icon-category Technology

Saat Gojek-Grab Perang Tarif, Kemenhub Hanya Bisa Diam

  • 09 Dec 2018 WIB
Bagikan :

Persaingan tarif antara dua penyedia layanan ride-sharing berbasis aplikasi terbesar di Indonesia masih belum berakhir. Sebab pada November 2018, Gojek melakukan penurunan tarif per kilometer bagi layanan Go-Ride menjadi Rp1.200.

Nilai itu jauh di bawah tarif per kilometer yang pernah ditetapkan per Juni 2018 yang berada pada kisaran Rp2.200 hingga Rp3.300. Salah satu alasan naik turunnya tarif Gojek adalah demi menjaga ritme permintaan dan penawaran pasar.

Berbeda dengan Gojek, Grab masih menjaga tarif layanan Grab-Bike pada kisaran harga Rp2.200. Managing Director Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata pun mengkritik kebijakan itu usai peluncuran GrabBike Lounge di Jakarta Selatan, Selasa (4/12) lalu.

Menurut Ridzki, saat para mitra berdemonstrasi menuntut peningkatan kesejahteraan, Gojek gencar ingin menaikkan tarif per kilometer. Namun saat ini, kata Ridzki, Gojek justru tiba-tiba menurunkan tarif.

Vice President Corporate Affair Gojek Michael Say saat dikonfirmasi reporter Tirto belum mau berkomentar. Ia meminta pertanyaan terkait perang tarif dan protes Grab ini dikirim via email.

Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Guntur Syahputra Saragih mengaku tidak terkejut dengan naik turunnya tarif itu. Menurutnya, kompetisi yang terjadi di antara kedua penyedia layanan ride-sharing itu wajar lantaran persaingan memang ditujukan untuk melahirkan harga.

Namun, Guntur memberi catatan pelanggaran dapat terjadi dalam suatu persaingan harga bila terdapat pelaku usaha yang ingin membuat pelaku usaha lainnya keluar dari pasar.

Guntur menyebut hal itu sebagai predatory pricing. Praktik ini dinilainya sebagai bentuk pelanggaran yang dapat ditindak KPPU.

Sementara terkait persaingan harga antara Gojek dan Grab, Guntur mengklaim belum menemukan indikasi yang mengarah pada pelanggaran tersebut.

“Kalau soal predatory pricing belum ada indikasi ke sana. Jadi itu normal karena mereka berkompetisi, bersaing dari sisi harga,” kata Guntur kepada reporter Tirto, Rabu malam (5/12/2018).

Selain itu, Guntur juga mengingatkan pelaku usaha tidak boleh mengajak pelaku usaha lainnya untuk membuat kesepakatan harga, terutama bila mereka merupakan pemain dominan dalam pasar.

Hal itu, kata Guntur, juga berlaku baik bagi Gojek maupun Grab yang telah menjadi dua pemain utama dalam pasar ride-sharing.

Infografik CI Perang tarif gojek vs grab

Dalih Kemenhub Tak Bisa Berbuat Banyak

Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Budi Setiyadi tidak dapat berkomentar banyak soal perang tarif Gojek dan Grab. Ini lantaran layanan ride-sharing bagi kendaraan roda dua tidak memiliki landasan hukum.

Selain tidak dapat dibuat peraturan setingkat menteri, Budi beralasan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan juga belum mengakui sepeda motor sebagai transportasi publik.

“Belum ada sama sekali, ya [tindakan terhadap persaingan tarif]. Kami belum ke roda dua,” kata Budi kepada reporter Tirto.

Sejauh ini, kata Budi, kementeriannya hanya dapat mengontrol persaingan harga pada taksi online. Hal itu telah lama dilakukan melalui Peraturan Menteri No. 108 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.

Dalam proses penegakan aturan itu, ia mengatakan Kemenhub telah bekerja sama dengan KPPU dan kepolisian.

Menurut dia, KPPU berperan menerima pengaduan bila terjadi ketidaksesuaian tarif batas atas dan bawah.

Sementara itu, petugas Kemenhub dan kepolisian juga akan mengecek jika terdapat keluhan dari driver terkait tarif yang tengah ditetapkan.

Baca juga artikel terkait OJEK ONLINE atau tulisan menarik lainnya Vincent Fabian Thomas

Biar gak ketinggalan informasi menarik lainnya, ikuti kami di channel Google News dan Whatsapp berikut ini.

Tags : gojek grab 

Bantu kami agar dapat mengenal kalian lebih baik dengan mengisi survei di sini