Home
/
Lifestyle

Tentang Sabun Giv Batangan yang Mulai Aku Lupakan

Tentang Sabun Giv Batangan yang Mulai Aku Lupakan

Moh Fajri25 March 2018
Bagikan :

Awalnya prinsip mandiku itu yang penting basah sekujur tubuh. Urusan bersih atau tidaknya yang penting sudah basah. Prinsip mandiku mulai berubah saat usiaku menginjak Tsanawiyah. Aku mulai mengenal sabun.

Awalnya aku tidak menghiraukan sabun apa yang kupakai setiap hari. Ada di kamar mandi yasudah kupakai. Sampai akhirnya aku mengetahui kalau merk sabun yang biasa kugunakan ini namanya GIV. Tanpa kusadari GIV menjadi sabun yang selalu menemani hari-hariku. Membantuku dalam membasuh peluh.

Suatu hari aku ingin ganti pakai sabun lifebuoy setelah melihat iklan di televisi. Sehingga aku ingin bertanya ke Emakku,

"Mak, opo o sabun e kok GIV terus ora tahu ganti lifebuoy?"

Belum sempat hal tersebut kutanyakan, aku sudah tahu jawabannya. Ternyata sabun GIV merupakan sabun yang sangat mudah didapatkan. Emakku tidak harus membelinya di toko karena saat itu setiap seminggu sekali selepas ngaji rutinan, Emakku pasti pulang membawa bungkusan yang kebanyakan isinya sabun GIV batangan. Keawetan GIV batangan juga tidak usah diragukan lagi. Satu batang saja tidak akan habis dipakai selama sebulan. Kecuali sabun e mbok gawe lalapan mangan, yoh cepet entek yoh cepet matek.

Menginjak masa kuliah, GIV masih menjadi primadona bagiku. Wajahku yang selalu bersinar saat ke kampus resepnya cuman pakai GIV. Aku membawa enam bungkus GIV dari rumah. Harapannya selama satu semester uang Bidikmisiku tidak terpakai untuk membeli sabun mandi. 

Akan tetapi, imanku mulai goyah saat suatu hari aku main ke kosan temanku sebelum berangkat kuliah. Cuaca yang panas saat itu membuatku terpaksa ingin numpang cuci muka.

"Lek, pinjam sabunmu yoh gawe cuci muka?" ujarku.

"Oyi sam, sabun wajahku merk e Garnier,” jawab temanku.

"Oyi lek.”

Kubasuh seluruh wajahku dengan air bersih. Klak, kubuka tutup sabun Garnier. Kupencet dengan menengadahkan jari telunjukku. Kuratakan Garnier di seluruh permukaan wajah. Terasa seperti ada kerikil-kerikil kecil di wajahku. Setelah itu, kubilas wajahku dengan air bersih.

 "Ohh damn, benar-benar segar sekali. Belum pernah aku merasakan kesegaran yang seperti ini setelah cuci muka. Kesegaran yang tidak kudapatkan dari sabun GIV batangan,” gumamku dalam hati.

Sesaat aku merasa wajahku berubah mirip Pasha Ungu ketika pertama kali selesai pakai Garnier. Saat itu juga aku mulai terpikir minggu depan membeli Garnier. Meskipun sudah punya Garnier untuk mengatasi wajah kusam dan berminyak. Aku tidak sepenuhnya meninggalkan GIV untuk membasuh sekujur tubuh kecuali wajah tentunya.

Pernah suatu hari aku semangat sekali mandi. Kusiram sekujur tubuhku. Dengan cekatan aku ambil Garnier di tempat sabun. Tiba-tiba bulu kudukku berdiri tegak saat mengetahui Garnierku habis. Aku termenung sejenak sebelum akhirnya kumasukkan air ke dalam bungkus Garnier. Ku kopyok-kopyok dan alhamdulillah masih ada sisa-sisa Garnier untuk membasuh senyummu dari wajahku. 

Setelah mandi, aku bergegas ke Indomaret hendak membeli Garnier. Namun, sayang seribu sayang dompetku tipis karena Bidikmisi belum cair. Pilihannya beli Garnier atau besok tidak makan. Dengan ikhlas, aku lebih memilih tidak mirip Pasha Ungu daripada kelaparan. Lagian masih ada GIV batangan yang bisa membuat wajahku serasa Rio Dewanto.

Setelah lulus kuliah, aku masih setia bersama GIV. Alasannya jelas, aku ingin irit dengan memanfaatkan sumber daya cadangan yang kumiliki. Sampai suatu ketika ada permainan pembagian kelompok berdasarkan kesamaan sabun yang kami pakai. Ketika semua sudah menemukan teman yang menggunakan sabun yang sama, aku hanya bisa berdiri sendiri. Aku seperti seorang Jinchuriki yang tidak punya teman. Aku sendiri yang menggunakan sabun GIV batangan.

Sejak saat itu, aku mulai berpikir untuk benar-benar meninggalkan sabun GIV batangan. Bukan karena malu, tetapi stokku sudah habis dan susah mencari kios yang menjual GIV batangan ditempatku saat itu. Perlahan tapi pasti aku sudah terbiasa mandi tanpa GIV. Tetapi, sabun wajah tetap Garnier. Namun saat ini setelah menggunakan Garnier aku tidak lagi ingin mirip Pasha Ungu. Aku ingin Pasha Ungu yang mirip wajahku.

Hingga detik ini, sudah hampir dua tahun aku tidak lagi menggunakan sabun GIV batangan. Perekonomian Indonesia yang semakin baik membuatku sekarang bisa gonta-ganti sabun cair, kadang Lifebuoy kadang Clear. Tidak pernah lagi aku mandi bersama GIV. Namun, entah mengapa saat ini aku kepikiran kamu, GIV. Aku pernah ke Pusat Grosir Cililitan tapi tidak nampak wajahmu. Aku ke Pejaten Village tapi tak terlihat batanganmu.

Gimana kabarmu sekarang, GIV?

Apakah batanganmu sudah berubah menjadi cair semua?

Aku kangen awakmu loh, GIV Batangan.

Tags:
populerRelated Article