Satukan Kekuatan Melalui Inovasi Kolaboratif
Ilustrasi foto: Antonio Janeski/Unsplash
Kolom oleh: VP Digital Business Strategy & Governance Telkom Indonesia, Riza A. N. Rukmana.
Uzone.id – Banyak pendapat dari tokoh besar tentang perlunya kita atau perusahaan tempat kita bernaung untuk selalu berubah dan menyesuaikan diri dengan keadaan. Namun, salah satu yang menarik perhatian saya adalah kutipan dari Mantan Perdana Menteri Inggris Winston Churchill yang mengatakan, “to improve is to change; to be perfect is to change often.”Perubahan adalah hal yang sulit dilakukan dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam dunia bisnis, khususnya perusahaan—baik dari sisi manajemen, karyawan, pemangku kepentingan, dan lainnya.
Istilah “keluar dari zona nyaman” atau comfort zone menjadi idiom yang mudah diucapkan namun sulit dilakukan, apalagi diwujudkan. Hal itu menjadi sebuah tantangan tersendiri karena pastinya kita sudah terbiasa dengan skema operasional yang lekat dan akrab dengan diri kita—apalagi ketika telah berlangsung selama tahunan.
Ketika semua itu berubah, artinya manajemen hingga karyawan harus belajar tentang sebuah hal baru, menyesuaikan, dan menerapkannya.
Di tengah perubahan yang saat ini berlangsung secara dinamis, baik dari sisi perilaku, kebutuhan konsumen bahkan situasi, perusahaan perlu mengkombinasikan semangat kewirausahaan dan manajemen strategis, atau dikenal dengan strategic entrepreneurship (SE).
Baca juga: Kolaborasi di Era Digital Demi Capai The Biggest Pond!
Strategic entrepreneurship adalah tentang opportunity-seeking activities dan advantage-seeking activities (Fontana A. 2012). Melalui strategic entrepreneurship, perusahaan akan menggabungkan atribut berorientasi eksplorasi dengan eksploitasi.
Tujuannya untuk mengembangkan inovasi yang konsisten dan tetap terdepan dalam segala hal—khususnya teknologi—dibandingkan para pesaingnya. Bentuknya beragam, mulai dari organisasi baru, produk baru, proses baru, layanan yang baru, dan masih banyak lagi. Intinya adalah merespons perubahan.
Walau dituntut agar bisa mengidentifikasi peluang, perusahaan juga harus melihat potensi yang dihasilkan ketika ingin mengeksploitasinya. Dan yang terpenting, perusahaan juga harus melihat kemampuan yang mereka miliki.
Jangan sampai peluang yang diidentifikasi dan dieksploitasi berada di luar kapabilitas yang dimiliki, sehingga justru berdampak buruk di kemudian hari. Hal inilah yang diungkapkan L.P Kyrgidou dan M. Hughes dalam strategic entrepreneurship: origin, core elements, and research direction (2010).
Sebagai proses dan upaya untuk mengidentifikasi kesempatan dan mengeksploitasinya, perusahaan juga harus melakukan pengukuran dan menghitung strategi pelaksanaan berdasarkan kemampuan yang dipunyainya.
Pandemi yang berlangsung hampir genap tiga tahun telah memaksa perusahaan untuk beralih ke dunia digital. Jika sebelumnya mereka kerap menunda-nunda rencana ini, Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) membuat mereka berbondong-bondong beralih ke dunia digital agar tetap bisa terhubung dengan konsumennya, entah demi urusan promosi, penjualan, sistem kerja, komunikasi, dan lainnya. Mereka harus berubah dan dipaksa untuk mengeksplorasi hal baru, yaitu dunia digital.
Ketika perusahaan itu telah memiliki divisi digital tersendiri, tugas dan tantangan mereka (mungkin) akan sedikit berkurang. Namun, lain halnya jika perusahaan itu terlahir sebagai perusahaan konvensional.
Tak sedikit dari mereka dengan terburu-buru dan terpaksa, harus membentuk sebuah divisi khusus agar bisa eksis di dunia digital. Padahal talenta di dunia IT, seperti chief technology officer, head of product, information security analyst, data scientist, hardware dan software engineering, web developer tengah menjadi rebutan banyak perusahaan—khususnya startup teknologi.
Perusahaan pun terpaksa harus membayar mahal untuk mewujudkan terbentuknya divisi teknologi informasi ini. Situasi menjadi kian menantang apabila ternyata Anda dan perusahaan tidak atau belum terlalu akrab dengan kemajuan teknologi yang terjadi.
Lantas apa yang bisa kita lakukan? Collaborative innovation salah satu jawabannya. Inovasi kolaboratif sendiri mengacu pada upaya pengembangan bisnis baru perusahaan ketika mitra eksternal memainkan peranan penting. Hal ini disebut juga inovasi terbuka (open innovation).
