersebar di seluruh Indonesia.
“Berdasarkan data, tingkat kepatuhan masyarakat Indonesia hampir 50 persen lebih para wajib pajak itu lost atau tidak bayar pajak. Itu artinya 50 persen kendaraan yang berada di jalan raya tidak bayar pajak,” kata Direktur Registrasi dan Identifikasi Brigjen Pol. Yusri Yunus dikutip dari website ntmcpolri.
Bayangkan bagaimana suksesnya negara menariki pajak warga. Baru 50 persen saja, para pejabat pajak sudah memiliki Jeep Rubicon dan Harley Davidson.
Bahkan, tingkat stress dan tekanan di pekerjaan mereka, harus di netralkan melalui kegiatan hobi naik sepeda motor besar dan tergabung dalam sebuah komunitas ekslusif BlastingRijder.
Banyak meme dan ‘keluhan-keluhan digital’ yang beredar pasca hebohnya kasus penganiayaan tersebut. Malah, arahnya bukan ke sisi kekerasan di kasus tersebut, tapi gaya hidup para pejabat pajaknya.
Sementara banyak warga yang bekerja dan berpenghasilan pas-pasan, harus berjuang di tengah ruwet, macet dan kerasnya Ibukota, untuk kemudian ditariki sebagian penghasilannya untuk membayar pajak.
Ironisnya, pajak dari penghasilan yang mereka dapatkan—secara lebay—dengan darah dan air mata tersebut seolah digunakan untuk memakmurkan oknum pegawai di instansi pajak negara tersebut.
Apalagi kasus ini mencuat ke permukaan jelang pengumpulan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pajak, yang diyakini makin membuat masyarakat geram dan sentimen terhadap isu gaya hidup para pegawai pajak tersebut.
Apa masih perlu kita wajib membayar pajak? Sebagai warga negara yang taat, jelas itu sebuah kewajiban. Hanya saja, tahun ini mungkin kondisinya akan berbeda dari tahun-tahun sebelumnya.
BACA JUGA: Suzuki Spresso Kini Pakai Mesin Baru dan Tambah Fitur
Diharapkan, dengan mencuatnya kasus ini, makin banyak warga yang sadar dan punya keingin tahuan, untuk apa saja pajak yang mereka bayarkan itu dipergunakan negara.
Akan semakin banyak warga negara yang kritis dan memahami, kalau para pegawai pajak adalah pelayan masyarakat untuk mengelola keuangan yang berasal dari pajak warga negaranya.
Kan, tidak mungkin pelayan kok bisa lebih tajir dari yang dilayaninya?
Jadi, mari kita membayar pajak dan melaporkan pajak-pajak yang harus kita bayarkan tersebut, agar semakin banyak simbol-simbol kesuksesan negara dalam menariki pajak dari warga negaranya.
Sementara kita warga biasa? Hanya harus terus bekerja dan bekerja dan berdoa, agar tetap bisa memenuhi kewajiban membayar pajak ke negara.