Dalam ekonomi di tengah dunia yang saling terhubung serta seiring majunya dunia Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), kolaborasi adalah hal yang lumrah terjadi. Sebut saja YouTube atau Instagram yang berkolaborasi dengan penggunanya dalam menghadirkan jutaan konten tiap harinya.
Di dalam dunia bisnis, kolaborasi juga acap terjadi. Sebut saja kolaborasi Adidas dan Kanye West yang menghadirkan Yeezy, Samsung dan Starbucks yang menghadirkan aksesoris khusus untuk pengguna Samsung Galaxy, dan masih banyak lagi.
Baca juga: Hikmah dari Tech Winter yang 'Paksa' Startup PHK Karyawan
Kolaborasi tidak terbatas hanya antara perusahaan yang satu dan lainnya; tetapi juga entitas apapun seperti lembaga penelitian, universitas, komunitas, individu, atau lainnya di seluruh dunia.
Salah satu kolaborasi apik yang terjadi adalah hadirnya aplikasi PeduliLindungi. Aplikasi ini dikembangkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika bekerja sama dengan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kementerian BUMN, dan Telkom Indonesia.
Aplikasi yang selama ini kita gunakan untuk keluar masuk gedung perkantoran atau mall itu, melacak masyarakat yang terkena Covid-19, serta menghadirkan sejumlah informasi seputar pandemi, terhubung secara nasional dengan dinas kesehatan.
Di sini, pemerintah menyerahkan seluruh pembuatan PeduliLindungi ini kepada Telkom Indonesia sebagai perusahaan telekomunikasi digital. Dengan cara itu, pemerintah bisa fokus pada tugasnya menjaga keselamatan dan kesejahteraan rakyat Indonesia.
Pemerintah juga bisa terhindar dari kesemrawutan struktural, penghalang efektivitas birokrasi, dan lainnya. Padahal kebutuhan akan kehadiran aplikasi seperti PeduliLindungi sangat dibutuhkan. Pemerintah pun berkolaborasi dengan Telkom Indonesia, yang memang memiliki kapabilitas di ranah ini dan telah menyediakan layanan digital secara menyeluruh atau end-to-end.
Produk lain yang juga hadir berkat kolaborasi adalah PaDi UMKM atau Pasar Digital Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Ini merupakan platform digital yang diinisiasi oleh Kementerian BUMN, dan bersinergi dengan sejumlah BUMN serta Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang Jasa Pemerintah.
Platform PaDi UMKM yang hadir pada tanggal 17 Agustus 2020 bertepatan dengan perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia ke-75 ini dibentuk dengan tujuan membuka akses pasar yang lebih luas bagi UMKM untuk hadir dan turut serta pada kegiatan pengadaan barang dan jasa pemerintah, khususnya BUMN.
Baca juga: 5 Perintah Jokowi untuk Percepatan Transformasi Digital RI
PaDi UMKM akan menjadi konektor antar pemain UMKM dan perusahaan pelat merah di Indonesia. Berbagai peluang bisnis bisa terlahir mulai dari pengadaan barang dan jasa material konstruksi, ekspedisi dan pengepakan, sewa dan pengadaan peralatan mesin, periklanan, peralatan kantor, katering, dan lainnya.
Meski digunakan oleh ribuan UMKM dan sejumlah BUMN—seperti Pembangunan Perumahan (PP), Waskita Karya, Wijaya Karya (Wika), Pupuk Indonesia, PT Pertamina, Bank Rakyat Indonesia (BRI), Pegadaian, dan Permodalan Nasional Madani (PNM)—aplikasi ini dibuat dan dihadirkan oleh Telkom Indonesia. Sehingga, para BUMN lainnya bisa fokus pada bisnis utamanya dan cukup menggunakan aplikasi ini ketika ingin terhubung dengan pelaku UMKM.
Bisa kita bayangkan berapa banyak investasi yang dikeluarkan sebuah perusahaan jika membuat aplikasi ini sendiri, entah dari sisi waktu, investasi, tenaga, dan lainnya? Dengan kolaborasi ini, mereka bisa fokus pada kapabilitas yang menjadi fokus mereka.
Bukan rahasia lagi bahwa perusahaan kini dituntut untuk selalu berinovasi. Namun, ada kalanya kapasitas dan kapabilitas yang dimiliki perusahaan sangatlah terbatas.
Itulah mengapa collaborative innovation bisa menjadi cara yang tepat untuk menjawab semua tantangan itu. Sehingga, Anda dan perusahaan tidak perlu ragu untuk menghadapi berbagai perubahan—khususnya di dunia digital— yang saat ini terjadi berulang kali dalam waktu singkat.